Al-Quran sebagai Lentera bagi Mualaf

749 kali dibaca

Al-Quran merupakan dustur lil ummat (undang-undang bagi umat), petunjuk bagi makhluk, dan sebagai bukti nyata atas kenabian dan risalah Muhammad. (Ali Al-Shabuni, Al-Tibyan Fi Ulum al-Quran, hal: 8).

Selain itu, Al-Quran sebagai obat, bahkan menjadi sumber penelitian ilmu pengetahuan, baik  di kalangan Timur maupun Barat. Sehingga sampai saat ini, berjuta-juta umat seantero dunia menjadikan Al-Quran sebagai objek bacaan serta penelitan bagi muslim maupun orientalis.

Advertisements

Al-Quran tidak hanya menjadi hiasan dalam rak-rak lemari buku, namun ia menjadi lentera bagi kehidupan nonmuslim dalam mengarungi kehidupan yang lebih layak, yakni dinul islam. Bahkan, dalam dekade ini, perhatian para mualaf terhadap Al-Quran begitu intens, seperti yang terjadi Jefri Lang, professor matematika asal Amerika yang masuk Islam gara-gara belajar Al-Quran (Mashudi, Cerahkan Hidup dengan Belajar al-Quran: Hal: 409).

Menurut catatan Masri Muadz, bahwa jumlah mualaf terus meningkat setiap tahunnya. Misalnya, setelah melakukan penelitian terhadap 39 negara pada 2011-2012, diketahui bahwa 8 persen dari penduduk Rusia mengedentifikasi diri masuk Islam atau menjadi muslim. Bahkan, menurut penelitian Graeme Smith, di Provensi Ulyanivsk Oblast terdapat kecenderungan penurunan jumlah penduduk secara keseluruhan. Namun, jumlah penduduk muslim khususnya yang berasal dari Tatar mengalami lonjakan hingga mencapai 12 persen.

Setelah ditelusuri dari berbagai bacaan maupun media online, bisa ditarik konklusi bahwa perpindahan mereka dari agama sebelumnya kepada Islam dikarenakan pembelajaran yang intens atas kandungan isi Al-Quran. Sehingga, dengannya, memberikan warna baru dalam kehidupan mereka. Maka benar, apa yang dikatakan Ali Al-Shobuni benar adanya, bahwa, “Ketika seseorang menyelami makna Al-Quran, maka ia akan mendapatkan mutiara yang sangat mahal harganya, yakni dinul islam.

Dua Tokoh Mualaf

Kita bisa mengambil dua tokoh yang menjadi mualaf setelah mendalami kandungan Al-Quran secara intens. Mereka adalah Jefri Lang, seorang profesor matematika dan Yusuf Estes, seorang pendeta.

Jefri Lang adalah seorang Amerika asal Jerman. Ia adalah profesor matematika pada Departemen Matematika Universitas Kansas, Amerika Serikat (1995). Ia dilahirkan dan tumbuh remaja di keluarga dan lingkungan agama Katholik. Ia sudah dibaptis dan disekolahkan di sekolah Katholik. Sejak sekolah menengah atas ia belum mendapatkan jawaban yang memuaskan keberadaan Tuhan. Ia belum mendapatkan jawaban yang memuaskan logikanya terhadap pertanyaan-pertanyaan dirinya tentang Tuhan.

Akhirnya Jefri Lang menjadi muslim setelah mengenal Al-Quran. Hal itu bermula dari pertemuannya dengan keluarga Qandeel. Sekali-kali mereka kadang berdiskusi tentang agama Islam. Pada suatu kesempatan,keluarga Qandeel menghadiahkan sebuah Al-Quran dengan terjemahan Ingris.

Kemudian, dengan hadiah yang sangat berharga tersebut ia gunakan dengan sebaik mungkin. Setiap  malam ia habiskan waktu dengan merenungi kandungan isi Al-Quran. Pada akhirnya, keraguan yang ia alami terobati dengan cahaya Al-Quran. Dengan demikian, terjawablah pertanyaan tentang Tuhan yang belum terjawab selama ini, terutama yang ia peroleh dari Surat Al-Ikhlas.

Dari situlah ia berniat pindah menjadi Muslim. Dengan demikian, ia menyandang diksi baru dengan gelar mualaf, yaitu orang yang baru masuk Islam. Setelah menjalani hidup sebagai muslim, ia menyimpulkan pemahaman, kesan, dan perasaannya tentang Al-Quran.

“Bagi mereka yang telah memeluk Islam, maka saksi terbesar dari adanya kasih sayang dan petunjuk Allah yang tidak terbatas adalah Al-Quran. Tak ubahnya seperti samudra yang dalam, Al-Quran membawa Anda jauh ke dalam, bersama gelombang-gelombang yang mempesona” (kutipan darinya, Cerahkan Hidup dengan belajar Al-Qur’an, 409 ).

Yusuf Estes : Pendeta

Yusuf  Estes adalah nama barunya setelah masuk Islam. Nama aslinya adalah Yoseph Edwads Easts. Ia dilahirkan pada 1944 di Ohio dari keluarga Kristen fanatik dan dibesarkan di Texas, Amerika Serikat. Sebagian besar kehidupan keluarganya adalah untuk agama Kristen. Sebagai seorang pendeta, Yusuf Estes membaca dengan serius ajaran agama lain, seperti Hindu, Yahudi, dan Budha selama 30 Tahun. Tapi tidak dengan agama Islam.

Kisah perpindahan agama Yusuf Estes tidak terlepas dari pengaruh Diya’ al-Qur’an yang ia kaji pada QS; Al-Alaq (96): 1-2. Di sini, seperti diungkapkan al-Kindi, “Sesungguhnya segumpal darah ini terjadi setelah sperma bertemu ovum dalam rahim, di mana pertemuan itu berkembang menjadi darah yang menggumpal.”

Ternyata ayat Al-Quran itu, menurutnya telah menyebutkan tentang hal ini sebelum para pakar modern menemukannya, dan sekaligus menjadi bukti kebenaran Al-Quran. Hal itulah yang kemudian mengantarkan Yusuf Estes menjadi muslim yang sangat taat dan mengabdikan hidupnya untuk agama Islam dan kehidupan umat muslim.

Dari situ Yusuf Estes terus bergiat lebih serius mendalaminya sehingga ia kemudian menjadi juru dakwah untuk menyampaikan kebenaran Islam ke seantero Amerika Serikat. Ia akhirnya dinobatkan sebagai pemenang pertama dalam Islamic Personality of the Year pada acara International Holy Qur’an Award pada 8 Agustus 2012 di Dubai.

Dengan demikian, Al-Quran bagi kedua tokoh mualaf, penulis mengibaratkan seperti cahaya matahari yang menyinari bumi. Tidak hanya berguna bagi manusia, namun juga memberi manfaat bagi pepohonan, sampai serangga pun juga membutuhkan sinar matahari. Di sinilah multifungsi Al-Quran dalam segala lini kehidupan. Al-Quran tidak hanya mengatur urusan akhirat, namun lebih dari itu juga mengatur sisi kehidupan dunia.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan