Agama dan Pentingnya Pendidikan Karakter

955 kali dibaca

Karakter adalah sikap batin atau nilai-nilai khas yang terdapat pada diri seseorang. Ia tercermin pada watak, perilaku, maupun akhlak yang tampak dalam kehidupan sehari-hari ketika dalam bersikap maupun bertindak. Karakter juga dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara. Bisa jadi setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda, walaupun lahir dari orang tua yang sama dan hidup di lingkungan yang sama.

Di zaman global dan era digital seperti sekarang ini, banyak anak yang tidak lagi menjalani kehidupan monoton di lingkungan keluarga, sekolah, atau lingkungan sosialnya. Mereka sudah memiliki penglihatan sendiri dengan kehidupan dunia lain, terutama yang diperoleh melalui media digital.

Advertisements

Dari berbagai pemberitaan platform media, diindikasikan terjadi kemerosotan karakter pada anak-anak. Maka dari itu, sudah saatnya kita membangun kesadaran akan pentingnya pendidikan dan pembentukan karakter bagi anak dengan menanamkan budi pekerti, sopan santun, dan ramah sejak dini. Salah satunya melalui pendidikan agama.

Pendidikan agama adalah suatu hal yang harus diajarkan sejak kecil, mulai dari ibu melahirkan seorang anak, sang jabang bayi itu sudah mulai diazani. Ini bisa dimaknai bahwa manusia sejak lahir sudah diajarkan agama karena agama adalah fondasi yang kokoh untuk membentuk karakter anak yang unggul.

Di dalam ajaran Islam, moral dan akhlak tidak bisa dipisahkan dengan keimanan. Pendidikan agama tidak hanya tugas dari seorang guru agama, tetapi dari orang tua dan pemerintahan dengan sistem yang dibuat untuk rakyatnya.

Orang tua mengajarkan seorang anak dengan pembiasaan yang baik, sehingga secara tidak langsung anak akan meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Ini sesuai dengan teori Benjamin S Bloom tentang pembentukan ranah efektif. Oleh Karena itu, dalam ilmu pendidikan (pedagogi), proses tersebut dikenal dengan ranah efektif. Ranah efektif mencakup watak seperti perasaan, sikap, minat, emosi, dan nilai.

Proses pembentukan kebiasaan hingga menjadi budaya dapat dilalui melalui tahapan ini: (1) receiving atau attending (menerima atau memperhatikan); (2) responding (menanggapi); (3) valuing (menilai atau menghargai); (4) organization (mengatur atau mengorganisasikan); dan (5) characterization by value of calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek lain).

Proses pembiasaan atau pembudayaan tersebut dikenal sebagai proses karakterisasi, atau proses pembentukan karakter. Itulah yang diharapkan oleh orang tua kepada anak dan keturunannya. Karena itu, dengan pemahaman agama yang luas, bisa menjadi fondasi untuk membentuk karakter unggul seseorang.

Ada dua faktor yang mempengaruhi karakter seseorang. Pertama, faktor internal. Faktor internal adalah potensi dasar yang dimiliki seseorang sejak kecil sebagai sumber daya manusia. Potensi dasar ini sebagai modal spiritual, emosional, intelektual, dan biologis. Dalam hal ini, seseorang harus selalu berpikikr positif. Sebab, berpikir positif akan membuahkan niat yang baik, maka apa yang diucapkannya juga baik. Jika di kesehariannya baik, maka akan menjadi kebiasaan yang baik pula. Karena karakter adalah suatu kebiasaan seseorang.

Kedua, faktor eksternal. Faktor ekstrenal ialah tempat tinggal dan lingkungan sosial-ekonomi di mana seseorang itu dilahirkan. Atau disebut juga faktor yang berada di luar seseorang. Yang termasuk faktor ini adalah keluarga, guru, dan masyarakat di sekitarnya.

Orang tua sangat diharuskan untuk mendidik anaknya melalui tuntuan Islam. Dalam Islam orangtua harus membimbing dan mendidik tumbuh-kembang anak karena anak belajar dari apa yang dilihat dan didengar.

Selain orangtua, peran guru juga penting, dalam hal ini karena prestasi seorang anak bukan dilihat dari nilai dan ranking, melainkan mempunyai akhlak dan karakter yang baik kepada semua orang. Pembentukan karakter adalah tugas seorang guru, tetapi guru agama lebih berkewajiban untuk mengubah pola pikir anak didiknya.

Adapun, yang menjadi dasar pembentukan dan pendidikan karakter atau akhlak adalah al-Quran dan Hadits. Banyak ayat al-Quran yang menjelaskan tentang pembentukan karakter, salah satunya karakter terhadap orang tua yang terdapat dalam Surah al-Isra ayat 23.

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”

Ayat tersebut tersebut sudah mewakili pembahasan yang memiliki keterkaitan paling dekat dengan konsep pembentukan karakter. Seorang anak yang memiliki karakter yang baik tidak akan goyah terhadap lingkungan luar yang kurang mendukung terhadap pembentukan karakter. Dan, seorang anak yang memiliki karakter yang kuat akan menjadi kuat dalam menghadapi pengaruh globalisasi. Juga, pemahaman seorang anak terhadap nilai-nilai agama akan berperan dalam membentuk moral yang baik dan membentuk pola pikir yang memiliki sikap adil, jujur, kekuatan berpikir, yang dalam Islam disebut akhlakul karimah.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan