Zastrouw Ajak Santri Gencar Menulis

960 kali dibaca

Budayawan Nahdlatul Ulama Zastrouw al Ngatawi mengajak santri untuk gencar menulis dan menyebarkan informasi di tengah era globalisasi informasi ini. Hal itu ditegaskan mantan asisten pribadi KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini dalam materi pembuka Diklat Jurnalistik dan Penulisan Kreatif di Aula Pondok Pesantren Darussa’adah, Seputih Jaya, Lampung Tengah, Lampung, Jumat malam (14/02 ).

Diklat Jurnalistik dan Penulisan Kreatif dengan tema Gerakan Santri menulis ini diinisiasi Yayasan Jejaring Dunia Santri (JDS) bekerja sama dengan Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) NU Provinsi Lampung. Sebelumnya, JDS juga telah menyelenggarakan kegiatan serupa di Rumah Suluk Darussalam Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Diklat yang berlangsung selama tiga hari, 14 sampai 16 Februari 2020, ini diikuti oleh 53 santri dari beberapa pesantren di wilayah Provinsi Lampung.

Advertisements

Dalam kesempatan tersebut, Zastrouw menegaskan, menulis merupakan sesuatu yang urgen pada diri umat Islam. Hal ini berdasarkan dalil al-Quran dalam permulaan surat al-‘Alaq terkait perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, yakni iqra, membaca.

Membaca dalam arti luas berarti belajar, meneliti, dan menelaah kejadian yang ada, baik secara aqliyah maupun naqliyah, berbasis teks maupun konteks yang pada giliranya mengendap menjadi sebuah ide atau gagasan. Ide dan gagasan inilah yang akan menuntun manusia untuk menulis dan melahirkan karya tulis.

Menurut Zastrow, ulama-ulama klasik telah menorehkan sejarah keemasan Islam melalui karya tulis. Para ulama dan cendekiawan muslim telah membuktikan kualitas karya tulisnya hingga dikaji dari generasi ke generasi. “Islam boleh jadi tidak akan dikenal oleh generasi setelahnya tanpa manuskrip, dokumen, maupun kitab-kitab yang diwariskan oleh para cendekiawan muslim era itu,” terangnya.

Dia melanjutkan, mustahil generasi saat ini mengetahui siapa Imam Syafii kalau tidak ada kitab al-Umm. Imam al-Ghozali tidak mungkin bisa menjadi tokoh berpengaruh di dunia tasawuf jika tanpa adanya kitab Ikhya’ Ulumuddin. Hingga, lanjut Zastrouw, Imam Syafii berkata bahwa ilmu itu ibarat hewan buruan dalam karung, dan ikatlah karung tersebut dengan menulis.

“Maksudnya, jika karung tidak kita ikat, maka hewan buruan akan lepas. Sama seperti ilmu, bila tidak ditulis akan sia-sia,” tandasnya

Apalagi era sekarang, di mana informasi telah mengalami globalisasi yang mampu menembus batas geografis, etnis, kultural, dan ideologis. “Kemajuan teknologi informasi dapat menjadi sarana efektif untuk menyampaikan pesan dan mempengaruhi publik,” Zastrouw menjelaskan.

Untuk itu, Zastrouw mengajak agar para santri menguasai teknologi digital sebagai media menulis. “Siapkan diri kalian menjadi prajurit-prajurit dunia digital dengan menulis,” demikian pesannya.

Zastrouw mencontohkan dampak menulis di era digital berpeluang besar menjadikan seseorang yang bukan siapa-siapa menjadi “siapa”. Agnes, misalnya, pada mulanya hanya menulis hal-hal ringan di blog pribadinya. Berkat ketekunan dalam menulis, Agnes tak menduga ribuan orang  telah terbius membaca tulisannya. “Sampai kemudian tulisan di blog dia, dijadikan novel berjudul Gaby yang terjual sampai 200.000 eksemplar,” Zastrouw memberi contoh.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan