Zastrouw Ajak Santri Gencar Menulis

935 kali dibaca

Budayawan Nahdlatul Ulama Zastrouw al Ngatawi mengajak santri untuk gencar menulis dan menyebarkan informasi di tengah era globalisasi informasi ini. Hal itu ditegaskan mantan asisten pribadi KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini dalam materi pembuka Diklat Jurnalistik dan Penulisan Kreatif di Aula Pondok Pesantren Darussa’adah, Seputih Jaya, Lampung Tengah, Lampung, Jumat malam (14/02 ).

Diklat Jurnalistik dan Penulisan Kreatif dengan tema Gerakan Santri menulis ini diinisiasi Yayasan Jejaring Dunia Santri (JDS) bekerja sama dengan Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) NU Provinsi Lampung. Sebelumnya, JDS juga telah menyelenggarakan kegiatan serupa di Rumah Suluk Darussalam Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Diklat yang berlangsung selama tiga hari, 14 sampai 16 Februari 2020, ini diikuti oleh 53 santri dari beberapa pesantren di wilayah Provinsi Lampung.

Advertisements

Dalam kesempatan tersebut, Zastrouw menegaskan, menulis merupakan sesuatu yang urgen pada diri umat Islam. Hal ini berdasarkan dalil al-Quran dalam permulaan surat al-‘Alaq terkait perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, yakni iqra, membaca.

Membaca dalam arti luas berarti belajar, meneliti, dan menelaah kejadian yang ada, baik secara aqliyah maupun naqliyah, berbasis teks maupun konteks yang pada giliranya mengendap menjadi sebuah ide atau gagasan. Ide dan gagasan inilah yang akan menuntun manusia untuk menulis dan melahirkan karya tulis.

Menurut Zastrow, ulama-ulama klasik telah menorehkan sejarah keemasan Islam melalui karya tulis. Para ulama dan cendekiawan muslim telah membuktikan kualitas karya tulisnya hingga dikaji dari generasi ke generasi. “Islam boleh jadi tidak akan dikenal oleh generasi setelahnya tanpa manuskrip, dokumen, maupun kitab-kitab yang diwariskan oleh para cendekiawan muslim era itu,” terangnya.

Dia melanjutkan, mustahil generasi saat ini mengetahui siapa Imam Syafii kalau tidak ada kitab al-Umm. Imam al-Ghozali tidak mungkin bisa menjadi tokoh berpengaruh di dunia tasawuf jika tanpa adanya kitab Ikhya’ Ulumuddin. Hingga, lanjut Zastrouw, Imam Syafii berkata bahwa ilmu itu ibarat hewan buruan dalam karung, dan ikatlah karung tersebut dengan menulis.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan