Urgensi Peran Santri di Era Digital

926 kali dibaca

Yang paling ditakutkan oleh Nabi atas umatnya, jauh sebelum benar-benar terjadi, adalah ulama’suu, yaitu ulama yang sesat.

Abu Dzar mengatakan: “Dahulu saya berjalan bersama Rasulullah Saw, lalu beliau bersabda: “Sungguh, tidaklah Dajjal yang lebih aku takutkan atas umatku, dan mengulang perkataan tersebut sebanyak tiga kali. Maka saya bertanya: “Wahai Rasulullah, lantas apa yang paling engkau takutkan atas umatmu?” Beliau menjawab: “Para tokoh yang menyesatkan.”

Advertisements

Keberadaan ulama adalah acuan daripada eksintensi agama di setiap tempat. Ulama adalah pewaris para Nabi. Sehingga di mata masyarakat awam, apa yang diucapkan dan dipraktikkan akan ditiru. Lalu apa jadinya jika ada ulama yang mengatakan bahwa hukum menelan darah yang ada di gusi saat puasa tidaklah membuat batal.

Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur pernah mengatakan: “Hanya di Indonesia, mantan preman, orang yang tidak sekolah, bisa disebut ustaz.” Gus Dur tidak mengecam dan menegaskan dengan kata “salah”, tapi hanya menegaskan keadaan sosial-kultural di masayarakat Indonesia.

Apalagi saat ini, di era gencar-gencarnya teknologi, keilmuan bisa dimanipulasi; membaca hukum-hukum agama di Google –yang kadang-kadang salah kaprah dan kontroversial– lalu diinterpretasikan di media-media online. Viral. Lalu macam membalik telapak tangan, diundang dan diwawancarai sana-sini. Di televisi-televisi dan kanal-kanal sesak oleh berita orang itu. Konteks dalil-dalil disalahartikan dan dipresentasikan tidak menurut muqtadhol halnya (sesuai konteksnya).

“Ingatlah, sejelek-jelek keburukan adalah keburukan ulama, dan sebaik-baik kebaikan adalah kebaikan ulama.” Sabda Nabi Muhammad Saw ini diriwayatkan oleh ad-Darimi. Sekali ulama yang mempunyai pengikut banyak mengatakan suatu hukum, maka akan dianut oleh mereka.

Ironisnya lagi, tangan-tangan orang yang tidak bertanggung jawab, menabrakkan pendapat ulama satu dengan yang lain dengan cara menjadikannya slide-slide berbeda dalam satu video, yang padahal tidak ada kesinambungan dan keterkaitan antara objektivitas dan orientasi dari pada para ulama tersebut. Imbasnya, dengan sempit, masyarakat awam terbawa oleh manipulasi konflik-konflik antarulama itu.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan