Urgensi Dakwah Virtual

947 kali dibaca

Majunya teknologi dalam beberapa dekade terakhir telah berimbas di banyak hal, salah satunya adalah transformasi sosial ke dalam dunia digital, termasuk dalam hal dakwah. Pada mulanya, dakwah dilakukan dengan cara konvensional, yang memerlukan pertemuan tatap muka seperti dalam pengajian-pengajian. Namun, dengan semakin berkembangnya media digital, dakwah kini mulai banyak dilakukan secara virtual.

Di satu sisi, penggunaan media digital dalam dakwah dapat mempermudah semakin tersebarnya dakwah ke berbagai kalangan, tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Namun, di sini lain, masifnya dakwah di media digital jika tidak diimbangi oleh kecerdasan literasi digital penggunanya bisa menjadi ruang subur tersebarnya hoax dan kebencian.

Advertisements

Kita tidak bisa menutup mata bahwa ada banyak sekali dakwah yang mengafirmasi kebencian dan kekerasan pada golongan lain, yang tentu saja kita sepakati sebagai dakwah yang tidak merepresentasikan nilai-nilai keberislaman yang kita kenal dan kita pahami selama ini. Dan dengan begitu cepatnya arus informasi beredar di media sosial, mustahil bagi siapa pun untuk mengontrol dakwah apa pun yang ada di media digital.

Satu solusi yang paling memungkinkan dalam merespons hal tersebut adalah dengan turut menjadi produsen dakwah-dakwah juga dengan membanjiri media digital dengan dakwah-dakwah Islam yang penuh kasih. Hal ini penting dilakukan mengingat pengguna media digital di Indonesia termasuk salah satu yang paling banyak di dunia.

Berbagai platform media digital seperti media sosial yang tidak hanya menjadi ruang untuk saling berkomunikasi dengan kenalan atau kerabat, tetapi juga kini banyak dimanfaatkan sebagai ruang-ruang berdakwah. Dakwah-dakwah virtual tersebut umumnya memang menyasar masyarakat urban, khususnya anak muda-anak muda muslim urban. Berbeda dengan masyarakat urban, masyarakat di perdesaan umumnya lebih banyak yang mentradisikan ngaji secara langsung baik di musala maupun masjid di sekitar lingkungan rumahnya masih-masing.

Meskipun demikian, kondisi beberapa tahun terakhir ini menunjukkan bahwa baik masyarakat urban maupun perdesaan kini sudah mulai akrab dengan dakwah-dakwah virtual tersebut, karena penggunaan ponsel pintar juga sudah mulai merata di berbagai daerah.

Satu hal yang pasti adalah karena pengguna media sosial banyak didominasi oleh anak-anak muda, dakwah-dakwah virtual di media sosial banyak yang memang diproduksi dan dinarasikan untuk menyasar mereka.

Berdasarkan survei Varkey Foundation pada 2017, disebutkan bahwa 93% anak muda di Indonesia percaya bahwa agama penting dan berkaitan dengan kebahagiaan mereka. Laporan Indonesia Muslim Report yang disusun oleh lembaga riset Alvara pada 2019 juga menyebutkan, ada sekitar 60% anak muda muslim di Indonesia yang mengidentifikasikan diri sebagai puritan atau ultra-konservatif.

Tentu saja angka tersebut cukup mengkhawatirkan, sehingga dakwah virtual kini betul-betul menjadi sesuatu yang urgen dipikirkan oleh kalangan santri. Di mana, dakwah yang diunggah tidak saja memikirkan bentuk menarik, tetapi juga materi atau konten dakwah yang jauh lebih merepresentasikan keberagamaan Islam yang moderat.

Jika melihat tulisan Dawson yang berjudul The Mediation of Religious Experience in Cyberspace, tren baru yang sedang kita alami sekarang tepat dengan gambaran Dawson mengenai beragama secara digital. Ruang digital tidak saja menjadi ruang di mana agama diartikulasikan secara digital, tetapi sekaligus menjadi situs yang mempengaruhi praktik-praktik beragama di luar jaringan. Maka, tidak mengherankan jika dakwah-dakwah virtual yang dijumpai secara masif melalui beragam platform media sosial akan banyak memengaruhi keseharian anak muda muslim di Indonesia.

Oleh karena itu, dakwah virtual ini menjadi PR besar para santri, supaya mereka turut terlibat tidak hanya sebagai konsumen pasif, tetapi juga produsen aktif baik melalui tulisan, audio, maupun perpaduan audio-visual dengan memanfaatkan berbagai macam platform di media digital.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan