Pesta Makan Siang

1,570 kali dibaca

Kepulan asap menyela di antara lubang-lubang ventilasi pawon (dapur umum) siang itu. Kepulannya membuat perih mata dan sesak di dada. Aroma bumbu seperti saling  bertabrakan, saling sikut di antara rongga hidung. Nada-nada erotisme bertalu tak henti-hentinya dari dalam perut yang tengah keroncongan sambil sesekali berseru sambil terus terlarut dalam suasana memasak.

Dua orang santri yang tengah hanyut dalam aktivitas perdapuran itu tak henti-hentinya membolak-balik tempe dan lele yang sedang digoreng. Seorang di antaranya yang bernama Fatih sesekali menarik napas panjang, dan kembali menundukkan kepala sambil meniupkan udara pada lubang kecil di sudut tungku. Tungku yang terbuat dari bata itu untuk sekadar membesarkan api yang kian mengecil.

Advertisements

Di sela-sela tugas piket memasak itu, mereka dengan ciamiknya sesekali dengan sigap mengecap-ngecap, bahkan memakan sedikit demi sedikit lauk yang seharusnya akan dimakan mayoran bersama santri-santri yang lainnya. Dengan terkekeh dalam gelak tawa yang sok polos, mereka saling tuduh dan saling ancam untuk saling tutup mulut atas perbuatan itu. Ini merupakan trik licik mencuil lauk yang sering dilakukan oleh siapa saja yang sedang kebagian masak saat mondok di pesantren.

Salah seorang santri senior kemudian datang dengan membawa nampan yang nantinya akan digunakan untuk mayoran alias pesta makan siang. Dengan mimik wajah agak berwibawa, santri senior itu menyuruh dua orang santri tadi, Fatih dan Adi, untuk segera mendinginkan nasi dari panci yang masih mengepul ke dalam nampan dengan nada tinggi.

“Cepat, dinginkan nasinya, terus bawa ke dalam sama lauknya. Sudah ditunggu sama yang lain di kamar,” katanya dengan lagak bak sebagai senior sambil menaruh meninggalkan mereka berdua.

“Siap, kang, habis ini kita bawa ke kamar,” jawab santri yang bernama Adi, yang dengan sigap dan cekatan langsung menuangkan nasi yang masih mengepul karena panas dari dalam panci.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan