Umar bin Khattab dan Toleransi Beragama

959 kali dibaca

Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang kreatif dan inovatif dalam mengeluarkan kebijakan atau fatwa. Beberapa kebijakannya dianggap revolusioner, dan membawa pengaruh besar untuk kemajuan Islam.

Beberapa kebijakan Umar bin Khattab tidak hanya menyasar umat Islam, non-Islam juga mendapat kemakmuran dari kebijakan-kebijakan yang dibuat. Seperti halnya keputusan Umar bin Khattab yang tidak membagikan tanah di Syiria dan Irak yang telah dibebaskan kepada para tentara. Umar bin Khattab lebih memilih membagikan tanah tersebut kepada para petani kecil, meskipun di antara petani tersebut ada yang non-Islam.

Advertisements

Poros toleransi Umar bin Khattab juga terekam dalam sebuah perjanjian yang dinamakan sebagai al-Uhda al-Umariyyah. Perjanjian ini memuat kesepakatan antara Umar bin Khattab dan umat Kristiani di Yerussalem. Dalam perjanjian tersebut, Umar bin Khattab menyepakati untuk menghormati pemeluk Yahudi maupun Kristiani yang ada di sana, tanpa adanya unsur paksaan maupun kekerasan sedikitpun. Umar bin Khattab juga tidak melakukan pemaksaan kepada mereka untuk memeluk agama Islam. Umar memberikan kebebasan untuk memilih keyakinan tanpa adanya intimidasi dari pihak manapun.

Natal dan Toleransi

Momentum perayaan Natal acapkali menjadi perbincangan hangat di media. Salah satu penyebab utamanya adalah toleransi semu (pseudo tolerance) yang masih mengakar di tengah-tengah masyarakat. Kekakuan masyarakat dalam menerima keyakinan yang berbeda melahirkan beberapa problema. Di antara problema yang paling kentara adalah minimnya partisipasi masyarakat untuk mengenal atau mendalami keyakinan dari kelompok lainnya. Sehingga model kerja sama ataupun kesetaraan antarkelompok sulit terbangun.

Martin C Wright mengkonfirmasi jika pseudo tolerance terjadi karena subjektivitas masyarakat dalam memahami sesuatu. Mereka menganggap satu hal sebagai kebenaran yang mutlak, lalu menihilkan hal lain di luarnya. Terjadilah chaos yang merembet pada rusaknya kerukunan sosial. Superioritas membawa masyarakat pada sifat egoisitas yang lebih tinggi. Muncul keinginan untuk membuktikan bahwa ajaran atau kelompok yang dianut sebagai yang paling benar, dengan mencercar dan mencaci keyakinan lain.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan