Transformasi Pesantren: Menjaga Tradisi, Membangun Masa Depan

546 kali dibaca

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang telah ada sejak zaman kejayaan kebudayaan Islam di dunia. Pesantren memiliki peran penting dalam perkembangan agama dan budaya Islam di Indonesia, khususnya dalam memperkuat keimanan dan ketakwaan umat Islam serta menjaga tradisi keislaman.

Setelah sempat mengalami banyak peristiwa, bahkan sulit mendapatkan pengakuan sebagai lembaga pendidikan asli Indonesia, pesantren kini dihadapkan lagi pada masalah baru. Perkembangan teknologi yang sangat pesat telah mengubah seluruh aspek kehidupan, termasuk cara pandang masyarakat terhadap pesantren. Secara tidak langsung, pesantren dihadapkan pada dua pilihan, antara menampakkan “wajah baru” sebagai respons atas perkembangan yang terjadi, atau tetap dengan keadaannya yang mempertahankan sisi tradisional, khas dan unik.

Advertisements

Sangat dimungkinkan dan bahkan sebuah keharusan bagi pesantren untuk mengikuti perkembangan teknologi. Di satu sisi, pesantren sebagai subkultur telah menjadi sebuah benteng dari kebudayaan terdahulu, namun apabila kaku terhadap perkembangan teknologi dan tidak merespons secara agresif, maka pesantren akan tertinggal sangat jauh dari pendidikan pada umumnya.

Perkembangan teknologi membuat pesantren harus terus berinovasi dalam metode pengajaran dan manajemen pesantren. Pesantren dituntut untuk memanfaatkan teknologi sebagai alat bantu untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pendidikan. Penggunaan teknologi juga dapat membantu pesantren dalam menghadapi tantangan globalisasi dan modernisasi yang dapat mempengaruhi nilai dan tradisi keislaman yang dipegang teguh oleh pesantren.

Pesantren pada mulanya merupakan tempat menempa diri, tempat untuk mempersiapkan dirinya sebagai pemimpin, namun tak dapat dimungkiri seiring berkembangnya teknologi, pesantren tidak bisa hanya mengajarkan kitab-kitab klasik yang dikarang oleh ulama salaf. Seyogianya pesantren juga harus mempertimbangkan dan menerapkan teknologi dalam pengajaran, agar para santri tidak gaptek (gagap teknologi), dan bisa beradaptasi dengan arus globalisasi saat ini. Mereka bisa mengonfigurasikan problematika yang tengah terjadi saat ini dengan persoalan yang terjadi pada masa dahulu dalam kitab klasik yang mereka pelajari yang cenderung menjadi rutinitas sehari-hari. Santri tidak hanya hidup dengan norma “halal-haram” saja. Mereka juga akan mengalami hidup dengan tatanan sosial hingga politik sekalipun yang tentunya tidak bisa diselesaikan hanya dengan hukum syar’inya.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan