Transformasi “Ngaji Pasanan”

3,453 kali dibaca

Salah satu tradisi komunitas santri saat bulan Ramadhan adalah melakukan ngaji pasanan, yaitu ngaji kitab yang diselenggarakan khusus pada bulan Ramadhan. Ngaji pasanan ini dilakukan di berbagai pesantren, mulai pesantren kecil sampai besar. Bahkan, kiai-kiai kampung yang jadi pemangku mushalla atau masjid biasanya juga menyelenggarakan ngaji pasanan ini di rumah atau masjid/mushalla untuk masyarakat sekitar. Kitab yang dikaji juga beragam baik jenjang maupun jenisnya; mulai jenjang yang paling rendah sampai paling tingg. Mulai kitab fikih, aqidah/akhlak, tarikh, sampai kitab tasawuf yang menjadi rujukan utama pesantren (kitab mu’tabar)

Ngaji pasanan ini biasanya dilakukan secara bandongan, yaitu kiai membaca kitab kata per kata sambil menjelaskan dan memberi keterangan terhadap arti dan pengertian dari kalimat atau kata yang dibaca. Para santri menyimak sambil memberikan makna tertulis yang disisipkan di antara baris-baris tulisan yang ada di kitab (Zamakhsari Dhafir; 1994). Dalam tradisi pesantren ini disebuk maknani atau ngesahi.

Advertisements

Selain gaya bandongan, dalam tradsi pesantren juga dikenal ngaji gaya sorogan. Dalam gaya ini, santri maju satu per satu di hadapan kiai, kemudian santri membaca kitab dan disimak oleh kiai atau pembimbingnya. Jika ada kesalahan santri dalam membaca maupun memaknai kitab, kiai membetulkan kesalahan santri. Bisa juga sebaliknya, santri menyimak bacaan dan penjelasan dari kiai atas kitab yang dibawa sang santri. Gaya sorogan ini memungkinkan para santri berhadapan secara langsung dengan kiai atau santri senior yang menjadi pembimbingnya.

Ngaji pasanan ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu, biasanya dilaksanakan setelah shalat subuh, siang setelah shalat dzuhur, dan sore menjelang buka puasa. Tapi ada juga yang setelah tarawih, sehabis tadarrus al-Quran. Para peserta ngaji pasanan biasanya datang dari berbagai daerah atau santri pesantren lain. Misalnya, santri pesantren A mendatangi pesantren B untuk ngaji pasanan dan mengambil berkah (tabarrukan) kepada kiai pengasuh pesantren tersebut. Demikian sebaliknya. Melalui ngaji pasanan ini terjadi interaksi saling silang antar-santri antar-pesantren.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan