Transformasi Digital dan Generasi Masa Depan Santri

676 kali dibaca

Dalam situasi kehidupan yang serba cepat ini, transformasi digital sudah merajai kaum milenial, terkhusus juga bagi kaum santri. Tak hanya kaum milenial yang jadi raja. Lebih dari itu, para generasi Z juga akan mempersiapkan diri menjadi bos muda untuk adik-adiknya generasi Alpha. Tulisan ini berawal dari perasaan iseng saya sehabis datang dari rapat; saya tiduran, saya santai untuk sedikit mengeluarkan unek-unek saya yang ada di dalam tempurung kepala.

Ada beberapa sejarah menarik yang saya pikir ini mudah dirasakan kenikmatannya di dalam menganalogikan konteks zaman digital ini. Karena zaman globalisasi ini sudah tidak bisa diubah oleh kita. Waktu sudah berlalu dan masa lalu tidak bisa diulang. Ini menjadi alasan saya menulis esai ini.

Advertisements

Saya teringat betul pada saat kisaran umur 20-23 tahun. Saya sudah tidak lagi suka nonton TV, karena pada saat itu sedang gencar-gencarnya game strategi COC (Clash Of Clans). Selain game tersebut gencar, lebih dari itu juga, kebiasaan-kebiasaan itu muncul dikarenakan berawal dari pola pikir saya yang tidak lagi fokus pada TV saja, melainkan lebih fokus pada tayangan frekuensi yang lebih memajukan paradigma saya ke masa depan. Katakanlah pada saat itu penulis esai ini berusaha selektif di dalam mencari informasi mana yang membangun karakter.

Apa saja tontonan yang cukup menghibur diri saya pada saat itu, kalau tidak nonton berita ya nonton bola, kalau tidak nonton komedi yang nonton MotoGP, alih-alih juga nonton tayangan-tayangan edukatif yang di dalamnya menyajikan acara debat diskusi.

Disadari atau tidak, bahwa era 5.0 ini sangat cepat menyalip pola pikir kita dari segala arah perubahan-perubahan yang baru, karena hampir beberapa bulan belakangan ini dari mereka-mereka para pelajar (santri), atau bahkan saya sendiri secara pribadi merasakan bahwa kehidupan sudah tidak nyaman ketika koordinasi dengan teman tidak menghubungi via WhatsApp. Kenapa terjadi?

Okelah WhatsApp, lebih miris lagi bahkan dari mereka-mereka dan saya juga merasakan persis seperti apa yang saya rasakan saat ini, malah kurang pas ketika menghubungi teman tidak menggunakan video call. Ini sering sekali dikaitkan dengan teori ketergantungan kita sebagai anak muda generasi gadget.

Entah apa yang terjadi di tahun 2030 nanti. Pandangan saya ketika diajak untuk menganalisa tahun 2030, ketika anak-anak generasi milenial yang lahir pada tahun 1980 hingga 1995 menjadi ayah, generasi Z yang lahir di tahun 1996 hingga 2011 beranjak dewasa, dan generasi Alpha tahun 2012 hingga tahun 2025 sedang gencar-gencarnya bermedia sosial, maka hal yang mungkin terjadi terjadi adalah substansi digital saya kira tidak akan lepas dari ketergantungan kita pada kuota. Disadari atau tidak semua ini pasti terjadi.

Tetapi saya tidak menerima ketika kemudian muncul analogi dan spekulasi yang sering sekali dikait-dikaitkan dengan jaringan lelet adau lemot ketika sampai pada tenggat santri liburan pulang ke rumah. Diamini atau tidak, saya tidak setuju spekulasi itu, karena jaringan Internet sama sekali tidak ada hubungannya dengan masa-masa liburan santri.

Okelah tak usah berlarut-larut dengan persoalan itu. Lebih baik kita berpikir logis saja, ambil hikmahnya tanpa harus menghakimi sesuatu yang belum benar adanya.

Ada lagi hal yang belum pernah terselesaikan dengan baik. Apa itu? Yakni berbelanja online sudah menjadi budaya di semua kalangan. Apakah itu baik? Mestinya ya baik kalau digunakan demi kebaikan untuk membantu mereka-mereka yang literasi digitalnya kurang di masyarakat. Karena santri yang baik adalah mereka yang pantas untuk membantu sesama dan membantu mereka-mereka dengan segala tingkat aspek sosial dan pemahamannya agar mengerti suatu inti.

Kembali lagi pada pembahasan tahun 2030, saya mengira, di mana kerja membajak, menanam padi, memotong kayu, menanam jagung, mengangkut padi dari sawah, dan pekerjaan-pekerjaan petani lainnya bisa saja nanti akan terjadi menggunakan aplikasi online tanpa harus sibuk mencari buruh kerja ke sana-kemari. Tinggal klik pesan besok datang memenuhi panggilan. Karena apa? Generasi Z saya kira sudah bisa meniru Larry Page dan Sergey Brin sebagai pencetus Google untuk berkolaborasi di biro network Google itu untuk membuat aplikasi kesejahteraan.

Generasi Alpha tidak bisa lepas dari itu semua. Dan kita generasi milenial mau apa kalau apa yang penulis bahas akan benar-benar terjadi? Lalu siapakah yang pantas menekuni tugas ini, santi, sarjana petani, para pembaca sekalian kalau fokus dan peduli pada lingkungan, saya kira bisa mencapai tujuan.

Jadi apapun yang terjadi, kita ini tidak akan lepas dari hukum sebab akibat. Jika makan maka kenyang. Jika menanam akan panen. Pertanyaannya adalah mau berubah atau malah diam tanpa suara? Jawaban yang visioner itu ada pada diri santri yang mau belajar dengan memompa semangat berpikir ke arah kemajuan.

Pangabasen, 16 Juli 2022.

Multi-Page

One Reply to “Transformasi Digital dan Generasi Masa Depan Santri”

Tinggalkan Balasan