Tradisi Perayaan Nuzulul Quran

1,203 kali dibaca

Bulan Ramadan tidak lekang dengan berbagai peristiwa bersejarah. Bulan penuh kebaikan ini menjadi bulan yang penuh berkah bagi kita yang melaksanakan niat baik serta mengejar pahala sebagai bekal di hari akhir. Setiap peristiwa yang terjadi di bulan Ramadan telah tercatat oleh sejarah dan tak akan lekang oleh waktu.

Salah satunya adalah peristiwa turunnya Al-Quran atau biasa disebut dengan Nuzulul Quran. Peristiwa ini terjadi pada malam tanggal 17 Ramadan, yaitu ketika wahyu pertama disampaikan kepada Nabi Muhammad oleh Malaikat Jibril di Gua Hira. Ayat yang pertama turun adalah ayat 1-5 surah Al-Alaq.

Advertisements

Di lingkungan desa, masyarakat memaknai Nuzulul Quran dengan perayaan sedemikian rupa. Tradisi penyambutan turunnya Al-Quran ini sudah menjadi kebudayaan yang tidak akan ditinggalkan oleh masyarakat dan diwariskan secara menurun dari generasi ke generasi.

Masyarakat memaknai ayat Al-Quran dengan mengadakan khataman atau khatmil quran yang dilaksanakan di masjid pada hari ke-16 puasa. Kegiatan ini dimulai setelah salat subuh dan akan berakhir sebelum salat dhuhur.

Masyarakat yang ingin mengikuti kegiatan seperti ini sangat dianjurkan untuk datang ke masjid. Mereka akan membaca Al-Quran secara bergantian dengan menggunakan pengeras suara. Hal ini menjadikan suasana semakin meriah dan namun khidmat sehingga kita bisa mengenang betapa Al-Quran turun dengan sangat mulia di bumi ini. Pembacaan khatmil quran ini biasanya dilakukan oleh kaum wanita, namun tidak sedikit masyarakat desa yang melakukannya dengan mengikutsertakan kaum Adam.

Setelah pembacaan khatmil quran selesai, pada malam hari akan diadakan kondangan. Para wanita akan memasak di rumah mereka masing-masing dan di bawa ke masjid untuk kemudian berdoa bersama. Masakan ini disebut dengan berkat atau brekat. Ada juga sebagian masyarakat yang menyebutnya dengan ambeng, dengan harapan di setiap syukur akan sebuah perayaan mereka akan mendapat berkah dari Sang Maha Pencipta.

Dalam berkat tersebut, biasanya akan ada nasi putih dengan segala macam lauk pauk yang khas. Setelah selesai pembacaan doa, berkat itu akan ditukar satu sama lain. Jadi ketika pulang kaum lelaki tetap membawa berkat, namun itu milik tetangga atau bahkan orang lain yang jauh dari rumah. Sungguh menyenangkan tradisi ini dilakukan, karena tidak semua desa melakukan tradisi yang sama untuk menyambut Nuzulul Quran ini.

Tradisi ini adalah untuk penghormatan kita terhadap turunnya Al-Quran yang mulia. Sebagaimana telah kita baca dan amalkan isinya, maka kita tidak boleh melupakan sejarah yang telah berlalu selama bertahun-tahun dari zaman Nabi Muhammad. Sebagai seorang santri yang pernah tinggal di pesantren, saya pun melihat bagaimana umat Islam sangat antusias dalam menyambut Nuzulul Quran ini. Di pesantren pun akan diadakan khatmil quran untuk menyambut turunnya Al-Quran ini. Bedanya, santri tidak membuat berkat karena memang keterbatasan yang ada. Sebagai umat Islam kita harus melestarikan tradisi ini untuk kemudian diturunkan kepada anak cucu kita agar tidak punah begitu saja tradisi yang telah tercipta dari dahulu.

Wallahu a’lam Bisshawab.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan