Tradisi Menjelang Ramadhan

1,585 kali dibaca

Ramadhan merupakan bulan yang ditunggu oleh semua umat Islam di belahan dunia manapun. Banyak tradisi yang dilaksanakan umat Islam saat akan memasuki bulan Ramadhan. Tradisi ini dilakukan secara turun-temurun dari umat terdahulu sampai sekarang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi ini merupakan akulturasi dari budaya dan agama yang mencampur menjadi satu dan membentuk tradisi baru.

Megengan

Advertisements

Untuk masyarakat Jawa, mungkin sudah tidak asing lagi dengan tradisi ini. Di daerah saya, megengan dilaksanakan sehari sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Istilah megengan berasal dari megeng yang berarti menahan.

Dengan demikian, tradisi ini memiliki simbol ketika akan memasuki bulan puasa, umat Islam harus bersiap menahan hawa nafsu dan juga godaan. Bukan hanya menahan lapar dan dahaga, namun juga menahan diri untuk berbuat atau berkata-kata yang tidak baik selama bulan Ramadhan berlangsung.

Umat Islam yang melaksanakan tradisi ini akan membuat nasi berkat yang kemudian dibawa ke masjid untuk didoakan oleh seorang kiai. Nasi berkat mempunyai simbol untuk memohon berkah atau nikmat dari Sang Kuasa untuk bisa menjalankan ibadah puasa dan merasakan nikmatnya orang berpuasa serta mendapatkan pahalanya. Berkat diambil dari bahasa Arab, yaitu barokah yang berarti berkah atau nikmat. Nasi ini dikumpulkan menjadi satu, dan setelah acara selesai, semua orang bebas mengambil nasi berkat yang bukan miliknya. Dalam artian mengambil milik orang lain.

Hal ini banyak mempunyai nilai positif, mulai dari keikhlasan seseorang ketika nasi berkat miliknya yang sudah dibuat dan diberikan lauk terbaik diambil dan dimakan orang lain. Nilai positif yang kedua sesama umat Islam sudah bermajelis, yang mana berkumpul merupakan hal baik yang sering dilakukan Rasulullah SAW.

Ngapem

Apem adalah makanan khas Jawa yang menjadi simbol dimulainya bulan Ramadhan. Apem ini berbentuk kue yang terbuat dari tepung beras pada masanya. Namun seiring berkembangnya zaman, kue ini sudah mempunyai banyak modifikasi dan lebih menarik.

Kue ini memiliki sejarah yang cukup unik pada masa Wali Songo, yang dulunya ada sebuah desa di Klaten dan warganya menderita kelaparan. Lalu, seorang murid dari Wali Songo membuat kue apem ini dan membagikannya kepada warga untuk kemudian dimakan sambil membaca lafaz asmaul husna, Yaa Qowiyyu (Allah Maha Kuat). Konon, setelah memakan kue apem ini warga menjadi kenyang atas kehendak Allah.

Kata apem ini berasal dari bahasa Arab Afuwwun/afwan yang berarti ampunan yang kemudian diadaptasi oleh masyarakat Jawa menjadi kata apem. Kue apem ini menjadi simbol permohonan maaf, baik kepada Sang Pencipta ataupun kepada sesama manusia. Menjelang Ramadhan, umat Islam berlomba-lomba untuk memohon ampun atau meminta maaf kepada sesama dengan tujuan agar tenang menjalankan ibadah puasa dan mendapatkan rida-Nya.

Roan

Dalam rangka menyambut bulan suci ramadhan, pemuda-pemudi di daerah saya selalu rutin melaksanakan tradisi ini. Membersihkan tempat ibadah terdekat baik masjid atau musala yang ada di desa. Remaja masjid yang membuat acara ini berbagi tugas mulai dari mencuci karpet, mengepel, menyapu, hingga mengecat kembali masjid atau musala untuk semaraknya bulan suci Ramadhan ini. Tidak lupa juga untuk memasang pengeras suara tambahan untuk menyemarakkan kegiatan tadarus Al-Quran dan shalat terawih berjamaah

Hal ini bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada masyarakat saat melaksanakan ibadah salat terawih yang tentu akan rutin dilaksanakan setiap hari.

Di daerah saya juga ada kegiatan pesantren kilat untuk anak-anak usia SD-SMP saat bulan Ramadhan. Kegiatannya berpusat di masjid desa dan diikuti oleh anak-anak desa setempat atau luar desa. Kegiatan ini meliputi mengaji bersama, berbuka puasa bersama, dan juga tadarus bersama serta kajian kitab lainnya yang sudah dipersiapkan oleh panitia.

Pawai Santri

Saat masih tinggal di pesantren, hampir setiap tahun saya dan teman-teman sangat menikmati acara ini. Pawai menyambut bulan suci Ramadhan merupakan momen yang paling ditunggu oleh santri-santri di pesantren tempat saya tinggal dulu.

Pawai ini merupakan kegiatan rutin yang diagendakan 2 hari sebelum bulan puasa tiba. Setiap santri wajib mengikuti kegiatan ini. Kami para santri diwajibkan juga memakai seragam pesantren dan memakai sarung serta menyeragamkan warna hijab. Rutenya tidak terlalu jauh namun cukup untuk refreshing karena pemandangannya sangat indah dan udaranya juga sangat sejuk, mengingat pesantren saya dulu berada di desa yang masih cukup asri dan alamnya masih terjaga dengan baik.

Santri-santri membawa bendera merah putih dan juga bendera Nahdlatul Ulama, lalu menyanyikan lagu dan selawat keagamaan dengan sangat gembira dan bersemangat. Pawai ini dilaksanakan ketika pagi hari setelah mengaji pagi. Jam 6 start jalan ketika udara masih sejuk-sejuknya.

Jadi, cukup banyak tradisi yang dilakukan umat Islam untuk mengekpresikan kebahagiaannya menyambut bulan Ramadhan ini. Yang saya tulis hanyalah di satu daerah, dan masih banyak lagi tradisi yang ada di daerah lainnya. Semua tradisi ini mempunyai nilai positif dan tujuan serta mempunyai manfaat. Sebagai umat Islam masa kini, kita hanya perlu melestarikan tradisi ini agar anak cucu kita nanti tahu dan paham dengan tradisi umat Islam terdahulu.

Wallahua’lam Bisshawab

Multi-Page

Tinggalkan Balasan