Tradisi Iluminasi Mushaf Quran di Asia Tenggara

2,466 kali dibaca

Dari berbagai tempat di Asia Tenggara, manuskrip dalam bentuk mushaf merupakan jenis naskah yang paling banyak disalin oleh para ulama pada masa lampau. Alasannya adalah kedudukan kitab Al-Quran yang begitu penting dalam masyarakat muslim, baik sebagai pedoman hidup atau sebagai medium dalam penyebaran ajaran-ajaran yang tertulis di dalamnya.

Semaraknya kegiatan penyalinan mushaf ini dikarenakan kaum muslim tidaknya hanya dituntut membacanya, tetapi juga harus memiliki mushaf tersebut. Tradisi seperti ini tampaknya sangat lazim diterapkan pada masa lampau. Dalam Hikayat Abdullah yang ditulis abad ke-19, Abdullah mendeskripsikan bahwa orang Islam sedari kanak-kanak sudah mengaji dan belajar menyalin ayat-ayat suci Al-Quran.

Advertisements

Mushaf di sini ditempatkan dalam pengertian kitab yang berisi ayat-ayat Al-Quran yang dikumpulkan atau dibukukan secara sistematik dan teratur, yang mengarahkan pada tradisi menyalin dan menulis Al-Quran pada masa lampau.

Salah satu kecenderungan penyalinan mushaf dan ayat-ayat suci Al-Quran lainnya adalah menghiasi bagian pinggir dari halaman awal atau akhir. Instrumen hias ini lebih dikenal dengan iluminasi, yang berarti menyebutkan hiasan dalam naskah, atau gambar dalam naskah (Kamus Filologi, 2018).

Beberapa ragam hias mushaf yang akan dijelaskan di sini dengan mengambil masing-masing satu naskah dari Jawa Barat, Aceh, Thailand Selatan, dan Trengganu (Malaysia). Pembahasan ini hanya sebagian kecil dari keragaman ragam hias yang ada, sehingga tidak merepresentasikan sepenuhnya akan keragaman dan keindahan mushaf di negara-negara Asia Tenggara.

Jawa Barat 

Salah satu mushaf dari Jawa Barat yang menarik dalam pembahasan ini adalah mushaf koleksi Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Kabupaten Subang. Naskah yang ditulis menggunakan kertas Eropa ini diketahui berasal dari tahun 1283 Hijriah atau 1866 Masehi. Keterangan tersebut ditemukan bagian akhir yang tertulis sebagai berikut.

Sim kuring ngajual Qur’an 20 Godon Bulan Sapar tanggal 8 Poe Arba’ lembur Cigupakan 1283 tanda kuring Mu Tolib eukeur tolabul ilmi di Cirebon …pisan lampahan. Tanda kaula nulis Qur’an satamatan keur di Sindanglaya aran kaula Embah Tolib sarta geusan terang pisan pang ngajualna hargana tilu puluh rupia…wulan Rayagung tanggal Opatbelas poe salasa.

Dari naskah tersebut dapat diketahui bahwa naskah ditulis di Sindanglaya dan hendak dijual seharga 20 gulden pada tahun 1283 Hijriah (1866 M) pada hari Selasa, sedangkan penulisnya adalah Mu Tolid (Embah Tolid).

Dari Iluminasi yang diguratkan oleh penyalinnya pada surah Al-Fatihah dan Al-Baqarah di atas, corak warna tradisional yang digunakan adalah warna kuning. Motif garis pada halaman ini terlihat difungsikan sebagai motif yang membingkai mushaf. Motif lainnya adalah lingkaran  menyerupai rangkaian gelombang dan beberapa lingkaran kecil yang jejerkan.

Aceh

Mushaf kedua adalah salah satu dari tiga Al-Quran kuno Aceh yang tersimpan di Museum Pedir, Pidie Jaya. Dalam salah satu naskah yang diperlihatkan ini tidak diketahui siapa penyalin atau pemilik naskah. Naskah-naskah demikian dapat ditempatkan hadir dalam kurun waktu abad ke-13 atau ke-14 Masehi. Ini berarti masa sebelum dan sesudah Kesultanan Samudera Pasai, yakni zaman ketika perkembangan Islam mulai membumi dan menyebar ke seluruh penjuru di Tanah Aceh.

Pada mushaf ini iluminasi dominan berbentuk bunga. Jika dilihat pada bagian atas, bunga berbentuk kecil merupakan motif bungong ayu-ayu, dan motif yang berwarna merah pada setengah lingkaan besar dan bingkai kedua, terdapat dua motif yakni motif bungong awan-awan dan awan si on.

Motif lainnya adalah pada gambar setengah lingkaran berjumlah tiga yang ditumpuk membentuk kubah. Pada bagian pucuknya terdapat motif bungong sulu bayong dan di dalam lingkaran terdapat motif bungong sagoe.

Motif bunga dalam dari dua naskah lainnya juga menjadi motif utama dalam pilihan ragam hiasnya. Adanya motif-motif ini secara tidak langsung menginfomasikan identitas asal penyalin naskah, dan juga merupakan bentuk representasi penyalin dalam mengenalkan keindahan bunga di wilayah asalnya.

Thailand

Manuskrip ketiga adalah manuskrip dari koleksi masjid tertua di Telok Manok, Provinsi Narathiwat, Thailand Selatan. Di dalam masjid yang dibangun dari kayu dan berbentuk rumah panggung ini awalnya memiliki tiga mushaf, tetapi yang tersisa hanya dua. Ketiga mushaf ini berasal dari warisan keluarga pengurus masjid yang bernama Abdul Hamid bin H Yusuf.

Mushaf yang akan dijelaskan di atas adalah salah satunya dari koleksi masjid ini. Mushaf disalin menggunakan kertas Eropa dengan watermark berbentuk tiga bulan sabit. Kondisi dari naskah ini sangat terawat dan memiliki keterbacaan yang jelas, hanya saja pada tiap lembar sisi naskah terdapat banyak robekan.

Lembar awal naskah dihiasi sepuhan emas dan motif-motif berbentuk kubah, dan pada setiap kepala surat juga dihiasi motif-motif floral dan tulisan bersepuh emas. Berdasarkan isinya naskah, jumlah teks ditemukan tidak lengkap, dua surat yang hilang yakni surah Al-Falaq dan An-nas sudah hilang, tidak diketahui pasti sebab dua surah ini hilang atau sengaja dirobek atau tercecer saat dipinjamkan.

Trengganu

Mushaf Al-Quran ini adalah salah satu dari sekian banyak mushaf yang ada di Trengganu. Berdasarkan catatan akhir pada naskah diketahui bahwa naskah ini ditulis pada 13 Syaban tahun 1275 Hijriah (1859 M). Penulis dari naskah ini adalah Haji Ahmad yang dihasilkan pada zaman pemerintahan Baginda Sultan Omar. Sebagai mana catatan akhir (kolofon) yang tertulis:

“Khatam menyurat Qur‟an daripada waktu zohor daripada Arba‟a daripasa tiga belas bulan Sya‟ban daripada hijrat Nabi Salla Allah „Alayhi wa Sallam seribu dua ratus tujuh puluh lima pada tahun da tahun Haji Ahmad yang menyurat dia fakir yang sangat tua duduk di Kampung Manjelagi tamat kalam bi al-Khair wa Salam.

Mushaf ini masih disimpan dan dapat dinikmati keindahannya di Museum Kesenian Islam Malaysia. Walaupun terdapat banyak kerusakan pada naskah, teks masih memiliki keterbacaan yang jelas.

Kenampakan naskah ini dihias dengan berbagai tinta yakni warna merah, kuning, biru dan hijau. Berdasarkan gambar tersebut, hiasan emas yang dipadukan dengan motif floral mendominasi bentuk dari naskah ini, ciri-ciri demikian yang juga tampaknya menjadi ragam khas mushaf dari Trengganu.

Referensi:

Rohmana, J. A. (2018), Empat Manuskrip Alquran Di Subang Jawa Barat (Studi Kodikologi Manuskrip Alquran). Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, 3(1), 1-16.

Andeska, N., Setiawan, I., & Wirandi, R. (2019), Inventarisasi Ragam Hias Aceh pada Iluminasi Mushaf AL-Quran Kuno Koleksi Pedir Museum di Banda Aceh, Gorga: Jurnal Seni Rupa, 8(2), 351-357.

Akbar, A. (2019), Manuskrip Al-Quran di Thailand Selatan, Suhuf, 12(2), 373-392.

Azmi, R., & Abdullah, M. (2017), Manuskrip al-Qur’an di Alam Melayu: Kajian Terhadap Manuskrip al-Qur’an Terengganu, Jurnal Usuluddin, 45(2), 19-54.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan