Tiga Corak Hidup

1,245 kali dibaca

Dari dulu kita tahu bahwa di sekeliling kita ada tiga corak hidup yang harus dijadikan patokan. Kadang kala ketiga corak hidup itu saling terjalin baik, tetapi pada waktu yang lain ada yang berbenturan satu sama lainnya.

Tiga macam corak hidup itu adalah, pertama, corak hidup hidup Islam. Yaitu, corak hidup manusia dalam melakukan sesuatu hal atau perbuatan sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan Allah dan Rasulnya. Sehingga menjadikan keperibadian manusia yang tidak luntur oleh panasnya dunia modern dan tidak luntur oleh majunya baik zaman maupun pikiran manusia dan perkembangan ratio itu sendiri.

Advertisements

Kedua, corak hidup hidup tradisional. Yaitu, suatu bentuk perbuatan manusia yang asal sumbernya dari nenek moyang terdahulu yang sejatinya tidak dapat diketahui lagi asal usulnya. Itu pun hanya dilakukan orang dari satu turunan ke lain keturunan, yang dipelihara dengan baik dan benar dan memegang teguh pada prinsip adat. Corak ini tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan. Sejatinya, corak ini berkembang terus dari abad ke abad, kendati sering pula mengalami proses-proses penyesuaian sebagai akibat dari adanya landasan sistem yang bermula dari pikiran dan perasaan manusia semata.

Ketiga, corak hidup modern. Yaitu, suatu bentuk perbuatan manusia didasarkan pada perkembangan ilmu dan teknik, disebabkan oleh hiruk-pikuk hidup manusia di dunia yang telah multikompleks, sehingga timbullah corak tiru-meniru, contoh-mencontoh, dan seterusnya. Dan tidak sedikit corak hidup demikian ini dipengaruhi oleh anasir-anasir luar dari berbagai bangsa.

Secara bersamaa, ketiga macam corak hidup ini bisa berada dalam diri kita masing-masing, meskipun tebal tipisnya tidak sama satu dengan yang lainnya. Tentunya, dipengaruhi iklim tempat tinggal orang itu sendiri, yang bisa membedakan antara orang yang hidup di kota dan orang yang hidup di desa, misalnya.

Adakalanya ketiga macam corak ini dapat menjurus ke satu arah yang sama, seperti mendorong ke kehidupan untuk mencari ilmu dan menuntut ilmu, menjaga kebersihan. Tetapi, adakalanya ketiga bentuk ini tidak sejalan, seperti dalam hal menghormati orang tua, misalnya.

Dalam hal ini, dapat dikatakan corak hidup yang Islam dan tradisionil sejalan, karena aib dan hinalah hidup jika tidak berbuat baik pada orang tua. Tetapi, hidup corak modern, tidak memberikan penghargaan yang semestinya pada orang tua sesuai dengan kasih sayang orang tua pada anaknya. Malah, yang ada semakin tebal kehidupan modernnya, ada kecenderungan makin rendah pula penghormatannya pada orang tua. Demikian halnya dalam menjaga kebersihan, corak Islam dan adat sama ketat, sedang hidup modern sanggat longgar karena hilang rasa malu.

Sengaja dibahas masalah ini karena dari masing-masing manusia menyadari bahwa hidup ada mulanya dan ada ujungnya. Tidak terkecualikan semua manusia akan berada dalam kandungan ini. Baik orang itu muslim maupun nonmuslim. Sejatinya, orang yang beriman harus dengan yakin dan sepenuhnya bahwa sepanjang jalan kehidupan, lahir perbuatan, tindakan, usaha, ikhtiar, rencana, maka nilai terakhir yang akan memberikannya ialah Allah yang memberi hidup pada hambanya.

Apabila perbuatan yang dihasilkannya seperti karya, rencanam, usaha, dan sebagainya sesuai dengan keridhaan-Nya, maka Allah akan memberikan penghargaan tinggi pada nantinya di akhirat. Sebaliknya, kalau semua tindakan dan perbuatannya tidak sesuai dengan garis-garis yang ditentukan Allah dan ridha-Nya, maka dia mendapatkan kerugian yang besar dalam hidupnya.

Di sini, Islam memberi petunjuk praktis agar seluruh tindakan dan perbuatan manusia diridhai Allah. Dalam terjadi kecenderungan masyarakat meninggalkan adat dari nenek moyang karena hidup dikepung dunia modern, maka untuk bertindak dalam hidup dapat menggunakan bentuk corak Islam.

Kata adat itu berasal dari bahasa al-Quran (Arab), yaitu ‘aadat, lalu diindonesiakan menjadi bahasa pergaulan sehari-hari. Pada pokoknya, adat ialah sesuatu yang dibiasakan lalu dilakukan berulang kali sehinga menjadi kebiasaan yang berjalin dalam hidup. Dan adat itu sendiri mampu memberikan corak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sementara istilah “modern”, sebagai perkataan yang telah umum dikenal sekarang ini, sejatinya telah memberikan corak sendiri sebagai munculnya kemajuan rasio insani sejak berapa abad muktahir ini. Malah setidanya ada salah satu golongan yang mengatakan bahwa modern itu melepaskan diri dari nilai-nilai kehidupan lama, apakah itu agama maupun adat. Ada pula golongan yang lainnya yang tidak sekeras itu. Hanya sekadar hendak memanfaatkan ilmu dan teknik saja.

Hadirnya Islam di tengah-tengah kehidupan manusia ini diperuntukkan buat kebahagiaan manusia lahir dan batin, dunia dan akhirat. Hal ini harus menjadi acuan bahwa selama tidak melanggar agama Islam, maka Islam menerimanya, seperti ikram dhaif, memuliakan tamu yang sejatinya adalah kebiasaan adat lokal (Arab) yang dihargai oleh Islam, malah termasuk kesempurnaan Islam seseorang.

Demikian pula modern yang mewajahi hidup sekarang hendak memanfaatkan ilmu da teknik sungguh dihargai Islam. Tetapi, kalau modern itu dimaksudkan untuk meniru dan mencontoh tata laku berbagai bangsa lain, maka Islam memperingatkan akan bahanya.

Dalam al-Quran Allah telah memberikan garis: Dan dia Allah tidak menjadikan dalam agama suatu kesempitan untukmu (alhaj ayat 78).

Allah memberikan agama kepada manusia untuk memudahkan hidupnya dalam bertindak dan berbuat. Dan dari situlah bermunculan berbgai kaidah-kaidah hukum syariat Islam. Seperti dalam pernikahan ditentukan pokok-pokoknya, yaitu adanya calon pengantin (lelaki dan wanita), wali, ijab, qabul, saksi, lalu mahar yang tersanggupi. Tetapi, kalau ditambah upacara dengan tradisi lama maka memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang sangat banyak.

Atau, kalau dibawakan secara modern lain pula bentuknya dengan walimah yang besar-besaran, malah karena besarnya sampai terlanggar prinsip yang akan menjadi saluran berkah Allah dalam keluarga, seperti disebutkan dalam sebuah hadits:

Makanan walimah pesta kawin di mana diundang orang yang biasa kenyang, tetapi orang yang lapar ditinggalkan saja, adalah makan yang tidak baik, tidak diridhai oleh Allah (Hadits Ahahih at-Tabrani).

Hadits ini memperingatkan agar dalam pesta itu berilah bahan makanan untuk orang miskin agar mereka sama menikmati dan mendoakan pula. Dengan demikian jelas bahwa corak hidup Islam itu memudahkan, taisir.  Kalau manusia menghadapi kesulitan, atau sesuatu yang berat dalam hidupnya, harus dicari pokoknya, apakah faktornya tradisi lama, ataukah gelombang modern yang melanda. Sebab, tidak jarang suatu tradisi lama yang tidak jelas dasar-dasarnya dikira orang dari Islam, padahal tidak, seperti: menanam kepala kerbau untuk bangunan dan sebagainya. Dikira orang-orang itu dari Islam. Sebenarnya tidak.

Muslim atau beragama Islam bukanlah sekadar dengan syahadat dan ibadat yang lazim, tetapi setiap gerak-gerik harus bernapaskan, berjiwa, dan bersemangat Islam.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan