Terjebak Euforia Ramadan

981 kali dibaca

Pada sebuah saluran TV swasta, belum lama ini Ustaz Reza Muhammad mengatakan bahwa masyarakat muslim awam banyak yang terjebak dalam euforia Ramadan. Hal ini dijelaskan dengan kegiatan yang lebih mengarah kepada kemeriahan suasana yang di luar substansi nilai ibadah bulan suci ini.

Digambarkan, di awal Ramadan biasanya jamaah tarawih begitu membludak, baik di masjid-masjid atau musala. Namun di pertengahan atau akhir bulan Ramadan, biasanya jamaah salat yang hanya terjadi di bulan Ramadan ini semakin berkurang. Justru yang penuh di tempat-tempat perbelajaan, seperti mal, pasar, swalayan, dan lain sebagainya.

Advertisements

Euforia Ramadan tekadang menjebak kita untuk melakukan sesuatu yang jauh dari target taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah. Padahal, bulan yang penuh berkah ini sejatinya harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang lebih membangun spiritual agama. Agar dalam menjalani ibadah Ramadan (puasa, tarawih, mendaras Al-Quran, sedeqah, dan lain-lain) menjadi sesuatu yang akan memberikan afek kebaikan di dunia dan akhirat.

Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Kegiatan-kegiatan di luar substansi nilai Ramadan yang justru menjadi lebih intens dan semarak. Menabuh genderang untuk membangunkan orang sahur adalah sebuah niatan yang baik. Namun perlu dipahami bahwa riuh tetabuhan genderang dan alat lainnya tidak hanya didengar oleh orang yang mau puasa. Mereka yang tidak ada kaitannya dengan kewajiban puasa, semisal anak kecil, orang jompo, orang dalam keadaan sakit, bahkan orang nonmuslim sekalipun harus mendengar keberisikan dari tetabuhan keliling kampung. Tidak semua orang merasa senang dan memaklumi kondisi budaya atau tradisi ini. Maka mencoba membatasi kebisingan merupakan langkah yang terbaik.

Ustaz Zacky Mirza, yang beberpa hari yang lalu mengalami tidak sadarkan diri saat memberikan tausiyah, juga menjelaskan bahwa di Mesir tradisi membangunkan sahur juga ada. Namun, kegiatan tahunan itu dilakukan dengan aturan yang ketat. Di antaranya dilakukan dengan cara mengumandangkan bacaan selawat dan ayat-ayat Al-Quran dengan suara yang merdu dari seseorang yang sudah diseleksi sebelumnya. Maka, menurut Ustaz Zacky, seharusnya kegiatan membangunkan sahur diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi miskomunikasi dan miskonsepsi di tengah kehidupan yang plural dan beragam.

Kita masih ingat, bahwa beberapa waktu yang lalu, artis pemeran Para Pencari Tuhan, Zaskia Adya Mecca, di-bully para nitizen gara-gara mempertanyakan keetisan membangunkan sahur lewat TOA masjid dengan gaya nyeleneh. Mempertanyakan kewajaran sesuatu yang dianggap tak wajar merupakan kewajaran itu sendiri. Artinya, tidak masalah ketika kita punya pemikiran lain terkait sesuatu yang dipandang kurang etis. Tentu saja sebagai publik figur, Zaskia harus menerima kenyataan yang terjadi, meski semua bermula dari niatan yang baik.

Hingga akhirnya, Rama —yang membangunkan sahur lewat TOA masjid dengan suara tidak biasa (Mimi Peri)— diundang untuk meluruskan bahwa antara Zaskia dan Rama terjalin hubungan yang biasa-biasa saja. Setiap orang punya hak untuk berpendapat, senyampang penyampaian pendapat itu dilakukan dengan cara sopan dan baik. Bukan sekadar merundung, mempersikusi, mencela, mencemooh, merendahkan, dan sikap yang tidak bertanggung jawab lainnya.

Euforia Ramadan merupakan sesuatu yang wajar. Karena bulan suci ini datang hanya sekali dalam setahun. Tetapi, euforia yang sebenarnya adalah bagaimana kita bergembira, bersuka ria untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Bukan hanya sebatas hura-hura, pesta pora, bersuka ria, tanpa adanya nilai ibadah yang bahkan justru terjebak kepada sikap lalai dan tak mengindahkan terhadap substansi Ramadan. Wallahu A’lam! 

Multi-Page

Tinggalkan Balasan