Tak Kenal Wayang, Maka Tak Sayang

726 kali dibaca

Rating wayang beberapa hari ini mulai mencuat. Ia kini berposisi sebagai bahan diskusi yang renyah. Banyak kalangan yang turun langsung ke ‘medan laga’. Misi yang mereka bawa sama; menangkis khalayak dan menepis tuduhan seni budaya yang kian terkikis. Mereka satu tujuan; merespons pernyataan Ustaz Khalid Basalamah yang menyatakan di kanal youtube bahwa wayang hukumnya haram dan harus dimusnahkan.

Para pendakwah menepis tuduhan itu dari podium ke podium. Pun demikian dengan para penulis. Mereka mengasah penanya untuk menangkis pernyataan tersebut dari media ke media. Selain mereka, para dalang juga seketika bagai harimau yang bangun dari tidurnya. Kumisnya berdiri. Wayang-wayang yang jadi sasaran ‘ghibah’ seolah juga mulai melepas diri dari batang pohon pisang di panggung-panggung pergelaran. Mereka hendak urun argumen tentang eksistensi wayang yang senyatanya penyayang. Mereka mau menunjukkan bahwa substansi wayang adalah keselamatan dan kasih sayang.

Advertisements

Oleh karena itu, agar wayang tak sekadar terlintas dalam bayang-bayang, perlu kiranya kenalan lebih dulu apa itu wayang, bagaimana sejarahnya, apa tujuannya, dan lain semacamnya.

Di dalam buku Mengenal Kesenian Nasional 1 Wayang ini, Kustopo selaku penulisnya menyatakan bahwa wayang berasal dari bahasa Jawa “wewayangan” yang berarti bayangan. Dikatakan wayang atau wewayangan karena pada zaman dulu untuk menonton wayang, penonton berada di belakang layar yang disebut kelir, sang dalang memainkan wayang yang diterangi lampu sehingga menimbulkan bayangan yang menempel pada kelir pertunjukan (hlm. 1).

Kelir pertunjukan terbuat dari kain putih yang membentang membatasi antara dalang dengan penonton. Penonton tidak bisa melihat dalang secara langsung, melainkan hanya bisa menyaksikan bayangan wayang yang seakan-akan bayangan wayang yang menempel pada kelir tersebut adalah manusia yang hidup.

Kustopo dalam buku ini juga mengulas sejarah wayang. Ia menulis bahwa sebagaimana di dalam Kitab Centini, asal-usul kesenian wayang diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Kediri. Pada abad ke-10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar (hlm. 2).

Masa berikutnya, pada zaman Jenggala, kegiatan penciptaan wayang semakin berkembang. Semasa berkuasa Sri Suryawisesa giat menyempurnakan wayang Purwa. Selama masa pemerintahan Suryaamiluhur gambar-gambar wayang dari daun lontar hasil ciptaan leluhurnya dipindahkan pada kertas dengan tetap mempertahankan bentuk yang ada pada daun lontar. Lalu, pada zaman Majapahit usaha melukiskan gambaran wayang di atas kertas disempurnakan dengan ditambah bagian-bagian kecil yang digulung menjadi satu.

Pada masa pemerintahan Raja Brawijaya, berkat bantuan putranya yang bernama Raden Sungging Prabangkara, ia menyempurnakan wujud wayang dengan cat. Lalu, sejak runtuhnya kerajaan Majapahit (1433 tahun saka atau 1511 M), wayang beserta gamelannya diboyong ke Demak oleh Sultan Demak Syah Alam Akbar I yang sangat menggemari seni kerawitan dan pertunjukan wayang.

Tak hanya masa sekarang, saat itu pun, sejak wayang serta seperangkat alatnya dibawa ke Kerajaan Demak, terdapat anggapan dari sebagian pengikut agama Islam bahwa gamelan dan wayang adalah kesenian yang haram sebab berbau Hindu. Maka, untuk menghilangkan kesan yang serba berbau Hindu dan kesan pemujaan kepada arca, timbullah gagasan baru untuk membuat wayang dalam wujud baru dengan menghilangkan wujud gambaran manusia.

Kemudian, berkat keuletan dan keterampilan para pengikut Islam yang menggemari kesenian wayang, terutama para wali, berhasil menciptakan bentuk baru dari Wayang Purwa dengan bahan kulit kerbau yang agak ditipiskan dengan wajah digambarkan miring, ukuran tangan dibuat lebih panjang dari ukuran tangan manusia, sehingga sampai ke kaki. Tokoh yang menciptakan wayang seperti ini adalah Sunan Kalijogo.

Pada zaman itu pula, Sunan Giri menciptakan wayang jenis lain, yaitu Wayang Gedog. Gedog artinya kuda. Dengan demikian, wayang gedog adalah wayang yang menampilkan cerita-cerita kepahlawanan. Sunan Kudus lalu menetapkan, wayang gedog hanya boleh digelar di dalam istana. Karena wayang gedo hanya dipagelarkan di dalam istana, maka Sunan Bonang membuat wayang Damarwulan untuk dipertontonkan kepada rakyat.

Berdasarkan sejarah ini, kesenian wayang jelas lahir di bumi Indonesia, dan merupakan salah satu sarana penyebaran agama Islam yang paling jitu. Jadi, hanya orang-orang yang belum kenal wayang yang tak sayang wayang. Maka, jika ingin sayang, kenalilah dulu wayang. Sebab, tak kenal wayang, maka tak sayang.

Data Buku

Judul                        : Mengenal Kesenian Nasional 1 Wayang
Penulis                    : Kustopo
Penerbit                  : Alprin Semarang
Cetakan                  : I, 2019
Tebal                       : 62 halaman
ISBN                       : 978-623-263-487-9

Multi-Page

Tinggalkan Balasan