Streotipe Perempuan dan Analisis Komunikasi Interpersonal

1,920 kali dibaca

Problematika panjang yang selalu muncul di permukaan adalah isu-isu ketimpangan gender. Isu-isu ini kemudian memunculkan banyak pertanyaan tentang esensi bernegara yang damai, adil, dan terciptanya kehidupan yang nyaman.

Fenomena ini bermula dari sifat-sifat dan sistem sosial yang sering mengesampingkan peran perempuan dalam berbagai bidang sosial sehingga merujuk pada perlakuan eksploitasi kerja. Perempuan dijadikan objek diskriminasi yang nyata, lalu berujung pada penindasan yang terus berlajut dari masa ke masa.

Advertisements

Apa itu Gender?

Sejak kecil pikiran manusia sudah dibentuk melalui doktrin yang diberikan oleh lingkungan mereka. Setiap sudut pandang bahkan tindakan manusia merupakan hasil karya dari alam yang membentuknya. Manusia tidak bisa tumbuh dan hidup atas dirinya sendiri, namun ada tali sosial yang mengikat antara satu dengan yang lain. Sehingga, seperti mata rantai yang tidak bisa terpisahkan, mereka saling mempengaruhi karena melakukan hubungan yang silang menyilang. Maka dari itu, peran manusia yang satu kepada kehidupan manusia yang lain mempunyai pengaruh besar atas keberlangsungan hidupnya pada hari itu bahkan untuk masa depan.

Memaknai gender seringkali disalahpahami sebagai objek biologis (seks), yakni jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Padahal, gender dan seks adalah dua hal yang berbeda. Gender adalah konstruksi sosial yang dipengaruhi kondisi sosial, budaya, politik, ekonomi, agama, maupun lingkungan etnis. Sementara, seks adalah pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu dan telah melekat pada laki-laki dan perempuan sejak mereka lahir.

Dengan demikian, gender dan seks adalah dua penafsiran terhadap perbedaan laki-laki dan perempuan. Gender bersifat nonbiologis, adapun seks bersifat biologis. Artinya, gender bukanlah suatu sifat yang ada pada diri manusia sejak lahir. Ia sifat yang diberikan kepada manusia oleh lingkungan mereka.

Dalam gender, misalnya, ada sifat kuat, pemberani, maskulin, feminim, lemah lembut, penakut, dan lain sebagainya. Sementara, dalam seks, misalnya, laki-laki memiliki jakun dan perempuan mengalami menstruasi ketika berumur sembilan tahun.

Maka, gender dapat dipahami sebagai pelabelan yang dibentuk berdasarkan klasifikasi sosial. Ia ada karena kesepakatan masyarakat yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan. Namun, yang menjadi permasalahan adalah ketika gender kemudian memberikan posisi yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan. Padahal, sifat kuat dan lemah tidak bisa ditetapkan di satu pihak. Ia bukan kodrat yang mesti dimiliki satu-satunya oleh manusia. Laki-laki boleh lembut, perempuan boleh berani. Antara maskulin dan feminim tidak membatasi jenis kelamin.

Bagaimana Streotipe Bermula

Bermula dari gender yang disalahfungsikan sehingga berakibat pada posisi perempuan yang dipojokkan. Ia seakan tidak memiliki kuasa yang sama seperti yang laki-laki dapatkan. Anggapan bahwa perempuan hanya bisa bekerja di bagian domestik sementara laki-laki boleh masuk ke dalam politik. Hal ini menyimpang dari hakikat pengertian gender, yang pada mulanya gender sebagai sifat (pembeda) yang dikonstruk oleh masyarakat berubah orientasi terhadap pengambilan hak-hak perempuan.

Beberapa bentuk ketimpangan tersebut, misalnya, perempuan selalu mendapatkan streotipe buruk dari masyarakat di dalam berbagai kasus. Streotipe mengacu pada kecenderungan persepsi yang tidak dapat diubah pada suatu individu atau kelompok. Streotipe buruk tentang perempuan, misalnya. Perempuan yang merokok seringkali dianggap perempuan yang tidak benar. Perempuan yang keluar malam dicap sebagai perempuan murahan dan semacamnya.

Dari sini dapat terlihat bahwa pelabelan buruk terhadap perempuan dimulai dengan penyampaian informasi melalui komunikasi dari individu kepada individu yang lain. Informasi ini kemudian mengakar menjadi kebudayaan yang tidak bisa dihapuskan dalam anggapan sosial. Maka, peran komunikasi dalam kehidupan sangat berpengaruh. Bahkan, baik buruknya masa depan ditentukan komunikasi yang dilakukan pada hari ini. Karena menjadi kebutuhan pokok keberlangsungan hidup manusia, maka komunikasi adalah kunci peradaban di bumi.

Komunikasi Interpersonal

Secara umum, komunikasi dimaknai sebagai media penyampai informasi manusia kepada manusia yang lain. Bahasa, ekspresi, ataupun tanda-tanda yang lain dijadikan simbol oleh manusia dalam menafsirkan sesuatu atau hendak menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Segala sesuatu yang mengandung informasi itu adalah proses komunikasi, ada penyampai dan pendengar. Penyampai informasi disebut sebagai komunikator sementara pendengar sebagai komunikan.

Merujuk kepada komunikasi interpersonal, komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan komunikator secara berhadap-hadapan sehingga memperoleh respon langsung dari penanggap atau komunikan. Proses komunikasi ini dinyatakan sebagai komunikasi paling efektif dalam merubah sikap, pendapat bahkan tindakan seseorang. Dalam arti, komunikasi ini dilakukan secara langsung tanpa media yang lain. Karena tolok ukur sampai tidaknya informasi yang hendak disampaikan dapat terlihat dari reaksi yang menerima informasi.

Pengaruh Komunikasi

Pada hakikatnya dalam kehidupan sosial, komunikasi selalu diarahkan kepada pencapaian suatu situasi integrasi sosial. Komunikasi interpersonal dilakukan untuk memberikan pengaruh kepada orang lain sehingga tidak ada pengetahuan yang tidak sama antara komunikator dan komunikan. Namun, pengaruh tersebut perlu digarisbawahi.

Pengaruh mencakup dua hal, yakni pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif selalu mengarahkan kepada jalan yang lurus, akan tetapi pengaruh negatif akan merugikan pihak-pihak tertentu. Adanya streotipe buruk terhadap perempuan dimulai dari komunikasi interpersonal yang memberikan pengaruh buruk, dan itu berlanjut hingga menjadi kebudayaan yang mendarah daging.

Kesimpulan

Ketimpangan gender bermula dari beberapa hal kecil, contohnya streotipe buruk terhadap perempuan. Perempuan menjadi tolok ukur baik buruknya sesuatu, bukan sesuatu yang menjadi tolok ukur baik buruknya seseorang. Daya mereka diambil secara sepihak, hak-hak yang dimiliki diabaikan begitu saja. Maka peran komunikasi dalam kemanusiaan sangat berpengaruh besar.

Dengan komunikasi, kebudayaan dapat tercipta, peradaban mampu berlanjut, dan kedamaian bisa terealisasikan. Maka, demi keberlangsungan hidup yang baik di masa depan, komunikasi mesti dilakukan dengan baik. Informasi harus disaring lagi dan lagi sebelum disalurkan menjadi pengetahuan bagi orang lain.

Referensi
Aan Susanti, Kesetaraan Gender di Indonesia, Desember 2018, hlm 1.
Errika Dwi Setya Watie, Komunikasi dan Media Sosial, The Messeger. Vol.3. No.1. 201, hlm 70.
PMII Rayon Pembebasan, Modul Mapaba Pembebasan 2022, November 2022, hlm 64.
“Pengertian Komunikasi Interpersonal”, Konsultan Psikolog, Jakarta, 2019. https://www.konsultanpsikologijakarta.com/pengertian-komunikasi-interpersonal/, diakses pada tanggal 7 Desember 2022.
“Streotype Gender dan Pengaruhnya terhadap Konsep Diri Perempuan”,  https://www.hipwee.com/list/stereotype-gender-dan-pengaruhnya-terhadap-konsep-diri-perempuan/, diakses pada tanggal 06 Desember 2022.
Susanto, Astrid S, Komunikasi Sosial di Indonesia, Bandung, Binacipta, hlm 1.

Multi-Page

One Reply to “Streotipe Perempuan dan Analisis Komunikasi Interpersonal”

Tinggalkan Balasan