Ada Pelangi di Antara Kita

1,794 kali dibaca

Pelangi memang fenomena alam. Tapi dalam pengertiannya yang lain, pelangi juga menjadi fenomena sosial. Bahkan, sebagai fenomena sosial, usianya mungkin sudah setua sejarah masyarakat manusia. Namun, kita lebih sering menganggapnya tak ada, atau berharap tak ada, atau ingin menyingkirkannya, dan selalu membencinya jika ia tetap ada di antara kita.

Baru-baru ini, pelangi sebagai simbol fenomena sosial muncul di tengah hiruk-pikuk penyelenggaraan Piala Dunia 2022 di Qatar yang berlangsung sejak 20 November hingga 18 Desember 2022. Misalnya, sejumlah tim minta diizinkan mengenakan ban kapten berwarna pelangi. Bahkan, banyak suporter dari sejumlah negara mengibar-ngibarkan bendera pelangi di arena Piala Dunia hingga ada yang berani memasuki lapangan pertandingan.

Advertisements

Rupanya, Piala Dunia Qatar oleh sebagian tim dan suporter dijadikan ajang untuk mengkampanyekan kebebasan berekspresi dan kesetaraan pengakuan dan hak, dalam hal ini adalah kesetaraan pengakuan dan hak dari kelompok masyarakat lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Dan kita tahu, sejak diciptakan oleh seniman dan aktivis gay Amerika Serikat Gilbert Baker pada 1970-an, warna dan bendera pelangi telah menjadi simbol LGBT. Maka, pengibaran bendera pelangi itu dimaksudkan sebagai dukungan agar kelompok masyarakat LGBT ini memperoleh kesetaraan pengakuan dan hak yang sama dengan kelompok masyarakat pada umumnya.

Sayangnya, sebagai negara muslim, Qatar sebagai tuan rumah melarang penggunaan simbol-simbol LGBT di wilayahnya, termasuk di spot-spot Piala Dunia. Sehingga, FIFA pun melarang hal yang sama. Itulah kenapa tim Jerman melakukan aksi tutup mulut sebelum memulai pertandingan melawan Jepang sebagai tanda protes atas pelarangan tersebut. Bahkan, ada yang menyebut Qatar sebagai negara homofobia.

Pengibaran simbol-simbol LGBT dan penentangannya di sela-sela kemeriahan Piala Dunia Qatar itu menggambarkan adanya kontroversi, pro-kontra, akan fenomena “keragaman” orientasi seksual yang sebenarnya terjadi nyaris sepanjang sejarah masyarakat manusia. Sesungguhnya LGBT ini bukan fenomena baru. Ceritanya sudah sering kita dengar sejak berabad-abad yang lalu. Bahkan, Al-Qur’an mengabadikan fenomena ini, yang terjadi pada kaum Nabi Luth, yang diperkirakan hidup 4000 atau 6000 tahun Sebelum Masehi. Bahkan, dalam Kitab Tarikh al-Khulafa karya Imam Suyuthi seperti yang pernah dikutip Nadirsyah Hosen alias Gus Nadir, disebutkan setidaknya ada tiga khalifah dalam sejarah kekhalifahan Islam yang memiliki orientasi seksual gay.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan