Semerbak Bau Harum Ibadah Ramadan

2,363 kali dibaca

Sore itu, di Pondok Pesantren Mahasiswa (PPM) Hasyim Asy’ari Yogyakarta, teman-teman santri sedang membicarakan larangan mudik dari pemerintah, yang akan berlaku mulai tanggal 6-17 Mei 2021. Ada banyak kecemasan terpantul dari wajahnya. Bayang-bayang kampung halaman terus digambar sedemikian rupa. Bulan Ramadan bukan hanya momentum untuk meningkatkan spiritualitas akan ketuhanan, melainkan jadi ladang untuk memetik rindu dengan keluarga.

Dalam Islam, puasa Ramadhan adalah satu-satunya ibadah yang hanya untuk dan milik Tuhan, tetapi masih ada hubungan erat dengan aspek sosial masyarakat. Banyak hal yang bisa kita dapatkan dari bulan puasa. Seperti kedisiplinan, kejujuran, dan kepekaan terhadap sesama. Puasa diperintahkan kepada umat Islam, sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran, yaitu:

Advertisements

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah, Ayat 183).

Lantas kenapa kita diwajibkan untuk berpuasa?

Untuk menjawab pertanyaan ini, saya jadi teringat apa yang sering diceritakan oleh kiai dan ustaz di pesantren. Katanya, selain manusia, ada makhluk ciptaan Tuhan yang melakukan ritual bertapa untuk menjadi lebih baik, yaitu seekor ulat. Di mana, ulat membungkus dirinya menjadi kepompong. Di fase ini biasanya membutuhkan waktu selama 12 hari, sebelum akhirnya ulat keluar dan mengubah bentuk menjadi kupu-kupu.

Sebelum menjadi kupu-kupu, tidak ada satu pun manusia yang menyukai ulat. Menjijikkan bukan? Maka, dengan proses metamorfosis, akhirnya ulat mengubah bentuk dengan begitu indah, menjadi kupu-kupu. Dari seekor kupu-kupu inilah kita bisa belajar bagaimana manusia juga diberikan satu kewajiban berupa puasa di bulan suci Ramadan oleh Allah. Nah! Sekarang tinggal bagaimana cara pandang (mode of though) kita dalam memaknai ibadah puasa.

Saya kira, puasa tidak maknai sekadar ibadah tahunan. Lebih dari itu, puasa di bulan Ramadan merupakan proses menuju pendewasaan pikir, kesalehan spiritual, dan kepekaan sosial. Seperti yang saya sudah disinggung sebelumnya, bahwa kita akan menemukan setidaknya nilai-nilai dalam puasa Ramadhan; kedisiplinan, kejujuran, dan kepekaan sosial.

Pertama, kedisiplinan yang dimaksud adalah bagaimana umat Islam bisa mengatur waktu, patuh pada aturan agama dan negara. Semisal, disiplin dalam menjalankan ibadah, tepat waktu menunaikan kewajiban berupa salat, membayar utang sebelum memasuki bulan puasa.

Kedua, puasa Ramadan melatih kita untuk terus bersikap jujur, dalam arti bahwa dalam ibadah puasa kita dianjurkan untuk lebih dekat pada Tuhan, bertakwa, tidak berbuat bohong. Karena puasa adalah ibadah yang langsung pahalanya dicatat oleh Allah, berarti yang tahu mengenai perilaku kita selama melaksanakan ibadah puasa hanya Tuhan dan kita. Maka seyogianya terlebih dahulu kita harus jujur pada diri sendiri. Contohnya, kita tidak makan di siang hari ketika di rumah sedang tidak ada orang lain. Karena hal itu mencederai kejujuran itu sendiri.

Ketiga, puasa bukan hanya berkenaan dengan hubungan hamba dengan Tuhannya, tetapi hubungan manusia sesama. Puasa juga menjadi cerminan bagaimana kehidupan orang-orang miskin dan fakir di muka bumi. Untuk memberi pelajaran berharga, Allah mewajibkan puasa kepada seluruh umat Islam. Kita dituntut untuk berbagi secara materi dan ikut menahan lapar dari waktu sahur sampai buka puasa.

Terakhir, seperti disinggung di awal. Puasa menjadi bulan paling didambakan oleh siapa pun, termasuk santri-santri di pondok pesantren. Selamat bagi kaum santri untuk menjemput bulan penuh kasih sayang. Persoalan pulang kampung atau tetap berada di pondok jangan terlalu dipikirkan. Karena keselamatan kita dan seluruh umat Islam adalah keharusan.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan