Santri Kebumen Hidupkan Seni “Jamjaneng”

3,963 kali dibaca

Setelah kalah pamor dengan gerusan budaya pop global, kesenian tradisional Jamjaneng kini mulai dihidupkan kembali oleh masyarakat Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Para santri pun diajak aktif menghidupkan kembali kesenian khas Kebumen tersebut.

Rabu (24/6/2020) malam lalu, misalnya, para santri di Pondok Pesantren Alhasani Desa Jatimulyo, Kecamatan Alian, Kebumen, mementaskan kesenian Jamjaneng di lingkungan pondok.

Advertisements

Dalam pementasan tersebut, para santri yang tergabung dalam Padepokan Santri Fajim di pondok itu terlihat telah menguasai seni Jamjaneng tersebut. Para santri dengan fasih menyanyikan shalawatan dengan diiringi musik yang dimainkan oleh Grup Jamjaneng Al Hidayah dari desa setempat.

Menurut cerita, kesenian Jamjaneng atau Janeng diciptakan oleh Kiai Zamzani. Kesenian ini berisi paduan syair-syair (syingiran) yang diiringi dengan musik tradisional Jawa. Lagu-lagu syiiran ini terdiri dari shalawat dan syiir dalam bahasa Jawa.

Janengan diciptakan sebagai media dakwah pada masa awal masuknya Islam di daerah Kebumen erat kaitannya dengan masa awal perkembangan agama Islam. Karena itu, fungsi musik Janeng hampir sama dengan wayang kulit semasa zaman Wali Aongo. Nama Jamjaneng, konon, diambil dari nama penciptanya, Kiai Zamzani. Karena lidah orang Jawa lebih mudah untuk mengucapkan Jamjaneng, sampai sekarang pun musik ini tetap dikenal nama Jamjaneng, atau lebih akrab disebut Janeng atau janengan.

Pencipta kesenian ini, Kiai Zamzani, dipercaya berasal dari daerah Kutowinangun dan diperkirakan hidup pada masa Islam berkembang pesat di Tanah Jawa. Terinspirasi dengan metode dakwah Sunan Kalijaga, Kiai Zamzani pun menciptakan kesenian Jamjaneng. Untuk menciptakan media dakwah dari kesenian, Kiai Zamzani mengumpulkan para seniman guna membuat alat-alat musik.

Dibuat dari bahan baku seadanya yang dapat ditemui di daerah sekitar, seperti dari poksor kayu glugu (kayu kelapa) sebagai bahan baku gong, kulit sapi untuk membrannya dan thulingnya terbuat dari bambu. Setelah alat-alat musik jadi, maka dimulailah kesenian Jamjaneng yang ternyata disukai masyarakat setempat. Kesenian ini pernah mencapai kejayaannya, namun kemudian pamornya meredup kalah dengan budaya pop modern.

Baru belakangan ini, kesenian Jamjaneng mulai dihidupkan lagi. Menurut Ketua Santri Fajim Kebumen Gus Asyhari Muhammad  Alhasani, kegiatan pementasan Jamjaneng Rabu lalu  bertujuan untuk mengenalkan budaya kepada generasi muda dan sekaligus nguri-nguri budaya di tengah arus modernisasi yang kian menjadi-jadi.

“Kita ingin mempertahankan budaya lokal asli Kebumen agar tidak punah ditelan zaman,” ujar pria yang juga pengasuh Ponpes Alhasani tersebut, seperti dikutip kebumenekspres.com. Gus Asyhari, sapaan akrabnya, menambahkan, Jamjaneng adalah jenis seni Islam yang menggunakan iringan kendang, gong, kempul (ukel), kemeng, thuling (kenthung) dengan nyanyian lagu religi yang bernapaskan Islam.

Jamjaneng merupakan warisan leluhur yang harus kita jaga dan pelihara. Tidak hanya seni bahkan banyak makna di dalamnya,” imbuhnya.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan