Santri dan Permainannya

861 kali dibaca

Santri identik dengan kitab, baca Al-Quran, belajar, mengaji, dan kegiatan majlis taklim lainnya. Hampir dapat dipastikan, seorang santri tidak memiliki kesempatan banyak untuk bermain, refreshing, atau sekadar jeda dari rutinitas.

Bagi seseorang yang tidak siap, baik mental maupun fisik, menjadi seorang santri akan membosankan dan membuat stres. Maka tidak heran jika banyak santri yang kabur dari pesantren karena terlalu jenuh dengan kegiatan pondok. Tentu hal ini perlu dipikirkan oleh praktisi pesantren, agar ke depan pesantren juga memberikan waktu luang untuk sekadar rehat dari rutinitas keseharian pondok.

Advertisements

Namun, sesungguhnya bukan berarti santri sama sekali tidak punya waktu untuk bermain. Dalam hal ini adalah permainan yang hanya untuk lepas dari rutinitas. Bukan permainan yang menyebabkan kecanduan dan lupa waktu sebagimana banyak terjadi akhir-akhir ini.

Seperti pengalaman penulis, ketika merasa jenuh dengan rutinitas pesantren, kemudian mencari kegiatan santai yang tidak selalu mengerahkan (menguras) pikiran. Hal ini akan memberikan emosi pemikiran yang melahirkan gairah belajar setelah bermain (refreshing).

Main Kelereng

Salah satu permainan yang murah meriah, berdasarkan pengalaman penulis saat di pondok Annuqayah, Sumenep, Madura, adalah bermain kelereng. Pada saat itu penulis telah duduk di bangku Madrasah Aliyah. Bahkan pada saat itu juga, penulis menjadi ketua sebuah organisasi IKSTIDA (Ikatan Santri Timur Daya).

Itu artinya, penulis bukan anak kecil lagi. Jika di rumah sudah merasa malu untuk bermain kelereng. Tetapi, karena di pondok, hanya dilihat oleh teman-teman sesama dan sebaya, maka tidak perlu ada rasa risih. Bahkan teman bermain pun sama, sama-sama dewasa untuk bermain kelereng.

Di pondok, kesempatan bermain sangat terbatas. Apa pun yang bisa menjadikan pikiran rileks, santai, maka hal itu dapat dilakukan. Termasuk bermain kelereng yang biasanya hanya dimainkan oleh anak-anak yang masih duduk di Madrasah Ibtidaiyah (MI). Perlu digarisbawahi bahwa permainan kelereng ini tidak ada sama sekali kaitannya dengan judi. Jadi, sekadar bermain-main santai untuk terlepas dari kejenuhan kegiatan pondok keseharian.

Kalau diingat sekarang, rasanya malu sih, sudah duduk di MA, kok masih bermain kelereng. Tetapi pada saat itu tidak ada rasa malu ataupun risih. Semua berjalan secara normal. Itu, mungkin, disebabkan karena teman bermainnya sebaya. Jadinya tidak ada rasa jengah atau rasa tidak enak atas sebuah permainan.

Olah Raga

Perminan yang mungkin juga dilakukan untuk melepas penat oleh kegiatan pesantren adalah olah raga. Ada banyak olah raga yang dapat dilakukan, dari yang murah tanpa biaya, hingga yang lebih mahal. Olah raga yang murah meriah seperti lari atau jalan-jalan (jogging). Biasanya penulis dan beberapa santri lainnya, di pagi hari atau sore hari, menyusuri jalan beraspal di sekitar pesantren. Berjalan sekira satu sampai satu setengah kilometer, kemudian kembali secara bersama-sama. Rasa-rasanya begitu indah, karena kegiatan ini tidak dapat dilakukan setiap hari disebabkan oleh berbagai hal.

Selain jalan-jalan (jogging), ada beberapa olah raga lainnya yang dilakukan oleh santri tertentu. Semisal bulu tangkis yang memerlukan raket, net, dan kok. Bagi seorang santri, yang memiliki keterbatasan finansial tentu akan sangat memberatkan. Termasuk penulis yang tidak pernah menyentuh olah raga ini karena keterbatasan biaya. Padahal penulis juga hobi dengan permainan yang cukup mendunia ini.

Sepak bola juga kadang dimainkan di dalam lokasi pesantren yang sangat terbatas. Maka bola yang digunakan pun bola plastik yang harganya murah dan terjangkau oleh santri. Ada juga tenis meja (olah raga ini hanya sesekali diaminkan di pondok penulis) dan permainan tradional lainnya dengan format yang telah disepakati. Seperti can-macanan, dhindha’an, rek-tarekan, dan lain sebagainya.

Kelompok Tadris

Sebenarnya ini bukan sebuah permainan. Akan tetapi dalam pengalaman penulis, kelompok tadris cukup memberikan refreshing karena dapat berinteraksi secara lebih dekat dengan ujaran opini yang dimiliki. Kelompok ini banyak sekali dilakukan oleh kalangan santri. Dalam waktu-waktu tertentu, di luar waktu kegiatan pondok, kami berkumpul untuk mendiskusikan suatu materi pelajaran. Biasanya penulis mendiskusikan tentang ilmu nahu. Ilmu ini dipandang sebagai pelajaran unggulan, karena skill pengetahuan ini menjadi dasar dalam pembacaan kitab kuning.

Nah, karena kita sebaya, jadi lebih berani untuk mengungkapkan gagasan terkait dengan nahu, yang pada akhirnya kami lebih memahami bagaimana cara membaca kitab yang benar. Bahkan dalam prakteknya, kegiatan ini dilakukan dengan sangat santai dan tanpa beban. Itulah sebabnya mengapa kelompok tadris, penulis masukkan dalam sebuah kegiatan refreshing.

Hakikatnya, seorang santri dapat melakukan relaksasi di antara sekian kegiatan yang begitu padat. Artinya, di sela-sela kegiatan pondok masih ada kesempatan untuk melakukan permainan. Tentu saja permainan di sini diniatkan agar dalam menghadapi kegiatan pesantren (belajar) semakin bergairah dan tidak merasa jenuh.

Inamal a’malu bin niyyat, bahwa sebenarnya perbuatan itu tergantung niatnya. Jika sebuah pernainan diniatkan baik, demi menjaga kebugaran untuk semakin gairah dalam belajar, bukan tidak mungkin permainan itu mendapat pahala dari Allah swt. Wallahu A’lam!

Multi-Page

Tinggalkan Balasan