Santri dan Kontroversi Karikatur Nabi

959 kali dibaca

Penerbitan kembali karikatur Nabi Muhammad di Majalah Charlie Hebdo yang berkedudukan di Prancis menyulut kemarahan masyarakat Islam dunia. Dalam tradisi Islam, memvisualisasi sosok Nabi adalah perbuatan yang dilarang. Mereka tidak mengambil pelajaran terhadap tragedi sebelumnya yang memakan banyak korban atas penghinaan ini. Meskipun berlindung di balik kebebasan berekspresi, karena hal ini sebagai implikasi dari sebuah nilai religi, maka perbuatan Charlei Hebdo tetap dinilai bodoh dan menyesatkan.

Sebagai seorang santri, kita perlu memberikan wacana atas gagasan yang tidak biasa untuk meluruskan persoalan dan diarahkan agar tragedi ini tidak terulang kembali. Sebab, tidak saja menimbulkan banyak korban, demonstrasi di mana-mana, ataupun saling curiga, tetapi perbuatan majalah satir ini telah menimbulkan gejolak dan ketegangan dunia.

Advertisements

Sebagai santri kita punya kapasitas untuk menelaah sekaligus membahas masalah ini, karena dunia pesantren dari awal sudah paham bahwa melukis (wajah) Nabi termasuk perbuatan yang melanggar ajaran Islam, dan itu diharamkan. Dengan demikian, melukis wajah Nabi sama halnya menghina simbol suatu agama yang harus dihindari.

Satir Charlie Hebdo

Charlie Hebdo adalah majalah mingguan satir yang terbit Prancis yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan dan viral di sosial media. Pemicunya adalah pemuatan karikatur Nabi Muhammad. Inilah yang dianggap menghina umat Islam. Namun, pihak Charlie Hebdo menyebutnya sebagai  kebebasan berpendapat atau berekapresi. Tentu saja hal ini menuai protes dari berbagai pihak. Sebagai seorang santri, saya dan juga teman-teman santri lainnya, tentu tidak menerima alasan kebebasan berpendapat atau berekapresi dijadikan tameng.

Jika dirunut ke belakang, sebenarnya Charlie Hebdo pernah menerbitkan karikatur Nabi —penghinaan serupa— pada 2015. Saat itu, Charlie Hebdo kali pertama memuat karikatur Nabi. Tersebab oleh itu, terjadi penembakan yang membabi buta pada kantor majalah tersebut dan menimbulkan korban yang tidak sedikit.

Sekali lagi, menggambar wajah Nabi diharamkan dalam Islam. Salah satunya karena visualisasi itu bisa dijadikan sebagai media berolok-olok. Hal ini juga telah difirmankan Allah Swt dalam Surat Taubah 66. “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: ‘Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja’. Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasûl-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”

Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah, pernah mengatakan bahwa orang yang menghina Allah, Rasul-Nya, dan ayat suci-Nya termasuk orang kafir. “Mereka kafir setelah beriman,” tegas Ibnu Taimiyah.

Tidak belajar dari tragedi sebelumnya, Majalah Chrlie Hebdo kembali mengunggah karikatur Nabi pada Rabu (2/9/2020) dengan tameng yang sama: kebebasan berpendapat dan ekspresi. Atas terbitnya karikatur ini, dalam waktu sekejab oplah terbitan majalah penghina ini ludes. Hingga ditambah lagi jumlah terbitan pada hari berikutnya, Sabtu (5/9/2020), dan lagi-lagi majalah tersebut habis terjual kepada masyarakat Prancis.

“Ini menunjukkan bahwa kami didukung, bahwa kebebasan berekspresi, sekularisme, dan hak penistaan bukanlah nilai-nilai usang, dan bahwa mereka didukung publik Perancis yang membelinya,” kata kartunis majalah itu dengan nama pena Juin.

Sebuah pengakuan sarkastik atas penghinaan yang telah ia lakukan. Padahal, umat muslim di seluruh dunia merasa dilecehkan dan sakit hati atas perbuatan ini.

Konsekuensi Cacat Logika

Sebenarnya, kalau kita berpikir logis, di atas keabsahan pikir, membuat sesuatu yang menghina simbol agama termasuk cacat logika. Tidak perlu dilakukan, karena akan menimbulkan prahara dan kekisruhan serta saling curiga. Hal ini akan menimbulkan banyak korban, baik rakyat kecil maupun hubungan bilateral antarnegara. Tetapi, Laurent “Riss” Sourisseau, sebagai redaktur majalah tersebut, tidak mengindahkan dan tetap atas keangkuhannya.

Pada 7 Januari 2015, beberapa tahun sebelum tragedi pemenggalan guru sejarah di Prancis terjadi, Said dan Cherif Kouachi menembaki kantor majalah itu secara membabi buta di Paris, Prancis. Tidak kurang dari 12 karyawan di kantor majalah tersebut menjadi korban. Seharusnya redaktur majalah satir ini belajar dari kejadian itu. Namun yang terjadi, pengabaian berkedok sebagai kebebasan berekspresi. Maka tidak dapat ditolak, jika kemudian Abdullakh Sourov (berkebnagsaan Rusia) memenggal kepala Samuel Paty (guru sejarah di sekolah Prancis) karena menunjukkan kartun Nabi kepada murid-muridnya.

Majalah Charlie Hebdo telah menimbulkan kemarahan dan gejolak di berbagai belahan dunia. Keputusan untuk mencetak ulang kartun tersebut memicu amarah Pakistan, Iran, dan Turki serta otoritas Muslim tertinggi Mesir, Al Azhar. Hal ini karena perbuatan itu merupakan penghinaan terhadap simbol Islam. Tidak berlebihan kiranya, kalau beberapa negara memutuskan hubungan diplomatik hingga memboikot berbagai produk Prancis. Hal ini sebagai bentuk protes bahwa menghina dan meremehkan simbol agama merupakan perbuatan yang melanggar etika. Bahkan meskipun hal tersebut didasarkan pada dalih kebebasan berekspresi.

Sikap Santri

Ijma ulama sepakat bahwa melukis Nabi Muhammad hukumnya haram. Melukis berbeda dengan menggambar. Jika menggambar boleh diungkapkan dengan kata-kata, tidak dengan melukis, yang tertuang di atas kanvas. Maka lukisan tidak dapat diganti dengan narasi kata-kata secara keseluruhan dan ketepatan. Seperti menggambarkan “mata indah”, jika dituangkan dalam bentuk lukisan, tidak akan sama antara satu orang pelukis dengan pelukis lainya. Oleh sebab itu tidak mungkin melukis fisik Nabi Muhammad.

Sebagai seorang santri, tidak ada salahnya kita mengungkapkan ketidaksukaan dengan narasi dan kata-kata. Kita (sebagai santri) tidak punya otoritas untuk memboikot produk, misalnya, namun setidaknya dengan menuangkan dalam bentuk naskah atau tulisan, akan dipandang sebagai perbuatan ibadah yang diridhai Allah. Namun, kita tetap berharap kepada pemerintah Indonesia, sebagai bentuk protes terhadap Presiden Prancis, Emmanoel Macron, agar (setidaknya) memboikot produk Prancis. Jauh dari itu, memutus hubungan diplomatik, adalah tindakan yang dinilai bijak.

Santri berdemo adalah legal dan sah-saja. Namun, yang perlu diperhatikan bahwa tidak boleh terjadi reaksi yang berlebihan, anarkhis, dan merusak fasilitas atau sarana prasarana. Silakan menyampaikan aspirasi secara baik-baik tanpa menimbulkan kerugian terhadap berbagai pihak. Sebab, Nabi Muhammad diutus sebagai rahmatal lil’alamin (sebagai rahmat (kasih sayang) kepada seluruh alam).

Andai saja Rasulullah mengetahui tentang penembakan yang menewaskan 12 orang karayawan Charlie Hebdo, atau guru sejarah yang dipenggal kepalanya, dan tragedi-tragedi lainnya terkait dengan hinaan terhadap Nabi, tentu Nabi tidak akan senang dan akan mencegah sebisanya terhadap perbuatan anarkhis tersebut.

Dalam sebuah riwayat, dijelaskan bahwa Rasulullah ditolak mentah-mentah, dihina, dan dilecehkan ketika berdakwah di Thaif. Datanglah Jibril atas perintah Allah untuk memberikan bantuan. Jibril berkata, “Jika Rasulullah Saw mau, saya bisa lemparkan gunung ke masyarakat Thaif.” Tetapi apa jawaban Nabi? “Allahumhdi qaumi, fainnahum la ya’lamun” (ya Allah, berikanlah hidayah (petunjuk) kepada kaumku, karena mereka tidak paham.”

Demikinalah karakter Rasulullah yang lembut dan penuh kasih. Tidak mengambil kesempatan karena Beliau seorang utusan, kemudian berlaku kejam terhadap orang-orang yang menolak dakwahnya. Tetapi tetap berusaha dengan sepenuh daya, agar mereka beriman dengan hati, bukan karena terpaksa.

Sebagai seorang santri, yang setiap saat berkelindan dengan sikap dan karakter Rasulullah, seharusnya berbuat lebih bijak dan lebih arif dalam menyikapi sebuah permasalah. Berbuat anarkhis dan kekerasan bukan sebuah solusi. Karena hal tersebut akan menimbulkan gejolak yang lebih besar. Menimbulkan luka dan meninggalkan kekecewaan. Semoga ke depan, kita diberi pertolongan oleh Allah swt agar mereka memahami bahwa menghina simbol agama, dengan alasan apa pun, termasuk perbuatan penghasutan dan menimbulkan permusuhan. Wallahu A’lam!

Multi-Page

Tinggalkan Balasan