Raedu Basha

RIWAYAT EMBUN, BUNGA, DAN BIBIR TUA

4,890 kali dibaca

RIWAYAT EMBUN, BUNGA, DAN BIBIR TUA

: Quraish Shihab

Advertisements

 

telah jatuh

sebutir embun dari ujung daun

menetes pada kening keriputmu

lalu kami yang meresapi dingin

mata hati permata bening

 

bunga mekar

kaupetik dari dahan firman

kupu-kumbang saling berebutan

kala kau tabur kelopak

dan putik-putiknya ke ulu jiwa

 

kulihat tubuh huruf-huruf wahyu

lama kerontang di tepi waktu

setetes embun

menjadi sungai deras tafsirmu

kami tak cukup lautan menyiapkan muara

bunga mekar

seketika mengaroma dari getar-getar bibir tua

kami sibuk berebut kelopak dan putik

sehingga tak sempat menghirup wanginya

 

udara bertiup sepoi dari sela ayat-ayat

menyelinap dalam pejam diammu

kau buka mata, lentera—Tafsir Al-Misbah—menyala

menerangi para musafir yang terlunta

kami, yang berjalan dalam gelap dunia

 

getar-getar bibir tua mengeja

suaranya menerabas bulu kuduk dan isi dada

huruf-huruf yang pernah keropos alifnya

karat dua lam-nya kering ha-nya

kini bergerak-begerak

dalam denyut dalam detak

 

ladang tandus isi kepala

kemudian humus jua

huruf huruf tumbuh

seperti pohon dalam ruh

ada trembesi ada jati

ada hamparan padi

lalu kami menafsirkan kembali

apa yang pernah bergetar

pada tetes embun pada bunga mekar

saat bibir tua merangkai lafal

2017

 

SERAT AZMATKHAN

 

dari yaman ia bertandang

tanah nabi hud kota hadramaut

titisan darah suci nabi muhammad mengalir dalam denyut

lantas deras di urat-urat beserta benih husein putra ali

yang mengeras di rusuk-rusuk tulangnya

seorang cucu lelaki mulia

yang wafat dalam peristiwa karbala

 

jiwa seluas tujuh benua

setitik api tak ada apa-apanya

dan belenggu baja baginya

hanya cuil debu

badai cuma kecil belai

disebab hati terlalu samudera

 

oh panggilan lii’lai kalimatillah menyala-nyala

walau tak laksana musa mendaki thursina

tetapi hijrah adalah sunah

demi tegaknya millah

 

mengamati matanya yang berkilau

bola hitam radar menatap nyalang

semantap keyakinan

menantang juang panjang tualang

niat pantang geram dan lantang

impian besarnya bertenaga

asa mengentak debu-debu

dan pasir tanah kelahiran

ke arah timur

arah di mana fajar memancar

ia siap bersyiar

menyampaikan kabar bersinar

dari maghrib ke masyriq

tumpaskan jahil dan syirik

 

pohon-pohon kurma berkasidah

fakih dan sufi sama-sama menabuh hadrah

jazirah arab mengetuk pintu langit

semesta mengangkat tangan-tangan gemetarnya

barat bertasbih timur bertahmid

dua kutub bersulang haru tangis

menetes kalimat tauhid

mengurai airmata takbir

 

abad 13 masehi

malam bersyahadat

siang bersyahadat

pemuda itu benar-benar berangkat

sebalik garis arah kiblat

entah menunggang unta atau kuda

atau mungkin berjingkat

namun sejarah mencatat

ia berhenti di tanah gujarat

kota naserabat

 

seorang hindustan menanyainya

“nama saya abdul malik” jawabnya

(sayid abdul malik

bin alawi ammil faqih

bin muhammad shahib marbath

bin ali khali’ qassam

bin alawi baitu jubair

bin muhammad maula as-shoma’ah

bin alawi al-mubtakir

bin ubaidillah

bin ahmad al-muhajir

bin isa ar-rumi

bin muhammad annaqib

bin ali al-uraidhi

bin ja’far assadiq

bin muhammad al-baqir

bin ali zainal abidin

bin al-husein

bin ali bin abi thalib dan fatimah az-zahra

binti nabi muhammad rasulullah)

 

ya, dia berjuluk almuhajir ilallah

yang kelak menjadi nenek moyang ulama asia

dakwahnya nyaris meratakan bumi nusantara

ia moyang dinasti islam hindustan

dengan fam azmatkhan

lalu mengurai ke cina ke campa

ke thailand ke kelantan

ke filipina ke kamboja

ke malaysia ke singapura

hingga merambah indonesia

 

putra pertamanya bernama abdullah khan

membenih ke ahmad syah jalal

yakni sayid jumadil kubro

yang melahirkan sayid jamaluddin akbar

menitiskan maulana ibrahim as-samarkand

kemudian menetas para generasi terbaik

dalam babad tanah nusantara

: walisanga

 

dari titik silsilah jamaluddin akbar

melalui as-samarkand, lahir sinuhun-sinuhun besar

juga kerajaan-kerajaan yang berkibar

bendera-bendera islam bertahta

di tiap sudut tanah jawa, sumatera,

kalimantan, sulawesi, nusa tenggara

dan sebagainya

 

tetapi bukanlah dlamir

jika tak tahu dlamir

begitu pun tangan takdir

menggaris siti jenar

dan syekh subakir

 

jika sejarah barangkali tak mencatat

babak perjalanan ini

maka puisi coba memahami

babad menyerat prasasti

tentang titisan darah rasulullah

yang kini berantah

membumi hingga austronesia

 

entah siapa sayid di antara kita

dirimu ataukah diriku

sebab di negeri ini

zuriat azmatkhan telah mastur

mungkin di sana atau di sini

ada mata berkilau dengan bola hitam radar

menatap nyalang sekuat keyakinan

bertualang laksana sang moyang

 

2014

 

 

 

Multi-Page

Tinggalkan Balasan