Refleksi Akhir Tahun: Merawat Harmoni Negeri

769 kali dibaca

Tahun 2022 telah usai, digantikan tahun 2023 dengan harapan dan misi berperadaban. Meskipun begitu, kompleksitas masalah kerukunan dan persatuan bangsa sepanjang tahun 2022 masih menuai ujian panjang.

Persoalan paling kentara adalah pergantian ideologi Indonesia ke bentuk yang diadaptasikan dari negara tetangga. Konsep ideologi yang dianut oleh kelompok khilafah dapat dipandang sebagai representasi negara Indonesia yang mayoritas muslim. Hal itu terasa dominan bagi mayoritas masyarakat yang memeluk agama Islam, namun jika ditinjau dari konsep kebangsaan, ideologi tersebut dapat menyebabkan perpecahan yang panjang.

Advertisements

Mostafa Rejai (1994) dalam bukunya Political Ideologies: A Comparative Approach menggambarkan Pancasila dalam keadaan decline atau kemunduran. Digambarkan melalui eksploitasi berlebih dalam praktik koruptif dan represif. Pancasila dijadikan tumbal atas perilaku serampangan oleh oknum yang ingin meraih kekuasaan. Sehingga muncul kelompok tandingan (baca: khilafah), yang ingin memanfaatkan momen ini sebagai titik balik untuk menggusur ideologi Pancasila.

Pancasila dalam khazanah bangsa, ditempatkan sebagai hal dasar yang tidak bisa dipisahkan dari rakyat Indonesia. Secara historis, perumusan Pancasila sudah disetujui oleh para pahlawan yang turut serta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Isi dari Pancasila sudah menemui titik final, yang dipercaya mampu mewakili seluruh rakyat Indonesia dari berbagai macam golongan.

Kesepakatan yang begitu panjang akan menjadi percuma saat dikorbankan oleh rasa egoisme suatu kelompok untuk mengganti ideologi nasional dengan ideologi mayoritas. Padahal jika melihat dari titik perjuangan, kontribusi dari kelompok minoritas juga tidak kalah hebatnya dalam pertempuran. Mereka turut serta mengawal kemerdekaan Indonesia dengan mencurahkan seluruh jiwa raganya dan mempertaruhkan nyawa.

Hal yang sering ditawarkan pengusung khilafah untuk mengganti Pancasila adalah iming-iming kemudahan mengelola negara, kemudahan untuk mempersatukan belahan sosial yang berbeda, dan kuatnya ikatan yang dibentuk dalam religiusitas. Semua hal tersebut jika ditelisik lebih dalam, hanyalah hal semu yang tidak mungkin terjadi dalam konsensus membangun negara. Faktor paling besar yang mempengaruhi kegagalan ideologi khilafah untuk menyusun kedaulatan negara adalah keegoisan mereka dalam mengutamakan pendapat mayoritas dibandingkan minoritas.

Dalam kurun waktu satu tahun, tercatat ada beberapa gerakan yang ingin mengubah ideologi Pancasila dengan ideologi khilafah. Kasus terbaru adalah ajakan Khilafatul Muslimin untuk kembali kepada ideologi khilafah melalui konvoi dengan rentetan spanduk bertuliskan kembali pada khilafah. Kasus seperti ini dapat dipahami sebagai pucuk gunung es. Di mana, sebenarnya ada ribuan ormas serupa yang masih belum menunjukkan eksistensinya dalam merongrong ideologi khilafah. Sedangkan, yang kelihatan hanya beberapa saja. Pun, aksi semacam ini juga menjadi bukti gerakan-gerakan bawah yang mulai membesar dengan dogma ketidakpercayaan pada Pancasila.

Membangkitkan Ideologi Negara

Mustofa Rejai (1994) selain memaparkan alarm bahaya, juga mengungkapkan semangat optimistis akan kebangkitan Pancasila sebagai ideologi dasar negara. Dalam bukunya, dia mengungkapkan jika suatu ideologi politik pada dasarnya tidak bisa dihapuskan. Dirinya hanya mati suri, dan dapat dibangkitkan kembali melalui serangkaian gerakan secara bersamaan.

Mustofa Rejai menggambarkan dua fase yang berbeda, antara decline dengan resurgence. Fase decline dapat muncul jika ideologi yang dianut mulai diremehkan dan hanya dijadikan formalitas, tanpa adanya pengamalan. Sebaliknya fase resurgence akan terjadi jika suatu ideologi kembali ditelaah dan diamalkan dalam setiap lini kehidupan. Keduanya saling bergantian satu sama lain, dan lama ideologi berada di fase tersebut digantungkan pada subjek yang melakukan ideologinya.

Maka diperlukan suatu cara agar Pancasila dapat terus hidup dan bergerak maju ke fase resurgence. Mengingat perjuangan memerdekakan Indonesia tidak terlepas dari semangat melanggengkan Pancasila. Dan hal tersebut, yang berulang kali dipesankan oleh para Pahlawan kepada para penerusnya. Pancasila harus dipertahankan. Pancasila harus diamalkan.

Merawat Ideologi Bangsa

Kesucian nilai Pancasila yang mulai rusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab harus diperbaiki. Melakukan serangkaian gerakan dan mesakralkan kembali nilai-nilai Pancasila agar tidak mudah dirusak dan digunakan secara sembarangan. Pun, apabila cara ini berhasil, dapat juga menutup gerak kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi khilafah. Ideologi yang secara keras dipaksakan masuk dalam suatu negara, dan memerintah dengan diktator.

Ada dua fase yang harus dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia untuk membangkitkan Pancasila menjadi satu-satunya ideologi negara. Pertama, dimensi logos (penalaran). Artinya, Pancasila harus diperlakukan sebagai ideologi terbuka. Pancasila tidak boleh hanya dijadikan sebagai untaian kata yang kaku tanpa adanya pemaknaan. Sebaliknya, Pancasila harus dijadikan hikayat nilai berharga yang mempunyai pemaknaan mendalam. Pancasila harus dijadikan ideologi dengan basis nalar kritis dan bersifat adaptif terhadap zaman. Sehingga nilai yang ada pada Pancasila dapat menyelesaikan permasalahan sosial kenegaraan.

Kedua, dimensi ethos (pengamalan). Apabila sudah dipahami sepenuhnya, Pancasila harus diamalkan. Hal ini bertujuan sebagai syiar akan eksistensi Pancasila, agar nantinya dikenal oleh banyak orang. Selain itu, pengamalan juga berfungsi sebagai pemindahan perintah positif ke dalam diri sendiri, agar nantinya tubuh selalu menuju pada hal yang bersifat positif dalam nilai Pancasila. Kelima nilai Pancasila akan mengantarkan manusia menjadi sosok yang religius, mempunyai jiwa kemanusiaan, suka persatuan, mempertimbangkan segala sesuatunya secara matang, dan menjunjung tinggi keadilan.

Oleh karena itu, refleksi akhir tahun perlu dimeriahkan oleh suatu hal yang sakral sekaligus dengan momentum untuk kembali pada jati diri bangsa Indonesia yang sebenarnya. Semangat memperjuangkan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi negara adalah bentuk perjuangan tanpa batas yang harus dilakukan oleh seluruh penerus bangsa.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan