PUISI PASAREAN KIAI

725 kali dibaca

DI PASAREANMU

Menjelang subuh,
batu-batu kedinginan,
semalam,
tiba-tiba hujan datang,
serupa rindu tak diundang.

Advertisements

Di antara pohon-pohon kenitu, pohon-pohon mangga dan kesambi,
ada pesareanmu mengabadi

Para santri tak beranjak walau sesenti,
saling khusuk saling tunduk,

Sementara aku,
di dekat pasareanmu,
tubuhku diguyur hujan dan air mataku sendiri.

Oh Kiai,
adakah diri ini masuk nominasi,
di hadapanmu sebagai santri?

Oh Kiai,
semoga santri jalang ini diakui, masuk dalam panjang barisanmu, Kiai.

Toa-toa masjid berkumandang,
tanda azan subuh sempurna datang.

Ah!
Barangkali doa dan rindu sama saja,
semakin khusuk mengingatmu, semakin khusuk pula jiwa ini merindu dan mendoakanmu.

Ah!
fragmen kenangan itu berkeliaran lagi di kepala,
apa karena jarakku terlalu jauh dari pesantrenku di madura?

Malang, 2024.

DI KAKI IBU

Sekelam apapun hidupku
Jika masih ada Ibu
Benar-benar tenang,
seperti terlahir kembali.

Di telapak kaki Ibu
Aku mengais sendiri dosa-dosaku
Berkaca-kaca, kapan akhirnya ajal tiba?

Telah terbit air mataku
saat engkau menutup mata selamanya
Seperti gagak memungut tanah kering
Diriku tak lagi berguna.

Di telapak kaki Ibu
Kumembasuh sekujur muka
yang lusuh dengan dosa
Diingatkannya diriku
Pada jarum-jarum panjang
Menatapku dari depan.

Tapi aku salah,
Sebelum benar-benar pergi
Aku mencium wajahmu terakhir kali
Bibirmu menyungging senyum
Menjelma pesan serupa kata

:Saat aku pergi, sudah saatnya kamu sendiri. Tak ada siapa lagi, cukup doa dan Tuhanmu menjadi tempat mengadu. Sebab, tak ada lagi sosok Ibu!

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan