PUISI LIMA SILA
Pertama kali kuletakkan Tuhan
Pada keesaan yang dikultuskan
Meski yakinku dan yakinmu berbeda
Amin kita senantiasa terus bersama
(Ketuhanan)
Kedua kali aku ingin menaruh kasih
Padamu dan jiwa-jiwa penuh rintih
Sebagai manusia yang sama-sama lemah
Dan berjuang menghidupkan tubuh-tubuh cinta
(Kemanusiaan)
Selanjutnya mari kita dalam satu rasa
Memeluk bersama doa-doa paling tabah
Sebab kita bukan hanya sebagai manusia
Namun, menjadi rajutan bernama Indonesia
(Persatuan)
Pun, mari kita bertukar lisan
Bertukar mimpi yang mungkin tak pernah selesai
Sampai mimpi-mimpi itu berlabuh
Pada dermaga cita paling utuh
(Permusyawaratan)
Nyatanya kita tak ada beda
Sekujur darah kita masih sama
Tetap berwarna merah putih
Dalam dekapan tulus sang Ilahi
(Keadilan)
PANCASILA DI TUBUHMU, KASIH
(sebuah puisi untuk Gus Dur)
Setelah tangisku pecah dalam keyakinan
Dirimu adalah doa yang kurentangkan
Hingga rindu-rindu ini dilepaskan dengan tabah
Aku tetap mengenangmu sebagai darah lima cinta
Kau telah berhasil, kasih
Menjadi manusia dan manusia-Nya
Menjadi saudara, menjadi hamba
Menjadi teman, menjadi pilihan
Menjadi sungai, yang airnya tak pernah kusam
Dalam darahmu, pancasila adalah bongkahan
Yang mencair indah dengan perlahan
Lalu menyatu serumit air dan zatnya
Kemudian mengalir pada banyak kerontang di dada
SAKTI
Konon, tubuhnya lahir dari tangis para pendoa
Kemuliaan mendekap sejak embrio jadi muasal cita
Namun, tubuhnya lalu menjadi lunglai, tanpa daya
Setelah sekian tawa sinis mencabik kesaktiannya
ilustrasi: lukisan aldrik abizar saepaturrahman.