Potret Pesantren Mandiri (6): At Tahdzib Jombang

3,103 kali dibaca

At Tahdzib adalah cerita tentang pondok pesantren mandiri dalam pengertiannya yang utuh. Ia sudah mandiri sejak dari proses perintisannya hingga perkembangannya. Bahkan, dengan berbagai model pembelajaran praktis, Pesantren At Tahdzib mampu menyiapkan para santrinya hidup mandiri setelah lulus keluar dari pondok.

Itulah salah satu dasar Kementerian Agama menetapkannya sebagai salah satu dari sembilan percontohan pesantren mandiri.

Advertisements

Pondok Pesantren At Tahdzib dirintis oleh Hadratus Syaikh Romo KH Ihsan Mahin. Mula-mula pesantren ini didirikan di Desa Payak Mundil, Kecamatan Ngoro Kabupaten, Jombang, Jawa Timur pada 1958. Namun, pada 1960, ke Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, Jombang hingga kini.

KH Ihsan Mahin sendiri berasal dari Wonogiri, Jawa Tengah. Namun, ia menghabiskan masa mudanya di berbagai pondok pesantren, termasuk di Jawa Timur. Misalnya, KH Ihsan Mahin pernah mondok Pesantren Sidosremo Surabaya yang diasuh Hadratus Syaikh Romo KH Mas Muhajir selama 17 tahun. Selain itu, KH Ihsan Mahin di satu pondok pesantren di Jember, Pondok Pesantren Kertosono, lalu di Pondok Pesantren Termas Pacitan.

Setelah beberapa lama membantu mengajar di pondok pesantren di Blitar, KH Ihsan Mahin mulai menetap di daerah Ngoro, Jombang. Di Ngoro, KH Ihsan Mahin dikenal sebagai sosok yang menguasai bidang agama, sabar, banyak tirakat, seperti menempa diri dengan puasa, zikir, dan tafakur. Itulah yang kemudian mendorong para pemuda desa setempat untuk menimba ilmu kepada KH Ihsan Mahin di rumah nya.

Seiring berjalannya waktu, nama KH Ihsan Mahin tak hanya dikenal di daerah Jawa Timur, tapi juga di daerah Jawa Tengah. Karena itu, santri pun mulai berdatangan dari Jawa Tengah dan jumlahnya semakin banyak. Para santri akhirnya meminta agar KH Ihsan Mahin membangun pondok pesantren.

Pondok pun mulai dibangun dengan dibantu masyarakat setempat. Bukan hanya tenaga, masyarakat juga membantu berbagai bahan material. Bahkan, keluarga besar KH Ihsan Mahin dan masyarakat harus hidup prihatin selama 40 hari karena hampir semua sumber daya digunakan untuk pembangunan pondok. Namun, pada 1960, dengan cara yang sama, Pondok Pesantren At Tahdzib itu dipindahkan ke Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, Jombang.

Di tempat baru ini, Pondok Pesantren At Tahdzib mengalami perkembangan yang pesat. Santrinya, yang kini berjumlah lebih dari 1.350 orang, datang dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan ada santri yang berasal dari negara-negara tetangga. Setelah KH Ihsan Mahin wafat, kepengurusan pondok diteruskan oleh keturunannya, di antaranya adalah KH Ahmad Masruh dan KH Ahmad Aniq.

Pesantren At Tahdzib juga menyelenggakaran pendidikan yang cukup lengkap, baik yang pendidikan formal maupun nonformal. Untuk pendidikan formal, misalnya, ada MTs, SMP, MA, SMK, Sekolah Tinggi Agama Islam At Tahdzib (STAIA). Namun begitu, Pesantren At Tahdzib tetap melestarikan sistem pondok salaf dengan pengajian kitab kuning.

Bekerja itu Juga Belajar

Yang khas dari pesantren ini adalah kebijakannya untuk melatih para santri untuk bekerja di luar jam kegiatan belajar atau mengaji. Dan itu sudah berlaku sejak masa-masa awal pesantren ini berdiri. Dulu, para santri bekerja dengan menggarap sawah. Tahun-tahun belakangan, para santri bekerja di berbagai unit usaha yang didirikan oleh pengurus pesantren. Kini, Pesantren At Tahdzib memiliki berbagai unit usaha seperti beberapa koperasi pondok pesantren (kopontren), beberapa toko mulai dari toko bangunan hingga toserba, kantin, usaha pertanian, usaha peternakan, usaha perikanan, dan usaha pertukangan.

Para santri diberi kebebasan untuk memilih unit usaha sesuai dengan latar belakang keluarga serta bakat dan minatnya. Selama turut bekerja di unit-unit usaha pesantren, para santri juga dibekali dengan pendidikan praktis (life skill) sesuai bidang yang dipilihnya. Dengan begitu, selain menguasai ilmu agama, lulusan Pesantren At Tahdzib juga disiapkan sebagai manusia mandiri, memiliki jiwa kewirausahaan, memiliki skill tertentu sebagai bekal hidup di dalam masyarakat.

Apa yang ditempuh Pesantren At Tahdzib seperti sekali dayung dua pulau terlampaui. Dari unit-unit usahanya pesantren memiliki pendapatan dan sumber dana untuk membiayai berbagai kegiatan pesantren sehingga mengurangi beban orang tua santri; di sisi yang lain, dengan bekerja di unit-unit usaha itu, pesantren mencetak santri yang siap hidup mandiri.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan