Pondok-pondok Tua (2): Pesantren Luhur Semarang, 412 Tahun

7,517 kali dibaca

Pesantren ini memang tak banyak memiliki santri. Jumlah santrinya hanya puluhan orang. Tapi begitu banyak jejak sejarah yang masih tersimpan di salah satu pondok pesantren tertua di Indonesia ini. Usianya telah mencapai 412 tahun! Sejarahnya mewarnai perkembangan pendidikan Islam di tanah Nusantara ini.

Saat ini, pesantren yang menjadi penanda salah satu sudut Kota Semarang, Jawa Tengah, ini dikenal sebagai Pondok Pesantren Salafi Luhur Dondong. Dulu orang mengenalnya sebagai Pondok Luhur Dondong atau Pesantren Luhur Dondong. Disebut begitu karena ia berada di Kampung Dondong, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang.

Advertisements

Pondok Luhur Dondong didirikan pada awal abad ke-17. Persisnya, ada menyebut tahun 1609 Masehi. Ada pula sumber yang menyebut tahun 1612 Masehi. Pendirinya adalah Kiai Syafii Pijoro Negoro.

Menurut berbagai sumber, Kiai Syafii Pijoro Negoro merupakan keturunan dari Ki Ageng Gribig, Jatinom, Klaten. Sebelum menetap di Kampung Dondong, Ki Syafii menjadi salah satu Komandan Pasukan Sultan Agung yang ikut menyerbu Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur di Batavia (Jakarta) pada 1629.

Setelah peristiwa penyerbuan itu, Kiai Syafii singgah dan kemudian bermukim di Kampung Dondong. Pada mulanya, setelah menetap di Kampung Dondong, Kiai Syafii mendirikan padepokan. Namun, yang datang untuk belajar justru santri, yang hendak belajar ilmu agama. Maka, padepokan itu pun bertransformasi menjadi pesantren ditandai dengan dibangunnya musala yang kini dikenal sebagai Musala Abu Darda’. Hingga kini musala itu masih berdiri kukuh setelah mengalami beberapa kali renovasi.

Setelah Kiai Syafii wafat pada 1711, pengurus pesantren digantikan menantunya, Kiai Abu Darda. Kiai Abu Darda yang berasal dari Jekulo, Undaan, Kudus ini menikahi Nyai Rogoniah binti Kiai Syafii. Menurut sejumlah sumber, Kiai Abu Darda masih keturunan dari Sunan Kudus. Setelah Kiai Abu Darda, pengasuh digantikan menantunya Kiai Abdullah Buiqin bin Umar dari penanggulan Santren Kendal. Abdullah Buiqin merupakan suami dari Nyai Natijah binti Kiai Abu Darda. Saat ini, Pondok Luhur Dondong diasuh oleh Tubagus Mansor atau Gus Toba, yang merupakan keturunan ketujuh dari Kiai Syafii.

Sejarah Pondok Luhur Dondong ini benar-benar sejarah perjuangan pesantren dalam arti sebenarnya, yang turut menandai pasang surutnya zaman. Selain sebagai tempat ibadah dan mengaji, beberapa kali pesantren ini menjadi pusat berjuangan melawan penjajah.

Sejarah mencatat, Pondok Luhur Dondong pernah dijadikan markas gerilyawan pasukan Pangeran Diponegoro saat Perang Jawa. Lalu pada tahun 1949, pernah dijadikan markas tentara BKR/TKR, yang dikenal sebagai Markas Medan Barat dengan pimpinan pasukan Letkol Iskandar Idris.

Telah lebih dari empat abad Pondok Luhur Dondong tetap bertahan di tengah derasnya arus perubahan. Dengan tetap mempertahan tradisi yang dibangunnya, Pondok Luhur Dondong tetap eksis meskipun tak segegap gempita pesantren-pesantren modern yang jumlah santrinya mencapai ribuan atau belasan ribu. Kini jumlah santrinya kurang 50 orang yang berasal dari berbagai daerah seperti Jakarta, Bogor, Sragen, Kendal Batang, Demak, Jepara, dan Kudus. Ada juga yang dari luar Jawa seperti Sulawesi, Sumatera, dan Lampung.

Tapi sejarah juga mencatat, beberapa ulama besar pernah nyantri di Pondok Luhur Dondong ini, seperti Kiai Sholeh Darat dan Kiai Hadlor Ikhsan. Kiai Mas’ud, pengasuh Pesantren Darul Amanah Sukorejo, juga pernah nyantri di sini, seperti halnya Kiai Zamhari, pengasuh Pondok Pesantren Darunnajah Bogor dan KH Ihsan bin Mukhtar yang mendirikan Pondok Pesantren Al-Ishlah di Semarang.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan