PIGURA KELUARGA

755 kali dibaca

PIGURA KELUARGA

Tak ada rayap yang berani singgah, bahkan untuk mematangkan usia.
Semuanya tampak utuh, hanya detak jam yang sesekali merayu

Advertisements

Dinding usang, pandangan karam
Memanjati satu-satu wajah dalam gambar itu
Lekuk alis yang dirapal waktu
Senyum manis menjuntai rindu

Di samping kanan, pria berpeci putih, menatap kamera dengan gigih.
Sarung bermotif kotak tampak harmonis dengan kemeja hitam bergaris kuning keemasan.
Gagah sekali, bahkan setelah Tuhan menjemputnya pulang.

Sebelahnya, wanita meriba balita, menghidangkan madu di wajahnya.
Bibir yang terkatup, terlihat sekali menikmati usia.
Sedangkan tangannya, memegangi jantung hati.

Di tengahnya, bocah bongsor menatap polos.
Sedikit membungkuk, merentangkan tangannya nyaris memeluk.
Seolah tak mau kerekatan itu menjelma keretakan.

Semuanya duduk dalam satu nasib. Ingin selalu menatap bulan, tanpa harus kehilangan bintang.

Sumenep, 2022.

HIRUK-PIKUK

Kita hanya capung-capung pendosa
Yang berangkat dari karut-marut kata
Tak berani terbang menuju kematian
Setelah oleh pecundang, sayap-sayapnya dipatahkan

Sumenep, 2022.

JANURMU, BUKAN JANUR KITA

Dengan isak, langkah meniarapi takdir
Menuju pelaminan bersama zikir
Tangis terselubung di balik tegar
Meski jiwa tercabik nanar

Kusalami dua pengantin berbalut restu
Sambil mengemas luka masa lalu
Senyum kuhidangkan menghibur resah
Pun napas yang memikul lara

Dulu, perempuan bergaun putih itu
Pernah kuratapi dalam rindu
Sesekali namanya kusulam dalam kata
Agar kami direstui semesta

Tak jarang, kuajak dia menjelajahi diksi
Menuntaskan puisi yang disematkan ilahi
Dari fajar yang masih merangkul lelah
Sampai senja yang bertasbih lillah

Kini, puisi yang kami ciptakan

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan