PERJALANAN CINTA, IBU

1,457 kali dibaca

KETIKA TERANG BULAN

Ketika terang bulan
Kami gelar tikar di halaman
Mengenang wajah moyang
Yang gelisah di punggung malam

Advertisements

Lampu-lampu temaram
Di balai-balai bambu
Di jalan petang itu
Hanya cahaya kunang-kunang
Mengirim hangat pedusunan

Sebab ketika terang bulan
Angin menembang di bawah siwalan
Serupa tembang kakek lugu
Suaranya menggetarkan bintang-bintang jatuh

Ini malam keberuntungan
Kami melepas petaka di halaman
Membuka lebar-lebar jendela doa
Mengharap bulan jatuh di dasar dada

Ini bulan kebahagiaan
Kami menggelar selamatan
Meski sekadar kembang senyuman
Luka-luka berguguran di halaman

Di waktu yang kian purba
Malam tak membuka jendela
Halaman tak lagi menggelar tikar
Tembang siwalan tak terdengar
Sebab bulan yang terang benderang
Kini karam di lampu-lampu perkotaan.

Gapura, 5 Januari 2021.

PERJALANAN CINTA

Mengapa tak sampai juga, kasihku
Perjalanan cinta yang terlampau jauh
Hari-hari hanya ranting patah
Kesedihan menggunung dalam jiwa
Sedang rindu adalah perahu
Terus melaju membelah gelombang waktu

Aku tak tahu sampai mana batas cintaku
Terus mekar di kedalaman kalbu
Mendoakanmu satu-satunya cara
Mencintaimu agar tak terluka
Sesekali air mata mengembun di mataku
Kuasah batu pada hatimu

Biar, puisi yang menjaga senyummu
Agar tak hilang direnggut waktu
Kelak akan kukenang berulang-ulang
Hatimu yang mawar, di atasnya
Lebah dan kumbang-kumbang

Gapura, 29 November 2020.

MERINDUKANMU SETIAP PAGI

Aku merindukanmu seperti halnya rumput-rumput di halaman
Menanti sinar matahari pagi. Dan kesakitan
Adalah embun yang lepas dari ujung daun
Memupuki bunga pagar yang semakin ranum

Aku bergegas berjalan menuju selatan
Menghikmati rindu semakin berkumandang
Saat burung-burung kutilang bernyanyi berlompatan
Di ranting-ranting cahaya hati yang merekah

Kususuri jalan membelah sawah
Seperti petani yang hendak menanam cinta
Sesekali ia harus membendung luka
Di sungai kecil yang membelah dada

Di sejauh mata memandang lautan gagah di selatan
Menjadi batas bahwa rindu mesti dilabuhkan
Seperti perahu-perahu yang tertambat di pinggiran
Memainkan gelombang yang begitu tenang

Aku akan merindukanmu setiap pagi
Seperti rumput-rumput dan burung yang menari
Saat matahari memberi hidup tanpa pamrih
Lalu embun akan menghapus cemas di hati

Gapura, 11 Maret 2021.

TANGAN IBU

Ibu, ada yang melepuh di tanganmu
Tangan yang selalu bercengkerama dengan waktu
Menggapai matahari di ketinggian
Antara musim kemarau dan penghujan
Yang menetas dari kerontang dada dan palung matamu

Tanganmu menyimpan gurat-gurat cahaya
Ketika malam kau buka jendela doa
Mengembuskannya ke ruang dada
Lalu seperti ada cahaya
Di tungku, meski bukan nyala

Tanganmu menjelma sehampar pasir
Tempatku mengingat segala yang getir
Pabila ada yang pecah di hatiku
Tanganmulah yang mampu mengusap air mata
Dengan sahampar tulus di jiwa

Gapura, 2021.

KESEPIAN

Barangkali yang lebih tajam dari belati
Adalah sepi
Saat kau tak mampu kurangkum dalam puisi
Kata-kata mematahkan tubuhnya, suara kehilangan gema
Dan kau tak ada. Hanya sepi menyala

Di halaman rumput-rumput menyanyikan lagu bernama hujan
Seperti bunga-bunga air yang berkejaran menuju selokan
Wajahmu melubangi ingatan
Membentuk sungai kepedihan

Ke mana engkau?
Aku menunggumu dengan rindu bertalu
Dengan sekuntum cinta yang menari
Di dalam puisi

Kekasih, kunjungilah negeri terjauh
Negeri dalam hatiku.

Gapura, 25 Januari 2021.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan