Sebelum belajar tentang Tuhan dan agama,
Terlebih dahulu belajarlah tentang manusia
Sehingga jika suatu saat nanti Anda membela Tuhan dan agama
Anda tidak lupa bahwa Anda adalah manusia. (Ach Dhofir Zuhry)
Kali ini, saya ingin sedikit mengupas buku Best Seller tahun 2019. Buku berjudul Peradaban Sarung; Veni, Vidi, Santri adalah salah satu karya Ach Dhofir Zuhry, pendiri Sekolah Tinggi Filsafat al Farabiy Kepanjen, Malang, Jawa Timur sekaligus Pengasuh Pesantren Luhur Baitul Hikmah. Buku tersebut adalah serial karya terbaru berbarengan dengan buku Kondom Gergaji yang sama-sama diterbitkan oleh Gramedia Pustaka serta disebarkan seluruh wilayah Indonesia.
Tak ayal, buku yang mengupas tentang santri-dunia santri termanifestasikan dengan kalimat peradaban sarung, menggetarkan para santri di Indonesia mulai dari Lombok, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan, hingga Sulawesi. Di berbagai wilayah tersebut, penulis mencoba mengurai benang kusut stigma negatif kaum sarungan, salah satunya adalah terbelakang dan bodoh.
Faktanya, buku peradaban sarung membuat banyak kalangan merasa shock. Apa sebab? Santri dan pesantren dinarasikan secara apik tanpa meninggalkan esensi seorang santri. Tidak heran jka Rais Syuriah PCI NU Australia-New Zaeland, Gus Nadirsyah Hosen Ph.D, angkat bicara menyikapi buku yang ditulis ilmuwan Kepanjen ini. Dalam pengantarnya, Gus Nadir menjelaskan dengan indah bahwa khazanah pesantren adalah cakrawala tak berujung, lautan tak bertepi, sumur tanpa dasar yang takkan pernah habis dikaji-diarungi khususnya di Nusantara ini. Kitab kuning warisan ulama klasik dari berbagai penjuru dunia, sekian disiplin intelektual dan khazanah spiritual dengan berbagai mazhab dan mantra, menyatu dan beradu dengan kearifan maupun tradisi khas Indonesia di wadah yang bernama pesantren. Tidak berlebihan jika Gus Nadir selanjutnya menyebut kekhasan Islam Indonesia adalah pesantren. Bukan yang lainnya. Sampai di sini, paham, kan?