Nikah Tak Perlu Wah, yang Penting Berkah

2,867 kali dibaca

Menikah merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad. Pernikahan dalam pandangan Islam bukan hanya tanda formalisasi hubungan suami istri. Setelah acara ijab kabul, biasanya akan diadakannya pesta walimah pernikahan yang semarak. Ini guna memberi tahu karib karabat, teman sejawat, dan masyarakat bahwa telah lahir satu keluarga baru di tengah-tengah masyarakat. Pesta walimah ini tentu saja membawa kebahagiaan ke semua pihak, baik dari keluarga pesta perkawinan maupun untuk tamu undangan.

Namun, sayangnya, seringkali terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan sunah nabi dalam penyelenggaraan pesta walimah, baik dari sisi keluarga penyelenggara pesta pernikahan maupun tamu undangan. Tanpa disadari, hal ini tetap berjalan sampai sekarang. Pada akhirnya, hal demikian sudah dianggap wajar karena tidak ada yang meluruskannya.

Advertisements

Hal pertama, keluarga penyelenggara pesta walimah merasa harus menyelenggarakan pesta semegah mungkin. Dengan segala atribut kemewahan, mereka akan merasa tersanjung bila mendapat decak kagum dari tamu. Padahal, biaya kemewamahan yang mereka suguhkan tidak sedikit, bahkan ada yang sampai rela berutang. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena seakan sudah meracuni ke semua lapisan masyarakat.

Gejala seperti ini bisa diakibatkan oleh sikap egois maupun gengsi yang tumbuh dalam diri masyarakat yang terstimulasi oleh maraknya tayangan media elektronik baik handphone, televisi, maupun media sosial yang lebih mengedepankan sisi-sisi kemewahan dan sikap glamour serta kurangnya pesan-pesan moral yang mendidik. Secara psikologis, tayangan-tayangan seperti itu mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku masyarakat.

Seringkali kita menyaksikan di media sosial, pesta walimah yang dibuat semegah mungkin, dengan dekorasi serba mahal, makanan-makanan yang berlimpah, harga sepasang baju pengantin yang di luar ekspetasi, digelar tujuh hari tujuh malam, musik tanpa henti, dan banyak hal lainnya yang membuat masyarakat mengidamkan pernikahan bak di negeri dongeng tersebut.

Berkaitan dengan hal ini, nampaknya kita perlu merujuk kembali kesederhanaan yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam hadits yang berbunyi “Selenggarakanlah walimah (pesta) walaupun hanya dengan memotong seekor kambing” (HR Muttafaq alaih).

Ditilik dari kandungan hadits ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwa penyelenggaraan pesta walimah hendaknya bersifat hemat, sederhana, dan tidak memberatkan. Sikap seperti inilah yang diajarkan dalam Islam. Bahwa tidak perlu bermewah-mewahan dalam pesta walimah hanya demi gengsi. Cukup sederhana namun berkah.

Hal kedua, pada tamu undangan, sudah menjadi tradisi untuk memberikan amplop kepada keluarga pesta walimah. Semula, ini dimaksudkan sebagai wujud budaya gotong-royong yang memang sudah mendarah daging pada masyarakat kita. Dan juga sebagai ungkapan selamat kepada kedua pengantin yang sedang berbahagia.

Namun, hal ini bisa menimbulkan permasalahan apabila tradisi memberikan amplop ini dapat membuat seseorang merasa minder karena datang dengan tangan kosong saja. Akibatnya bisa ditebak, seseorang tersebut bisa saja mengurungi niat untuk memenuhi undangan.

Padahal, memenuhi undangan adalah salah satu dari lima hak muslim terhadap muslim yang lainnya. Sabda Rasulullah berbunyi:  Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada lima: menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan orang yang bersin.” (HR. Muslim).

Sebagian besar ulama mengatakan bahwa memenuhi undangan adalah wajib, karena adanya ancaman bagi orang yang tidak memenuhinya (Al-Kahalani: 48). Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda: “Apabila seseorang dari kamu diundang walimah, maka penuhilah undangannya.” (HR Muttafaq ‘alaih). Dari

Dari kedua hadits tersebut, dapat ditarik satu kesimpulan yang berkaitan dengan pesta walimah, bahwa Islam mewajibkan untuk memenuhi undangan jika tidak berhalangan udzur syara’.

Selanjutnya, tak jarang kita menemukan fakta menyedihkan di pesta walimah ketika makanan yang tidak habis tersisa dan ditinggalkan begitu saja. Pada akhirnya makanan sisa itu dibuang begitu saja. Padahal, banyak di luar sana orang-orang yang bersusah payah mencari sesuap nasi.

Menyikapi persoalan-persoalan tersebut, ada beberapa solusi yang bisa kita temukan dengan merujuk kepada tuntunan agama kita. Pertama, mengundang fakir miskin. Artinya, walimah bukan hanya dibatasi bagi orang-orang kaya dan punya kedudukan.

Rasulullah bersabda: “Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah di mana orang-orang kaya diundang makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang.” ( HR. Muslim dan Baihaqi ).

Kedua, menghindari perbuatan mubazir. Jangan hanya karena ingin tampil glamour, membuat keluarga penyelenggara pesta walimah menghambur-hamburkan uang, makanan, dan waktu. Apalagi jika sampai berutang, sedangkan yang diajarkan oleh Rasulullah adalah bersederhanalah dalam walimah.

Ketiga, tujuan walimah adalah ibadah yang seharusnya dalam pelaksanaannya terlepas dari rasa gengsi, karena walimah merupakan salah satu sarana menginformasikan telah terjalinnya hubungan dua insan agar dapat menghindari prasangka-prasangkan buruk (fitnah) yang bisa timbul dalam masyarakat.

Indahnya Islam, semua hal sudah diberikan tuntunanya, tinggal kita sebagai hamba untuk mengikutinya demi kebaikan kita sebagai manusia yang lemah dan tidak memiliki daya dan upaya apa pun. Termasuk, dalam mengikuti tuntunan pesta walimah. Dengan mengikuti sunah nabi, maka akan tercipta sebuah keluarga sakinah, mawaddah, dan warrahmah yang dipenuhi kasih sayang dan kebahagiaan sampai ke surga kelak.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan