Ngaji Nashaihul Ibad: Memaknai Kehidupan Dunia dan Akhirat

1,867 kali dibaca

 

Kegiatan bulanan ngaji kitab Nashaihul Ibad yang diampu oleh KH Ali Fikri A Warits, pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep, dilaksanakan di kediaman Nyai Maknunah (Nyai Nunung), Sumber Tombet, Batuputih, Sumenep, Madura pada Sabtu, 24 Juli 2021. Pengajian dihadiri alumni Pondok Annuqayah di sekitar Kecamatan Batuputih. Pengajian ini diprakarsai Ikatan Alumni Annuqayah (IAA) Batuputih.

Kitab Nashaihul Ibad ditulis oleh Syihabuddin Ahmad bin Hajar Al-Asqalani. Pada pengajian kali ini, Kiai Fikri membahas bab perbandingan kehidupan dunia dan akhirat. Dalam penjelasannya, Kiai Fikri mengutip hadis Rasulullah, yang bersabda bahwa akan datang suatu masa umat muslim lari dan menghindar dari para ulama. Maka, pada saat itu Allah akan menghilangkan berkah rezeki, memberikan pemimpin yang zalim, dan mereka akan meninggalkan dunia (mati) tanpa membawa iman (su’ul khatimah).

Advertisements

Kemudian Kiai Fikri melanjutkan penjelasan pada bahasan beriktunya. Pada bahasan ini disebutkan, Abu Bakar As-Shidiq berkata, “Orang yang masuk ke dalam kubur (meninggal dunia) tanpa membawa bekal amal kebaikan, maka seakan-akan ia mengarungi lautan tanpa bahtera (perahu).”

Artinya, menurut Kiai Fikri, mereka akan tenggelam dan tidak ada seorang penolong pun yang akan membantunya. Karena amal kebaikan merupakan bekal yang dibawa mati oleh setiap orang. Oleh karena itu, seharusnya kita sudah mempersiapkan diri sebelum ajal menjemput kita. Dan amal kebaikan merupakan sebaik-baik bekal untuk kebahagiaan di alam kubur.

Di bagian lain dikutip sebuah hadis, Rasulullah bersabda, “Orang yang ada di kuburan bagaikan orang tenggelam yang memerlukan pertolongan.” Kiai Fikri memberi penjelasan, bahwa orang yang tenggelam di dalam lautan adalah orang yang paling membutuhkan pertolongan. Bisa sangat mungkin jika orang tersebut mujur akan mendapat pertolongan dari orang lain. Akan tetapi, di dalam kubur, tidak akan ada orang yang bisa menolong kecuali amal perbuatan baiknya semasa hidup di dunia.

Kiai Fikri juga menambahkan penjelasan, bahwa keluhuran dunia dicapai dengan harta benda, sedangkan keluhuran akhirat hanya dapat dicapai dengan amal kebaikan. Ada perbedaan mendasar dalam kehidupan dunia dan akhirat. Pun, keduanya memiliki konsekuensi yang sangat bertolak belakang. Ketika keduniaan dijadikan fokus utama tanpa mengindahkan kehidupan akhirat, maka orang tersebut dalam kerugian yang amat besar. “Walal akhiratu khairul laka minal ula,” dan sungguh kehidupan akhirat itu lebih baik daripada kehidupan dunia.

Selanjutnya, dikutip pernyataan Sahabat Usman bin Affan. “Khawatir terhadap keduniaan merupakan suatu kegelapan hati dan khawatir terhadap urusan akhirat merupakan cahaya di dalam hati.”

Dalam penjelasannya, Kiai Fikri mengatakan bahwa terlalu fokus dan cenderung kepada dunia akan menggelapkan hati. Sebaliknya, cenderung dan mengumatakan akhirat akan membinarkan cahaya di dalam hati. Keseimbangan antara dunia dan akhirat itu baik, tetapi jauh lebih baik jika kehidupan akhirat lebih diutamakan.

Bahasan berikutnya terkait dengan maqalah (ucapan) Ali bin Abu Thalib RA. Maqalah ini berkenaan dengan ilmu dan kemaksiatan. Sahabat Ali berkata, “Orang yang mencari ilmu ia akan mendapati surga, dan orang yang melakukan maksiat ia akan masuk ke dalam neraka.” Ilmu adalah cahaya dalam kehidupan. Dengan ilmu seseorang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil. Sementara kemaksiatan adalah cacat dan buruk. Mereka yang melakukan maksiat dan kejelekan akan menemui neraka.

Berikutnya adalah apa yang diungkapkan oleh Yahya bin Mu’az RA. Beliau berkata, “Orang yang mulia tidak akan maksiat kepada Allah swt. Dan orang yang bijak tidak akan memilih dunia dan meninggalkan akhirat.” Bahwa kemuliaan seseorang adalah jika ia melaksanakan perintah Allah swt dan menjauhi larangan-Nya. Sedangkan orang yang bijak adalah seseorang yang mendahulukan dan mengutamakan akhirat daripada dunia.

Demikian pengajian kitab Nashaihul Ibad pada kesempatan kali ini. Semoga apa yang telah disampaikan oleh KH Ali Fikri berdasar kitab “Nasihat-nasihat bagi Para Hamba” mendapat rida dan berkah dari Allah. Sementara kami para alumni Annuqayah, selalu dan senantiasa berkesempatan untuk menimba ilmu pengetahuan dengan semangat yang selalu menyala. Akhirnya, pengajian kali ini ditutup dengan doa kafaratul majlis.

Subhaanakallaahumma wa bihamdika, asyhadu al-laa ilaaha illaa anta, astaghfiruka, wa atuubu ilaik.” (Maha Suci Engkau ya Allah, aku memujiMu. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku minta ampun dan bertaubat kepada-Mu.) Wallahu A’lam! 

Multi-Page

Tinggalkan Balasan