Ngaji Kitab Nashaihul Ibad: Mengenal Allah, Mengenal Diri

1,614 kali dibaca

Ikatan Alumni Annuqayah (IAA) Kecamatan Batuputih kembali melaksanakan Ngaji Kitab Nashaihul Ibad yang diampu oleh KH Ali Fikri A. Warits, pengasuh Pesantren Annuqayah, Sumenep, Madura. Kali ini, Sabtu, 18 September 2021, kegiatan ngaji kitab dilaksanakan di rumah Ustaz Asnari, Desa Jaruan Laok, Kecamatan Batuputih.

Sebagaimana biasanya, pengajian ini diawali dengan pembacaan surah Yasiin dilanjutkan dengan pembacaan tahlil yang dikhususkan (dihadiahkan) kepada para masyaikh Pesantren Annuqayah.

Advertisements

Materi Ngaji Kitab Nashaihul Ibad kali ini adalah risalah ke-14, tentang seorang ahli hikmah (waliyullah) berkata, “Barang siapa yang menduga bahwa baginya ada penolong yang lebih utama daripada Allah, maka orang tersebut (hakikatnya) tidak mengenal Allah.”

Artinya bahwa penolong yang sebenarnya adalah Allah. Tidak ada penolong selain-Nya yang pantas dijadikan harapan. “Dan barang siapa yang menduga bahwa ada musuh yang lebih besar dari dirinya sendiri, maka orang tersebut (hakikatnya) tidak mengenal dirinya sendiri.”

Bahwa sebenarnya berpegang teguh kepada kemampuan diri sendiri merupakan asas dari kesuksesan (kebahagiaan).

Selanjutnya, Kiai Fikri menjelaskan risalah ke-15, bahwa Abu Bakar As-Shidiq menafsirkan ayat Al-Quran, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut,” (QS. Arrum: 41). Bahwa yang dimaksud dengan barr (darat) adalah ucapan (lisan), sedangkan bahr (laut) adalah hati. Maka ketika lisan rusak, seperti menghina atau mencela, maka akan menyakiti orang yang dihina atau dicela. Adapun jika terjadi kerusakan pada hati, maka akan menyebabkan para malaikat sedih dan menangis.

Dijelaskan lebih jauh, bahwa yang dimaksud dengan hal tersebut di atas adalah hendaknya kita selalu menjaga lisan dengan ucapan dan ungkapan yang baik dan benar. Sementara hati harus selalu dijaga agar tidak berpaling dari harapan-harapan hanya kepada Allah swt. Lisan hanya ada satu, berbeda dengan telinga dan mata yang masing-masing ada dua. Itu artinya, mendengar dan melihat harus lebih banyak daripada berbicara.

Selanjutnya Kiai Fikri menjelaskan maqalah ke-16, sehubungan dengan ungkapan ulama bahwa, “Syahwat dapat menjadikan seorang raja menjadi budak, sedangkan sabar dapat menjadikan seorang budak menjadi raja.”

Di sini menerangkan bahwa dengan menuruti hawa nafsu maka seseorang akan celaka, dan dengan menghadapi masalah disertai kesabaran akan menuai kesuksesan. Jadi hawa nafsu melahirkan kemudharatan sedangkan sabar menunjukkan kesuksesan. Kiai Fikri juga menjelaskan, bahwa di Kitab Idhatun Nasyiin dijelaskan bahwa karakter sabar menunjukkan sebuah kecerdasan.

Risalah ke-17, menjelaskan terkait dengan akal dan hawa nafsu. Bahwa seseorang yang menjadikan akal sebagai “raja” maka ia akan beruntung. Sebaliknya, barang siapa yang menjadikan hawa nafsu sebagai “raja” ia akan menuai kerugian yang besar. Akal atau logika menunjukkan kesempurnaan, sedangkan hawa nafsu akan membawa kepada kehancuran dan kerugian. Maka jadilah orang cerdas untuk menggunakan akal dalam menggapai hidayah. Dan berhati-hatilah terhadap hawa nafsu agar terhindar dari kecelakaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.

Kiai Fikri melanjutkan pada risalah ke-18, risalah terkahir yang dibahas pada pengajian kali ini. Pada risalah ini dijelaskan tentang seseorang yang meninggalkan dosa, maka orang tersebut akan lembut hatinya. Mudah dinasihati dan diajak kepada kebenaran dan kebaikan. Sedangkan seseorang yang meninggalkan perbuatan haram dan makan menu masakan yang halal, maka orang tersebut pikirannya akan jernih. Mampu membedakan kebenaran dan kebatilan. Yang benar diikuti dan yang batil dijauhi, sehingga menjadi insan kamil yang akan mendapat pahala dari Allah.

Demikian pelaksanaan Ngaji Kitab Nashaihul Ibad kali ini yang diikuti tidak kurang dari 250 alumni Annuqayah dan simpatisan. Pelaksanaan kali ini terbilang cukup sukses, lebih-lebih terkait peserta yang hadir jauh lebih banyak dari sebelumnya.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan