Demam Muhammad Kece bukan yang pertama dan, yakinlah, tak akan menjadi yang terakhir dalam kehidupan keberagaman dan keberagamaan kita. Masih banyak Muhammad Kece lain yang datang dari agama mana saja. Sebab, kita sendiri selalu abai, atau pura-pura lupa, akan fitrah kehidupan manusia yang memang diciptakan beragam, bukan seragam.
Jika Tuhan mau, Ia tinggal berkata “kun”, dan seluruh penghuni alam raya ini akan menjadi satu umat, umat yang satu.
Tapi Tuhan tidak mau itu. Nyatanya manusia diciptakan dengan ras, suku, bangsa, warna kulit, bahasa, agama, dan identitas bawaan lainnya yang berbeda-beda. Tujuannya agar saling mengenal satu sama lain; bahwa kita memang berbeda. Bukan justru saling menyerang satu sama lain karena perbedaan itu.
Toh, di mata Tuhan, di antara umat manusia yang berbeda-beda itu, yang paling mulia adalah yang paling takwa. Bukan yang paling garang menyerang. Bukan pula siapa yang memakai jubah berwarna apa.
Hal-hal seperti itulah yang dulu diajarkan oleh guru-guru ngaji saya, dan masih tertanam kuat dalam ingatan hingga kini. Ketika ada yang bertanya siapa yang paling takwa di antara kita, guru-guru ngaji itu angkat tangan: hanya Tuhan sendiri yang tahu. Manusia tak punya kemampuan untuk mengukur derajat ketakwaan seseorang.
Hari-hari ini saya merindukan pendakwah yang seperti guru-guru ngaji saya dulu. Tidak menghakimi. Tidak menyakiti. Muhammad Kece dan lain-lain itu tidak lahir dari ruang hampa —karena ia bukan orang yang pertama melakukannya. Pendakwah dari semua agama pernah melakukannya. Sebab, jika satu melakukan dan diberi ruang, yang lain tinggal mengikutinya. Maka itulah yang kita lihat hari-hari ini, mimbar dakwah kita lebih banyak berisi penghakiman, caci maki, saling menyakiti.
Dulu, sebelum era digital yang disruptif ini, kita pernah punya dai kondang dengan jumlah jamaah tiada banding: KH Zainuddin MZ. Mimbar dakwahnya selalu dibanjiri lautan jamaah, hingga ia diberi julukan dai sejuta umat. Tak hanya dari atas mimbar, orang-orang sering berkerumun mendengarkan ceramahnya dari kaset-kaset yang diputar tape recorder. Mungkin sampai hari ini masih banyak orang yang mengoleksi kaset-kasetnya.
Hal senada dengan Sunan Kudus, apa yang dikatakan oleh Ma’ruf Amin saat ini, bahwa bagi yang tidak vaksin haram hukumnya dan masuk neraka. Wah, terkait ini banyak sekali caci maki yang muncul, bahkan orang-orang yang tidak faqih pun, seakan-akan menjelma jadi ahli fiqih yang paling mumpuni. Tetapi, demikianlah kehidupan, selalu ada perbedaan, senantiasa muncul Muhammad Kece, dan selalu lahir seseorang dengan teknik dakwah yang “menuding.”
Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan Allah swt. Aamiin!
Semoga tidak ada lagi orang yang mencaci maki Nabi dan ahlul Baitnya..
Masya Allah…Mumtaz👍