Muhadharah, Pendidikan Mental di Pesantren

3,472 kali dibaca

Tinggal di pesantren menjadi sebuah kebanggaan sekaligus sebuah ajang pencarian jati diri lewat berbagai penempaan yang ketat yang harus diikuti para santri. Dalam keseharian, santri menerima pelajaran hidup yang bisa langsung diambil sisi negatif dan positifnya.

Berdasarkan pengalaman saya tinggal di pesantren, memang banyak peraturan ini-itu yang tidak boleh atau memang wajib dilakukan oleh santri. Namun hal itu malah membuat semangat membara karena merasa tertantang dengan hal-hal baru. Salah satu tradisi yang sangat saya sukai ketika masih di pesantren adalah muhadharah. Kata muhadharah berasal dari bahasa Arab yang artinya pidato. Muhadharah di pesantren identik dengan lomba pidato.

Advertisements

Tradisi muhadharah di setiap pesantren tentu saja berbeda. Ada yang melaksanakan muhadharah dalam bentuk ajang penampilan pidato dalam tiga bahasa. Ada yang menambahkan dengan selawatan dan lain sebagainya. Kalau di pesantren tempat saya tinggal dulu, muhadharah adalah ajang penampilan seni dan juga religi.

Kegiatan muhadharah dibuka setelah salat jamaah Isya pada Kamis malam. Ada santri yang bertugas sebagai pembawa acara, karena biasanya seminggu sebelum pelaksanaan pengurus pesantren membuat jadwal piket petugas muhadharah. Hal itu dirasa cukup efektif untuk mengetasi kemalasan santri yang tidak berani tampil ke depan dan hanya ingin menjadi penonton. Dengan dibuatnya jadwal itu, semua santri mendapat giliran dan juga semua bisa merasakan tampil ke depan dengan pembawaan materi yang berbeda-beda.

Biasanya, petugas yang mendapat giliran tampil ke depan tidak diperbolehkan membawa atau membaca teks. Jadi mereka harus berusaha untuk menghafal materi yang akan disampaikan ketika muhadharah berlangsung.

Kegiatan dibuka dengan pembacaan selawat Nabi dan juga tartil beserta arti yang telah dipersiapkan oleh tiga santri dan mendapat bagian masing-masing. Setelah itu dilanjutkan dengan penampilan pidato. Biasanya ada tiga sampai empat santri yang bertugas membawakan pidato dengan tema yang harus berbeda.

Setelah itu ada ajang penampilan karya atau kreasi santri, yaitu pembacaan puisi dan cerpen. Pembacaan puisi dibawakan oleh dua santri dan satu santri untuk pembacaan cerpen. Ada juga santri yang ditugaskan untuk menjadi juri di kegiatan muhadharah tersebut. Setelah semuanya tampil, barulah kegiatan ditutup dengan doa.

Perlu diketahui juga bahwa semua kegiatan di pesantren ini adalah atas dasar “paksaan”, yang diharapkan akan menjadi kebiasaan yang luar biasa. Pendidikan karakter melalui kegiatan muhadharah memang sangat efektif. Santri yang bermasalah dengan ketidakpercayaan diri ketika bicara di depan orang banyak, perlahan akan terbiasa dan berani berargumen dan berbicara dengan percaya diri di depan umum. Hal ini sangat berguna di kemudian hari ketika santri sudah hidup di lingkungan masyarakat. Bekal semacam ini sangat diperlukan oleh santri untuk menjadi pribadi yang tegas dan berkomitmen dalam kehidupan bermasyarakat.

Kemudian dengan adanya jadwal yang telah dibuat oleh pengurus pondok, memaksa santri memiliki rasa tanggung jawab akan tugas yang sudah diberikan. Hal ini memotivasi santri untuk giat belajar dalam mempersiapkan penampilan yang sebaik mungkin dalam malam muhadharah nantinya. Mereka harus menyiapkan mental dan keberanian berbicara di depan banyak orang serta juri yang memberikan penilaian.

Sementara itu, santri yang berhasil menempa dirinya dengan pendidikan karakter melalui kegiatan muhadharah akan menjadi pribadi yang berani dalam menyampaikan pendapat dan berani berbicara di depan banyak orang. Percaya dirinya sudah tertempa dan ini memudahkan setiap langkahnya dalam kehidupan bermasyarakat nantinya.

Wallahu a’lam bisshawab.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan