Merawat Jati Diri Seorang Santri

5,406 kali dibaca

Santri secara makna kata adalah seseorang yang mendalami ilmu agama (Islam). Di dalam KBBI juga dijelaskan bahwa santri adalah orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh, atau orang yang saleh. Santri mempunyai konotasi positif di bidang pengetahuan keagamaan. Identitas seorang santri harus dijaga dan dipelihara agar nilai-nilai kepesantrenan mempunyai kredibilitas yang baik di masyarakat.

Sedangkan pesantren adalah nama tempat para santri untuk menimba ilmu agama (Islam). Dalam wikipedia dijelaskan bawa pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Di pesantren para santri belajar ilmu pengetahuan, utamanya ilmu agama (Islam).

Advertisements

Dalam sebuah keterangan, santri mempunyai filosofi terkait dengan kata tersebut dalam Bahasa Arab. Santri terdiri dari huruf sin, nun, ta’, ra‘, dan ya‘. Dari rangakain huruf ini sebagian ulama memberikan penjabaran sebagai bentuk filosofi terkait santri. Sin (س) merupakan kepanjangan dari salikun ilal akhirah; santri harus berjalan menuju akhirah. Nun (ن) singkatan dari naibul masyayikh; penerus atau generasi dari para kiai/ulama. Ta‘ (ت) singkatan dari tarikun ‘anil ma’ashi; yaitu santri harus mampu meninggalkan kemaksiatan (perbuatan dosa).

Kemudian huruf ra‘ (ر), merupakan singkatan dari roghibun fil khairot; artinya santri harus senang terhadap nilai-nilai kebaikan. Dan yang terkahir huruf ya‘ (ى), yaitu yarjus salamata fiddini waddunya wal akhirah; artinya seorang santri harus selalu berusaha berharap kebaikan di dunia dan di akhirat (yaumul qiyamah).

Jati Diri Seorang Santri

Dalam sebuah kegiatan Pelantikan Pengurus Ikatan Alumni Annuqayah (IAA) cabang Surabaya di Kancakona Kopi Sumenep (07/09/2020), KH Naqib Hasan, Ketua Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk menjelaskan dalam sambutannya bahwa sebagai santri dan alumni PP Annuqayah harus menjaga nilai-nilai kepesantrenan dengan tetap berkarakter sebagai santri. “Sebab dengan tetap menjaga idealisme pesantren kita telah membangun wujud keislaman dalam kehidupan,” katanya. Artinya, kita akan berhadapan dengan masyarakat melalui karakter santri yang beridentitas dan berintegritas.

Sementara itu, Ra Nunung, Ketua Yayasan Annuqayah, dalam acara yang sama, juga berharap kepada para alumni dan santri aktif untuk bersikap jujur dalam menjalankan aktivitas. “Menjaga suasana tetap kondusif dengan cara menyaring informasi yang ada,” begitu Ra Nunung menjelaskan. Lebih khusus Beliau menyampaikan untuk menggarap skripsi/tesis dengan cara legal tanpa adanya dusta dan kepalsuan.

Santri merupakan sosok yang digadang-gadang oleh masyarakat sebagai orang yang dijadikan teladan. Oleh karena itu, karakter santri harus menjadi ciri khas yang memberikan kontribusi positif bagi khalayak. Jangan sampai seorang santri berbuat nir-etik dan menabrak kaidah sosial kemasyarakatan dan apalagi keagamaan. Santri harus memiliki legitimasi etik agar nilai kepesantrenan tidak terkebiri oleh polah santri yang tidak bertanggung jawab.

Santri adalah generasi religius. Generasi yang akan membawa kondisi kehidupan ke masa yang lebih dekat kepada al-Khalik. Generasi takwa, membangun akhlakul karimah di tengah-tengah masyarakat. Mestinya, seorang santri harus memberikan warna ilahiyah dan berharkat serta bermartabat. Sebab keberadaan santri menjadi barometer di dalam berkehidupan sosial.

Santri, Idealisme, dan Pendidikan

Santri mempunyai peranan yang penting dalam dunia pendidikan. Pesantren, sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, merupakan lembaga tradisional yang memberikan kontribusi signifikan dalam kancah kemajuan pendidikan. Sekarang, tidak sedikit lembaga pesantren yang telah membangun manajemen modern. Ikut serta dalam kemajuan teknologi sehingga eksistensi pesantren tidak dapat dipandang sebelah mata.

Tidak sedikit orang-orang dengan idealisme tinggi lahir dari pondok pesantren. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa santri, pesantren, dan idealisme mempunyai hubungan yang erat dalam membangun pendidikan yang berkemajuan. Pesantren dengan segala keterbatasannya sangat berperan aktif di dunia pendidikan. Abdurrahman Wahid atau yang biasa dipanggil Gusdur (alm) adalah mantan presiden yang berasal dari kalangan santri dan memimpin sebuah lembaga pesantren.

Lembaga pesantren merupakan esensi dasar dalam membangun pendidikan. Karena sebelum adanya lembaga pendidikan formal, lembaga pesantren lebih dulu ada dan berkontribusi aktif dalam pokok dunia pendidikan.

Merawat Nilai-nilai Kepesantrenan

Sebagai seorang santri, termasuk alumni pesantren, harus mempunyai komitmen dan ikhtiar yang besar agar mampu menjaga nilai dan karakter santri. Hal ini disebabkan karena seorang santri telah menjadi pioner dalam etika kemasyarakatan. Menjaga nilai kepesantrenan, dalam kondisi apapun, menjadi kewajiban yang harus tetap dipertahankan.

Merawat identitas santri di tengah kehidupan yang beragam tidaklah mudah. Harus disertai komitmen yang tinggi, kesadaran yang hakiki, serta tindakan konkrit dalam keseharian. Tidak mungkin seorang santri dapat memberikan warna kepesantrenan jika tidak ada upaya maksimal dari individu santri itu sendiri.

Menjaga diri dengan cara merawat eksistensi santri harus disertai dengan kewaspadaan yang tinggi. Tidak menutup kemungkinan dengan adanya lingkungan yang kurang kondusif, justru santri terperosok ke dalam kemaksiatan. Jika ini terjadi, maka kesantriannya akan tergerus dan puncaknya akan lepas dan hilang dari kehidupan. Hal ini jangan sampai terjadi. Sebab santri harus tetap santri. Dan rihlah kepesantrenan harus selalu dijaga dari pengaruh yang tidak baik. Wallahu A’lam!

Multi-Page

Tinggalkan Balasan