Menyimak Hafalan dengan Hafalan

2,239 kali dibaca

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan. Namun, dalam prosesnya tidak bisa dilepaskan dari peran seorang guru. Karena dari gurulah kita mendapatkan ilmu. Walaupun saat ini semua pengetahuan dan informasi bisa kita dapatkan dari Internet, akan tetapi jalur yang terbaik dalam mencari ilmu adalah dengan mengikuti majelis ilmu yang dibimbing oleh guru.

Di lingkungan pondok pesantren, hubungan santri dengan guru sangat erat. Guru atau yang kita sebut ustaz/ustazah di pesantren gemar mendoakan santri-santrinya. Begitu pula santri, yang ketika memulai mengkaji kitab diajarkan untuk terlebih dahulu mengirimkan doa dengan membaca surat al-Fatihah untuk guru atau pengarang kitab.

Advertisements

Tidak jauh berbeda di pondok tahfiz, yang fokus pada ilmu Al-Quran dan hafalan. Hubungan rohaniah antara ustaz/ustazah dengan santri pun dikuatkan. Setiap memulai setoran Al-Quran, misalnya, baik binadhor (dengan membaca) maupun bilhifdzi (dengan hafalan), ustaz ataupun ustazah akan memimpin para santri untuk mengirim doa (membaca surat al-Fatihah) kepada Nabi Muhammad SAW, Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, dan para kiai.Mengirim doa tadi juga diwajibkan bagi santri saat nderes sendiri, yaitu ketika membuat hafalan baru atau murojaah (mengulang hafalan) dalam kondisi sendiri dan konsentrasi.

Santri tahfiz, sebutan untuk mereka yang menghafal AlaQuran, wajib punya waktu menyepi dari keramaian untuk mempersiapkan hafalan yang akan disetorkan kepada ustaz/ustazah. Jika persiapan untuk setoran kurang maksimal, maka pada jam setoran santri akan sulit mengingat ayat-ayat Al-Quran yang akan ia simakkan kepada ustaz/ustazah. Tentu, ustaz/ustazah yang menyimak hafalan para santri memiliki kualitas hafalan dan bacaan Al-Quran yang bagus. Terkadang, beliau tak perlu membuka Al-Quran untuk menyimak hafalan para santri. Cukup dengan ayat-ayat Al-Quran yang sudah bersemayam di otak untuk membenarkan hafalan santri yang kurang lancar.

Kami menyebutnya dengan menyimak hafalan dengan hafalan. Sebagai santri, saat melihat begitu lancar hafalan Bu Nyai atau ustazah sampai tak perlu membuka Al-Quran saat membenarkan hafalan santri yang sering kurang lancar, kami takjub dan terharu. Bertanya pada diri sendiri, kapan kiranya kami seperti beliau-beliau.

Dan beliau pun seringkali menuturkan bahwa bagi seorang hafiz/hafizah, satu-satunya teman adalah Al-Quran yang tak pernah meninggalkan dan akan memberi syafaat kelak di hari kiamat. Jadi, sudah kewajiban bagi santri tahfiz untuk selalu dekat dengan Al-Quran. Sehingga Al Quran pun berkenan dekat dengan kita, berkenan berada di ingatan kita, dan tidak akan lari dari ingatan kita kalau kita terus menerus membacanya.

Tulisan ini dibuat dalam rangka mengenang ustazah kami, ustazah Fatrotin yang sudah wafat dua bulan yang lalu karena penyakit kanker. Selama beliau menyimak kami di Pondok Pesantren Al Azhar Mojowarno, Jombang, Jawa Timur, beliau jarang sekali membuka Al-Quran untuk menyimak kami.

Beliau punya hafalan Al-Quran yang kuat. Saat kami terbata-bata dan terus berputar di ayat yang sama karena lupa lanjutan ayatnya, beliau dengan cepat memberi tahu kami lanjutan ayatnya. Terkadang beliau bertanya “juz berapa mbak?” untuk memastikan ayatnya karena banyak ayat yang sama antara satu juz dengan juz yang lain. Saat tahu juz berapa yang kita setorkan, beliau dengan mantap memberi tahu lanjutan ayatnya.

Terakhir kali menurut tukang gali kubur untuk pemakaman beliau, liang lahatnya berbau harum yang harumnya tidak ditemukan di parfum manapaun yang ada di dunia. Itulah kebaikan yang beliau peroleh karena selalu menjaga hafalan Al-Quran. Semoga kitab bisa meneladani beliau yang istiqomah membaca Al-Quran dan dapat memiliki hafalan yang bagus seperti beliau. Aamiin.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan