Menyikapi Wacana Islam Radikalis

501 kali dibaca

Di era mutakhir ini, polemik perihal isu agama kembali menjadi atensi hangat di kanca nasional. Berbagai argumentasi bukan hanya diutarakan oleh kalangan minoritas atau kaum awam, pedalaman, yang sudah pasti lekat dengan budaya atau ritual turunan dari nenek moyang meraka. Tetapi, isu perihal agama tersebut sudah diperbincangkan justru menjadi bahan diskusi oleh kaum mayoritas, orang perkotaan, yang tentu pula memiliki banyak pemahaman tentang keyakinan dalam beragama.

Fenomena tersebut perlu disikapi secara bijak, seperti yang dilakukan oleh M Quraish Shihab, dengan memberikan jalan terang terhadap isu-isu agama yang semakin berkeliaran tak beraturan. Terkait problem yang mengguncang peradaban manusia dengan memanasnya persoalan agama, mufasir kebanggaan Indonesia ini mencoba menguraikannya dengan santai dalam buku barunya yang dicetak ulang dengan judul Islam yang Disalah-Pahami.

Advertisements

Dalam buku ini, M Quraish Shihab menjelaskan dan menyelesaikan problem agama dengan bijak tanpa menyalahkan orag-orang yang selalu berpadangan ekstrem terhadap agama yang dianutnya.

Seolah, dengan kehadiran buku ini, karangan ayah dari Najwa Shihab ini ingin menyampaikan pemahaman yang lugas dan memberikan ketegasan secara komprehensif, bahwa agama Islam adalah agama yang indah dan ramah terahadap agama lain.

Dalam buku ini, cendekiawan muslim tersebut ingin mengajak umat muslim untuk lebih mengenal dan mencintai Islam secara mendalam. Kehadiran buku ini ingin merokonsrtuksi paradigma pembaca tentang hiruk-pikuk isu-isu agama, khsusnya agama Islam yang mulai diadu domba.

Buku yang dicetak ulang ini, di dalamnya mencoba menguraikan masalah yang seringkali disematkan kepada Nabi Muhammad Saw terkait poligami yang lebih dari ketentuan Al-Quran. Isu ini sempat memanas di berbagai kalangan, termasuk yang memahami Islam sangat dangkal. Di sini, Quraish Shihab pun turut memberikan argumennya.

Menurut Quraish Shihab dalam buku bercover merah ini, Nabi berpoligami lebih dari empat istri, bukan karena dorongan syahwat atau nafsu biologisnya, melainkan Nabi menikah sampai sebelas istri memiliki tujuan dan misi dakwah. Seperti ketika Nabi menikahi janda Sayyidah Ummu Habibah Ramlah putri Abu Sufyan, yang ayahnya sendiri sangat membenci Nabi, namun pada akhirnya kebencian itu meredam ketika Nabi sudah menikahi putrinya.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan