Menunggang Kambing Kurban ke Surga

1,209 kali dibaca

Barang siapa yang berkurban, maka kelak di akhirat, ketika tiba di tanah Mahsyar, ia akan menunggangi hewan kurbannya itu. Hewan kurban itu akan berjalan membelah lautan orang-orang yang berdesak-desakan dalam kecemasan. Melintasi lautan peluh dan angin api. Berjalan cepat di atas sirat hingga mengantarkan tuannya ke halaman surga.

Itulah ucapan Kiai Hasan yang memantik api semangat di hati Rasat untuk bisa berkurban. Meski dirinya hidup dalam keterbatasan ekonomi, niatnya untuk berkurban terus berkobar. Ia rela memanggang tubuhnya di ladang, mandi hujan sepanjang hari di sawah, semua itu —selain untuk nafkah keluarga— selebihnya akan ditabung untuk membeli hewan kurban.

Advertisements

Sebagai seorang kuli yang berpenghasilan ala kadarnya, tabungannya baru cukup untuk bisa membeli hewan kurban yang bagus setelah kurun waktu dua tahun. Setelah uang tabungannya cukup, ia menjuju pasar hewan untuk membeli kambing yang bagus, sehat, bertanduk, dan giginya sudah tanggal.

“Jadi Mas Rasat benar-benar ingin berkurban?” tanya istrinya dengan suara ramah.

“Iya. Kelak di akhirat, aku ingin menunggang hewan kurban ke surga.”

“Kalau satu kambing kan hanya untuk Mas Rasat. Istri dan anakmu bagaimana?” sambung istrinya sedikit menegangkan alis.

“Ha-ha, tenang! Aku berniat akan menabung lagi, hingga kamu dan Anis, anak kita itu juga berkurban.”

Tak mudah bagi Rasat memilih kambing yang bagus, meski sudah tiga kali ke pasar kambing yang ia maksud belum didapatkan. Rasat berlogika dalam kepalanya, kelak ia ingin cepat ke surga dengan kambing yang kuat berlari dan tahan terhadap segala ancaman.

“Di akhirat medannya sangat sulit dan sangat berbahaya. Jadi aku harus mencari kambing yang tubuhnya besar dan kuat,” pikirnya suatu ketika, sembari membayangkan keadaan akhirat, sebagaimana yang digambarkan penceramah, dengan sedikit mengambil gambaran dari medan-medan sulit yang ada di dunia.

Setelah enam kali bolak-balik ke pasar, akhirnya ia baru menemukan kambing yang dimaksud dengan  harga yang tinggi. Rasat tak peduli harga yang tinggi. Ia cukup lega saat mendapatkan kambing jantan warna putih dan hitam yang tubuhnya gemuk dan sehat.

“Kalau yang ini, insyaallah mampu menerjang medan akhirat,” gumamnya sambil tersenyum. Setelah itu, ia langsung menyerahkan seekor kambing itu ke takmir masjid yang ada di kampungnya.

Dan hari ini; setelah menunaikan salat Idul Adha, saat di tanah ada separam cipratan darah dari leher kambing yang tengah dikuliti di pohon nangka, Rasat tersenyum bahagia. Ia merasakan kambingnya sudah berangkat ke akhirat menunggu dirinya kelak.

Ketika melihat daging kambing itu dibagi-bagikan kepada duafa, hati Rasat kian bungah. Ia merasakan kenikmatan batin yang lebih sedap dari sekadar menyantap daging itu. Senyum Rasat terus mengembang, ia puas dan bahagia, serasa dirinya sudah ada di surga.

Bahkan saat tidur, ia sering bermimpi melihat kambing itu menunggu dirinya di sebuah pintu yang sangat indah. Ia selalu bercerita kepada banyak orang tentang itu, hingga suatu saat tibalah pada malam yang agak meneganggkan; dalam mimpinya ia melihat kambing itu malah ditungganggi istri menuju surga.

Sumenep, 2022.

ilustrasi: istockphoto.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan