kajian fiqh ulama nusantara M1

Menjaga Khazanah Fikih Ulama Nusantara

808 kali dibaca

Setahun yang lalu, ketika ada perbaikan kurikulum pembelajaran akademik Marhalah Ula (M1) Ma’had Aly Nurul Jadid Probolinggo, Gus Muhammad al-Fayyadl (Gus Fayyadl) —selaku mudir sepeninggal Kiai Romzi— berinisiatif untuk menambah mata kuliah M1 (Marhalah Ula) dengan tajuk Kajian Fikih Ulama Nusantara.

Kitab yang dikaji dalam mata kuliah Kajian Fikih Ulama Nusantara ini adalah Fathul Lathif. Kitab ini merupakan salah satu karya Syaikhona Kholil Bangkalan, seorang tokoh ternama serta mahaguru ulama Nusantara. Wal hasil, inisiatif Gus Fayyadl ini banyak mendapat respons positif dari berbagai pihak, mulai dari jajaran civitas akademika Ma’had Aly hingga kalangan mahasantri.

Advertisements

Sejak itu, setiap akan memulai tahun ajaran baru, Ma’had Aly Nurul Jadid memiliki agenda rutin yang dinamakan dengan Iftitah ad-Dirasah. Iftitah ad-Dirasah ini menjadi pembuka kegiatan akademik dan perkuliahan Ma’had Aly Nurul Jadid, seperti istilah studium general yang dipakai di kampus-kampus umum.

Bagi mahasantri lama, Iftitah ad-Dirasah ini sebagai upaya penyegaran kembali pada Kajian Fikih Ulama Nusantara. Sedangkan, bagi mahasantri baru sebagai pengenalan dan pandangan ke depan ia berada di Ma’had Aly Nurul Jadid. Selain itu, mahasantri maupun asatiz akan mendapat banyak ilmu pada acara Iftitah ad-Dirasah, karena acara ini dijadikan momentum oleh Ma’had Aly Nurul Jadid untuk mengundang nara sumber yang alim serta kompeten dalam bidang ilmu-ilmu Islam, terutama fikih dan ushul fikih sesuai konsentrasi Ma’had Aly Nurul Jadid.

Berangkat dari inisiatif Gus Fayyadl tersebut, panitia Iftitah ad-Dirasah saat itu mendatangkan nara sumber dari Lajnah Turats Ilmi (LTI) Syaikhona Kholil Bangkalan dengan mengusung tema “Pandangan Fikih Syaikhona Kholil Bangkalan dalam kitab Fathul Lathif”. Lajnah Turots Ilmi (LTI) merupakan sebuah gerakan para dzurriah Syaikhona Kholil yang bergerak dalam bidang penelitian, dokumentasi, serta publikasi karya-karya Syaikhona Kholil Bangkalan. Tim tersebut diwakili oleh Lora Utsman selaku ketua LTI dan Lora Ismael al-Kholilie selaku katib atau sekretaris LTI.

Ada hal yang menarik bagi kami pribadi, bahwa keinginan Gus Fayyadl selaku mudir untuk membuka perkuliahan (Iftitah ad-Dirasah) di Ma’had Aly Nurul Jadid dengan mendatangkan nara sumber dari Lajnah Turots Ilmi (LTI) Syaikhona Kholil Bangkalan, ternyata tidak berangkat dari ruang hampa. Upaya ini bertujuan untuk menyambung kembali pemikiran serta menjaga sanad keguruan KH Zaini Mun’im (pendiri PP Nurul Jadid) yang pernah berguru langsung kepada Syaikhona Kholil Bangkalan.

Tentu perihal sanad, penulis tidak akan membahas dalam tulisan ini, karena sudah banyak tulisan yang mengulas tentang pentingnya sanad dalam tradisi ilmu keislaman. Menurut rekam jejak yang ada, kita tahu bahwa KH Zaini Mun’im pernah berguru kepada beberapa ulama yang ada di Nusantara, antara lain Syaikhona Kholil Bangkalan. Ketika belajar pada Syaikhona Kholil, Kiai Zaini mampu menghafalkan 10 Juz Al-Qur’an dan nadhom Alfiyyah Ibn malik. Selain itu, Kiai Zaini juga pernah berguru kepada KH Hasyim ‘Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama dan pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang.

Selain itu, dengan adanya tambahan mata kuliah Kajian Fikih Ulama Nusantara ini, Gus Fayyadl berharap supaya para mahasantri tidak hanya asyik dan pandai mengutip, menukil, atau mentakhrij pendapat para ulama dari Timur Tengah, tetapi juga bisa melihat sejauh mana para ulama Indonesia dari zaman dahulu hingga sekarang menjawab persoalan-persoalan fikih. Tentu, untuk referensi kita masih sangat kekurangan karena produk-produk pemikiran fikih ulama Indonesia kebanyakan ditulis di era modern, yaitu setelah era kemerdekaan. Sebagai contoh, produk fikih ulama Indonesia yang sangat monumental adalah pengakuan atas kepemimpinan Presiden Soekarno sebagai pemimpin yang sah menurut kaca mata fikih, yaitu dengan status “Waliyyul Amri Dloruriyyun bi as-Syaukah”.

Tahun ini sudah beranjak tahun kedua proses pembelajaran mata kuliah Kajian Fikih Ulama Nusantara dan kebetulan penulis sendiri yang diamanati untuk mengampu mata kuliah tersebut. Harapan penulis pribadi, ke depan akan lebih banyak lagi kitab-kitab karya ulama Nusantara yang dikaji terutama dalam bidang ilmu fikih, bukan hanya di Ma’had Aly Nurul Jadid melainkan di berbagai pondok pesantren seluruh Indonesia. Jikalau bukan kita sebagai anak bangsa sendiri yang akan menjadi ujung tombak pelestari turats ulama Nusantara, lalu siapa? Wallaahu A’lam bis Showab.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan