Menjadi Guru Milenial yang Ideal

760 kali dibaca

Buku ini adalah sekumpulan esai-esai seputar pendidikan yang ditulis oleh para guru dan pemerhati pendidikan. Mereka sedang merasakan kegelisahan akademik dalam melihat kaderisasi bangsa. Kader bangsa yang diharapkan memberikan sumbangsih untuk memajukan Indonesia, bahkan dunia, dan menjadi lebih baik justru tidak dapat bersaing dalam segala bidang. Anak muda yang seharusnya memiliki kesalehan sosial, spiritual, dan emosional malah berubah sifatnya menjadi tidak karuan.

Itulah kegelisahan para guru dan pemerhati pendidikan yang terangkum dalam buku ini. Mereka sadar, pendidikan dihadirkan bertujuan sebagai medium dalam membentuk siswa yang berkarakter, bermartabat, dan memaripurnakan akhlak luhur. Siswa yang berkarakter adalah harapan bangsa. Karena di tangan para pemuda inilah menjadi penentu akan perubahan dunia menjadi lebih baik. Dari saking pentingnya kehadiran para pemuda tersebut sampai-sampai Bung Karno, presiden pertama Indonesia, mengatakan “Beri Aku 10 pemuda maka akan aku goncang dunia.”

Advertisements

Setiap orang yang lahir ke muka bumi dilahirkan dalam kondisi keadaan suci (fitrah). Seseorang yang fitrah, yang masih belum bersentuhan dengan sesuatu apapun yang dapat mengotori jiwanya. Orang yang demikian masih benar-benar bersih hatinya. Kata Mushthafa ‘Asyur, orang yang hatinya bersih maka ia memiliki ciri-ciri watak (karakter) baik. Perubahan watak menjadi buruk terkadang disebabkan salah pergaulan.

Seperti saat-saat sekarang ini, semua hidup dalam konteks di mana siswa dan siswi bersinggungan dengan smartphone. Hampir setiap hari mereka nyaris tak lepas dari smartphone. Untuk itu dibutuhkan sebuah langkah konkret sebagai upaya para guru di dalam memberikan pendampingan dan bimbingan yang intensif terhadap anak-anak.

Secara umum, ada dua puluh sembilan artikel esai yang dibukukan di buku ini, yang pembukuannya itu telah dilalui melalui proses seleksi yang ketat dari para peserta Kelas Penulisan Esai yang diampu oleh mas Badiatul Muchlisin Asti. Esai-esai pilihan tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam lima tema besar.

Pertama, menjelaskan tentang pentingnya kehadiran sosok guru di era milenial. Sosok guru yang baik yaitu yang mampu menginspirasi dan memberikan inspirasi bagi siswa-siswinya. Guru yang demikian tidak sekadar mentransfer ilmu, tetapi juga mengembangkan keterampilan dan perubahan karakter mulia pada peserta didik.

Hanis Indriani, Guru SMPN 1 Toroh menulis, saat ini siswa-siswi sedang dijajah oleh gadget, yang segala perilakunya berkiblat dari yang dilihat. Smartphone, misalnya, memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap perilaku anak. Apalagi anak-anak di usia muda yang masih labil pemikirannya. Ditambah lagi latar belakang orang tua. Banyak kita temui orang tua bekerja di luar kota, bahkan ke luar negeri, mereka tinggal dengan keluarga terdekat, atau bahkan ada yang tinggal sendiri di rumah.

Peran guru dalam situasi seperti ini sangatlah penting mengingat banyaknya anak-anak yang menggunakan smartphone. Menguasai teknologi sangat penting. Tetapi, guru yang berkarakter dan dapat menanamkan karakter pada siswa, itu jauh lebih penting, karena tidak semua guru mampu melakukan hal itu.

Kedua, menjelaskan model pembelajaran yang efektif di abad ke-21. Ada delapan artikel yang membahas terkait hal itu. Saya ambil contoh artikel yang ditulis Faiyah Dian Iswari. Faiyah mengusulkan agar guru harus mampu bisa mengimplementasikan keunikan pembelajaran di abad ke-21 ini agar peserta didik mampu untuk dapat berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif. Semua itu dilakukan dalam rangka mengatasi tantangan global yang kian kompleks itu.

Ketiga, seputar pendidikan pesantren, modern maupun salaf. Terkadang banyak orang sering keliru dalam memandang pesantren. Banyak orang memandang sinis pesantren. Pesantren terkadang diidentikkan dengan pendidikan yang kumuh, statis, dan fanatik. Padahal tidak demikian adanya. Justru bersinergi dengan sekolah formal, pesantren dapat membentuk pola pikir yang lebih berkembang dan maju serta tidak fanatik. Hal ini tergambar dari tulisan Eka Ristiana dengan judulnya “Pendidikan Pesantren Modern dan Salaf” (hal. 90).

Keempat, orang tua dan budaya literasi. Di samping peran guru di sekolah, orang tua juga memiliki andil cukup besar sehingga role model dan filter bagi tubuh kembangnya anak, di mana anak masih menerima kontrol dan masukan dari orang tua terhadap apa yang mereka lakukan. Karena pendidikan terbaik adalah pendidikan keluarga, maka orang tua harus bisa membersamai anak-anaknya, memberikan perhatian dan kasih sayangnya kepada anak-anaknya agar tidak merasa sendiri atau tidak diperhatikan oleh orang tuanya.

Kelima, lebih berbicara seputar kekeliruan yang sering dialamatkan kepada anak muda. Contohnya dalam melihat remaja sebagai siswa nakal tanpa melihat sisi positifnya. Padahal siswa nakal sekalipun bisa sukses, kata Lestari, guru bahasa Inggris di SMAN 1 Toroh. Lestari dalam artikelnya menjelaskan, ketika ada kerja sama yang baik antara guru, orang tua, dan siswa,  akan berpotensi mampu membawa siswa bermasalah tersebut menjadi orang yang sukses.

Kelima garis besar yang diangkat dalam buku ini semuanya memiliki hubungan simbiosis-mutualistik. Hubungan ini mensyaratkan adanya kerja sama antara siswa, orang tua, dan guru untuk mencapai tujuan ideal. Perhatian dan kasih sayang orang tua yang diberikan sepenuhnya kepada anak, maka anak akan tumbuh dewasa dengan baik. Anak yang merasa dipahami akan lebih terbuka untuk lebih mendengarkan dan melakukan apa yang dikatakaan orang tua (Okina Fitriani, Englightening Parenting, 2021: 51-52).

Keunggulan buku ini mampu menghidangkan sidang pembaca seputar pendidikan melalui esai-esai yang ditulis menggunakan bahasa yang ringan. Selamat membaca.

Data Buku

Buku               : Guru Era Milenial, Esai-esai Tentang Pendidikan, Literasi, dan Lainnya
Penulis             : Siti Rochanah, dkk.
Penerbit           : Hanum Publisher
Tebal               : 156 halaman
Cetakan           : 2019
ISBN               : 978-623-90396-3-9

Multi-Page

Tinggalkan Balasan