Mengkaji Islam dari Sejarahnya

859 kali dibaca

Mengkaji Islam sepertinya tidak akan pernah kering dan tidak ada habisnya untuk dibahas. Meskipun menggunakan landasan teoretik apa pun. Banyaknya orang yang mengkaji Islam tetap saja tidak akan membuat Islam tidak akan pernah tuntas untuk dibahas. Justru itu, adanya kajian keislaman dengan menggunakan landasan teoretis malahan akan melahirkan teori-teori yang lebih baru. Tidak terkecuali dalam konteks ini adalah kajian sejarah Islam.

Banyak tokoh maupun pemikir, baik dari kalangan pemikir muslim sendiri maupun dari kakangan non-muslim, seperti tokoh-tokoh orientalis, yang menaruh perhatian khusus terhadap agama Islam. Mereka sangat serius mengkaji Islam. Mereka mengkaji Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Ada yang mengkajinya karena ketertarikan pada Islam. Dengan demikian, mereka melakukan pengkajian secara serius supaya mereka mendapatkan tambahan predikat keimanannya. Ada pula yang mengkajinya karena adanya sebuah tujuan dan atau kepentingan sempit dari sebagian mereka terhadap Islam.

Advertisements

Bukti adanya kajian yang seperti itu menunjukkan bahwa tingginya minat seseorang untuk meneliti dan mengkaji Islam sungguh luar biasa besarnya. Islam mengandung daya pikat tersendiri untuk terus diteliti dan dikaji. Meskipun demikian, banyak kajian-kajian ilmiah yang pernah dilakukan oleh sekian orang terhadap agama Islam terkadang tidak mudah membuat mereka merasa puas dengan hasil kajiannya.

Karena itu, mereka terus tertarik dan terus meneliti, meskipun tujuan dari penelitiannya bukan untuk mencari kebenarannya, melainkan terkadang karena ingin melihat bagaimana Islam memandang agamanya. Salah satu contoh yang dapat kita ambil dari pemikiran-pemikiran salah satu sarjana non-muslim adalah Jane Dammen McAlliffe.

Jane Dammen McAlliffe telah memfokuskan perhatiannya pada kajian Al-Quran, sebuah kitab pedoman dan petunjuk bagi kaum muslimin ataupun mengkaji sunnah Rasulullah, sebagaimana pernah dilakukan oleh salah seorang tokoh orientalis, yaitu Janne Dammen McAuliffe. Mereka mengkaji Islam dengan memfokuskan perhatiannya pada Al-Qur’an dan tafsirannya. Fokus kajiannya beredar dalam isu-isu seputar interreligious understanding antara Islam dan Kristen.

Di kalangan Islam sendiri muncul beberapa tokoh yang melakukan resepsi terhadap Islam–dalam hal ini adalah resepsi Al-Quran. Tujuan dari resepsi Al-Quran adalah untuk memberikan sebuah respons, penerimaan, ataupun tanggapan terhadap beberapa persoalan yang dulunya tidak terpikirkan menjadi terpikirkan saat ini.

Sebagaimana yang diungkap oleh Asia Padmopuspito, dalam artikelnya yang berjudul “Teori Resepsi dan Penerapannya”, resepsi sastra yakni bagaimana seorang pembaca memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya, sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya. Tanggapan tersebut bisa jadi pasif, tetapi bisa jadi juga aktif. Tenggapan aktif yakni bagaimana cara untuk merealiasikannya dalam kehidupan, sedangkan tanggapan pasif yakni bagaimana pembaca untuk memahami karya tesebut.

Selain daripada itu, sering juga didapati istilah-istilah atau konsep yang dihubung-kaitkan dengan Islam sebagai landasannya. Seperti menghubung-kaitkan sistem ekonomi yang sering kali diperdebatkan. Misalnya seputar bunga bank. Karena itu lahirlah sistem ekonomi syariah. Ada lagi sistem perpolitikan, yang oleh sebagian orang bahwa citra politik itu identik dengan sesuatu keburukan karena ada praktek licik yang terkadang sering menghiasi gerakannya. Maka, lahirlah sistem politik Islam, dan lain sebagainya.

Adanya kajian-kajian seperti ini menunjukkan bahwa eksistensi Islam, baik dalam kedudukannya sebagai agama maupun kapasitasnya sebagai wujud peradaban umat manusia, hingga kini menjadi telaah yang diperebutkan oleh disiplin ilmu.

Menurut penulis buku Sejarah Peradaban Islam ini, sangat kurang sempurna tatkala mengkaji Islam dengan mengesampingkan sejarahnya. Padahal, mengetahui sejarah adalah jauh lebih penting daripada melupakannya. Bangsa tanpa sejarah akan mudah digilas oleh sejarah, karena sejarah material yang konon valid dan absah, tetapi ternyata dengan mudah dibelokkan, dimanipulasi, bahkan direkayasa penuh tipu (Ashimuddin Musa, Benarkah Walisongo Tak Pernah Ada?, Majalah Aula NU, 2019: 68).

Atas dasar itu buku karya Dr Ahmadin ini kemudian disusun untuk memberikan sebuah gambaran sebuah perjalanan panjang terkait lika-liku perjalanan sejarah dan peradaban Islam. Kajian ini diawali dengan pembahasan seputar bagaimana struktur spasial, struktur sosial dan agama, dan kepercayaan masyarakat Arab pra-Islam. Dengan demikian, maka mempelajari tentang sejarah pada dasarnya untuk mengetahui potensi revolusioner yang terkandung dalam ajaran ideal Islam.

Melalui buku ini, Ahmadin berusaha membantu para pembaca memahami Islam dengan cara masuk dulu melalui pintu sejarah. Karena, tidak ada sesuatu yang lebih indah selain mengetahui aspek historisnya. Selanjutnya, meninggalkan sejarah merupakan kesalahan besar. Sebab orang yang paham betul sejarah maka dia tidak akan mudah digilas oleh sejarah yang terkadang penuh rekayasa dan tipu daya. Sebagaimana kejadian tentang penghapusan nama-nama Wali Songo dalam buku Ensiklopedi Islam terbitan Ikhtiar Baru Van Hoeve, yang tidak sedikitpun menyertakan nama-nama Wali Songo sebagai fakta sejarah.

Buku ini membuka ruang dialog dan memberikan banyak sekali kesempatan kepada kita tentang pentingnya berpikir, betapa selama ini kita telah tertidur pulas sehingga banyak melupakan sejarah. Buku ini akan membangkitkan kembali semangat kita dalam membuka lembaran sejarah Islam.

Data Buku

Judul               : Sejarah Peradaban Islam
Penulis             : Dr. Ahmadin, S.Ag, S.Pd, M.Pd.
Penerbit           : Prenada Media
Tahun              : 2020
ISBN               : 978-623-218-589-0

Multi-Page

Tinggalkan Balasan