Mencermati Propaganda Islam Radikalis

988 kali dibaca

Dalam satu dekade terakhir, begitu masif isu-isu yang menyatakan bahwa pemerintah telah melakukan persekusi kepada umat Islam. Negara dianggap tidak lagi memberi ruang aman kepada umat Muslim. Lebih-lebih, hal itu lalu dibenturkan dengan fakta sejarah bahwa umat Islam adalah penyumbang saham terbesar dalam kemerdekaan Indonesia. Kok, sekarang malah mendapat persekusi?

Setelah ditelusuri, data yang diungkap oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan bahwa massifnya isu-isu di atas berkelindan dengan ruang gerak organisasi-organisasi Islam garis keras yang semakin banyak menyasar masyarakat. Ormas-ormas seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dengan jumlah pengikut yang kian banyak, kerap memainkan propaganda kepada masyarakat agar agenda mereka untuk mendirikan Negara Islam atau khilafah di Indonesia tercapai.

Advertisements

Begitu pula ketika ada pihak-pihak yang menghadang gerakan mereka, seringkali difitnah telah melecehkan Islam, mendriskriminasi Islam, dan lain sebagainya.

Walau HTI dan FPI secara legal-formal sudah dibubarkan oleh pemerintah, namun mereka masih punya jaringan bawah tanah yang, tentu saja, bergerak secara diam-diam tanpa publik tahu siapa aktor utamanya.

Dalam melakukan aksinya ke masyarakat luas, para pemuja khilafah akan memainkan propaganda dengan melemparkan isu-isu pembedaan yang tegas antara Islam dengan Indonesia. Misalnya dengan menganggap bahwa Islam adalah jalan yang paling benar, agama yang lurus, serta menjadi pedoman yang suci bagi manusia. Sebaliknya, Indonesia adalah negara buatan manusia, sifatnya profan, dan jauh dari nilai-nilai suci yang diusung Islam.

Pada akhirnya, para pengasong khilafah akan memberikan dua pilihan kepada masyarakat yang menjadi target dakwahnya, “Lebih baik pilih mana antara Islam dengan Indonesia?” Jelas tentu masyarakat awam akan memilih Islam. Sebab, dua hal itu jauh beda, Islam lebih bernilai sakral. Jika mereka sudah yakin untuk lebih mengutamakan Islam ketimbang Indonesia, tugas selanjutnya hanya menawarkan khilafah.

Simpatisan HTI akan melontarkan bahwa khilafah adalah model pemerintahan yang diwajibkan oleh agama Islam. Pun, sebaliknya, jika umat Islam tidak mau mendirikan khilafah, maka diklaim akan mendapat dosa, bahkan status keislamannya pun dianggap tidak sah. Lebih jauh, mereka lalu akan membandingkan antara Al-Quran dengan UUD 45, para presiden Indonesia dengan kepemimpinan Nabi Muhammad, dan semacamnya.

Di level ini, bagi orang yang tidak jeli, mesti langsung termakan propagandanya. Oleh sebab itu, nyaringnya suara “bubarkan NKRI, dirikan Khilafah” atau bahkan serangkaian aksi terorisme yang dilakukan oleh sekte Islam garis keras itu tanpa adanya rasa takut dalam melakukan perbuatan tersebut, sebab mereka sudah termakan doktrin yang akut. Mereka percaya bahwa kelompoknya paling benar dan bakal mendapat garansi surga dari Tuhan jika berjuang mendirikan khilafah.

Dakuan bahwa “Tuhan membela mereka” inilah yang membuat para penjaja khilafah semakin buta dari realitas yang ada, bersifat tertutup, dan semena-mena terhadap orang lain.

Dari pola pikir yang diamini oleh kelompok HTI ini, sejatinya mereka kurang jeli dalam melihat, menelaah, dan mengkaji ajaran Islam. Hal simpel saja, jika memang khilafah adalah kewajiban dalam agama Islam, coba sebutkan satu ayat saja yang di dalamnya ada kata ‘khilafah’. Jelas tidak ada. Di Al-Quran hanya ada kata “khalifah fil ‘ard” yang secara makna menunjukkan bahwa manusia menjadi wakil Tuhan dalam merawat dan memakmurkan bumi.

Atau ketika Nabi Muhammad SAW memimpin Madinah, yang beliau buat bukanlah negara Islam. Melainkan negara Madinah yang di dalamnya berisi multi etnis dan multi agama. Dalam membuat aturan-aturannya, Nabi Muhammad SAW berunding dengan para pemuka masyarakat sehingga tercetuslah Piagam Madinah yang isinya tentang human right dan jaminan kebebasan dalam memeluk agama.

Di saat yang sama, apa yang sudah dilakukan para founding fathers dengan mendirikan Indonesia yang berdasar Pancasila dan UUD 1945 bisa dikatakan sebagai perpanjangtanganan seperti yang sudah dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam membangun Madinah. Dengan dasar negara seperti itu, konstitusi Indonesia memberikan jaminan hukum dan kebebasan bagi setiap pemeluk dalam menjalankan ritus agamanya.

Apakah Indonesia bertentangan dengan ajaran Islam? Pertanyaan tersebut sebenarnya sedikit konyol. Tanpa ditanya pun, orang yang berakal sehat sudah pasti tahu bahwa Indonesia tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung Islam. Malahan, justru Indonesia menerapkan ajaran Islam walau dibungkus dengan bahasa-bahasa yang lebih formal sehingga tidak menyinggung pemeluk agama lain. Contohnya seperti musyawarah-demokrasi dalam sistem pemerintahan, jaminan hukum yang adil, toleransi, dan lain sebagainya.

Pada akhirnya, gerakan pendirian khilafah di Indonesia ini hanya bagian dari ego-ego sekterian firkah umat Islam. Sudah sepantasnya mereka dihalau dan dibersihkan. Apa yang mereka lakukan selama ini hanya manipulatif dan cenderung menyelewengkan Islam. Mereka menyadur dalil-dalil suci Al-Quran hanya untuk melegitimasi perbuatan buruknya.

Dalam jangka panjang, para pengasong khilafah ini akan menjadi benalu dan bom waktu yang suatu saat akan meledak dengan daya hancur yang parah. Mereka akan menjadi agen-agen adu domba antar masyarakat dengan mencipta permusuhan dan perang antar saudara sebangsa hanya gegera beda agama atau aliran kepercayaan.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan