Membaca Ulang Perjuangan Santri: KH Saifuddin Zuhri

3,474 kali dibaca

Aku lahir di Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah, 1 Oktober 1919, diberi nama Saifuddin Zuhri oleh kedua orang tuaku. Ayahku memiliki dua ekor kuda untuk menarik delman guna mengantarkan orang atau barang ke tempat tujuan. Ibuku memiliki keahlian membatik tulis yang sering menerima pesanan dari tetangga atau kenalan-kenalannya. Kata ibuku: “Orang bodoh paling sengsara hidupnya.”

Di sebelah rumahku, ada warung Abdulbasir, tukang gunting rambut. Majalah politik Mustika asuhan HOS Tjokroaminoto, Fikiran Rakyat dari Bandung asuhan Ir Soekarno dan Gatot Mangkupradja, terdapat di sana. Pada 1929-an, yang akan menyentuh majalah itu akan tengok kanan kiri: “Ada polisi lewat atau tidak?” Aku, setelah selesai memberi makan kuda dan membersihkan kandangnya, sering menyelinap di sini, mendengarkan orang-orang mengobrol. Ustadz Mursyid, yang kelak menjadi guruku di Madrasah al-Huda, sering dijadikan topik pembicaraan grup ngobrol Abdulbasir.

Advertisements

Pada 1928-an, di Sukaraja diadakan pengajian khusus untuk para kiai. KH Akhmad Syatibi dibebani untuk membaca: tafsir al-Baidlawi, al-Bukhari, dan al-Hikam. Kadang-kadang beliau menjumpai kemusykilan tentang isi kitab yang sedang dibacanya. Tertegun sejenak, pandangannya ditaburkan kepada empat orang kiai pendampingnya: Kiai Raden Iskandar, Kiai Akhmad Bunyamin, Kiai Zuhdi, dan Kiai Mursyid alias Ustadz Mursyid alias Mas Mursyid. Tapi pandangan pertama tak jarang ditujukan kepada Ustadz Mursyid sambil menanyakan: “Bagaimana yang ini, kiai? Atau bukan begitu, kiai?” Yang ditanya tegas saja jawabannya: “Inggih leres mekaten.” (Memang benar demikian).

Pada 1929, aku diterima menjadi murid Madrasah al-Huda. Suatu hari, Ustadz Mursyid berkisah: “Nabi Sulaiman AS dipersilakan oleh Allah SWT memilih salah satu dari tiga perkara: ilmu, kerajaan, atau kekayaan harta benda. Nabi Sulaiman memilih ilmu pengetahuan.” Kepadaku diajarkan bahwa soko guru unsur kehidupan tegaknya suatu negara ada empat perkara: ilmunya alim ulama, adilnya penguasa, kedermawanannya orang-orang kaya, dan doa restunya orang-orang melarat.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan