Meluruskan Kembali Falsafah Pendidikan Kita

1,152 kali dibaca

Penulis buku ini, Haidar Baqir, lahir di Surakarta, 20 Februari 1957. Banyak karyanya yang diterbitkan, di antaranya Buku Saku Tasawuf (edisi Kedua: Mengenal Tasawuf); Buku Saku Filsafat Islam (Edisi Kedua: Mengenal Filsafat Islam); Buat Apa Salat?!; Surga di Dunia, Surga di Akhirat; Era Baru Manajemen Etis; Antara al-Farabi dan Khomeini; Filsafat Politik Islam; dan masih banyak lagi. Selain mengarang, ia juga masuk dalam daftar 500 Most Influential Muslims (The Royal Islamic Strategic Studies Centre, 2011).

Hadirnya buku ini, yang diberi judul Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia, terinspirasi di saat penulis kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB), persisnya antara tahun 1977 dan 1978. Saat itu ada Gerakan Anti Kebodohan yang dilancarkan oleh Dewan Mahasiswa ITB Pimpinan Kemal Taruc. Gerakan Anti Kebodohan ini menjadikannya menyadari betul betapa penting masalah pendidikan.

Advertisements

Lebih lanjut Haidar Baqir menyatakan bahwa pendidikan memiliki nilai strategis untuk memecahkan semua masalah di negeri ini. Kalau dirunut ke belakang, masalah rendahnya moral, akhlak, perilaku, dan etos kerja masyarakat, tak lain dan tak bukan karena mutu pendidikan yang memang rendah.

Jika kita lihat kenyataan sehari-hari, maka mudah dikatakan bahwa setiap masalah —baik itu ketidakdisiplinan, korupsi, konflik dan kekerasan, maupun ketidakbahagiaan— semuanya itu dapat dirunut sehingga kita temukan rendahnya kualitas pendidikan sebagai pangkalnya. Di sinilah perlunya menelaah kembali bagaimana seharusnya pendidikan kita diramu sedemikian rupa.

Buku ini adalah kumpulan tulisan pilihan yang penulis buat baik sebagai bahan pelatihan untuk sivitas akademika Sekolah Kami, ataupun untuk materi-materi sosialisasi prinsip-prinsip pendidikan sekolah ke orang tua, maupun sebagai artikel yang dikirim ke media massa dalam menganggapi berbagai perkembangan sistem pendidikan di negeri kita.

Walaupun sebagian orang menawarkan banyak alternative, seperti Ivan Illich dengan  Deschooling Society-nya di tahun 1970-an, Susan Bauer dengan Rethingking School-nya yang terbit tahun 2018, Home Schooling, Unscholling, bahkan yang gencar akhir-akhir ini dengan Flipped Classroom (ruang kelas yang dibalik). Semuanya masih menuai kritikan dari berbagai pihak.

Buku cetakan Mizan Pustaka ini menawarkan sekolah sebagai pangkalnya, model sekolah bisa di pulihkan kembali sebagai tempat mendidik siswa untuk menjadi manusia yang merdeka, yang masih memelihara atau bahkan dapat mengembangkan spritualitasnya hingga setinggi-tingginya, yang dapat mencapai kebahagiaan karena kemampuannya menguasai diri, dan dalam kapasitasnya untuk memberikan kontribusi positif sebesar-besarnya bagi lingkungan yang di dalamnya ia hidup dan berada. Dalam konteks inilah, buku yang ada di hadapan pembaca ini seharusnya dibaca dan ditelaah.

Komposisi isi buku ini terdiri dari tiga bagian. Bagian I Falsafah Pendidikan, bagian II Konsep dan Metode Pendidikan, dan bagian III Falsafah Pendidikan Islam. Pada bagian awal berangkat dari sebuah pertanyaan, apa tujuan sistem pendidikan kita? Penulis menjawab dengan menyuguhkan Pasal 31 Ayat 3 Undang-Undang Dasar kita yang telah diamandemen maupun UU Sisdiknas 2003, Sesungguhnya telah dengan jernih menetapkan bahwa segenap proses pendidikan haruslah ditujukan untuk pengembangan keseluruhan potensi manusia demi mencapai kehidupan sejahtera, baik secara fisik, mental, dan spiritual, dan bukannya hanya melahirkan warga negara yang baik (good citizens) apalagi sekadar membangun angkatan kerja yang kompetitif.

Kelebihan buku ini adalah menawarkan keseimbangan antara IQ, EQ, dan SQ dalam sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa orang-orang yang sukses umumnya bukanlah yang semata-mata memiliki IQ tinggi, melainkan justru EQ yang tinggi. EQ terkait erat dengan perasaan dan bersifat praktis, sedangkan SQ bersifat ruhani dan reflektif.

Pada bagian kedua, Haidar Baqir mengupas masalah kurikulum berbasis kompetensi, “Kurikulum yang benar bertujuan menyiapkan anak didik untuk meraih kesejahteraan dan kebahagiaan hidup (well being), yang seharusnya menjadi tujuan puncak segenap pendidikan.” Kalau melihat kurikulum di Indonesia termasuk yang paling padat di dunia, maka perlu dilakukan seleksi dan pengurangan beban dalam hal adanya bahan-bahan kurikulum yang selama ini dilihat tak memiliki relevansi dengan kompetensi-kompetensi dasar.

Bagian yang ketiga, tentang Falsafah Pendidikan Islam, mengupas bagaimana pendidikan menurut Islam. Di sini penulis mengutip QS Al-Baqarah [2]: 156, sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah kita kembali.

Dari redaksi ayat ini penulis menyimpulkan bahwa perjalanan menuju Allah berlangsung melalui dua alam lain, yakni alam berzakh-malakuti (alam antara ruhani dan material) dan alam al-qiyamah.

Lebih lanjut Haidar Baqir pada halaman [128], mengatakan, bahwa pendidikan adalah suatu proses mengaktualkan daya berakal atau berpikir. Allah mendidik Nabi Muhammad pada puncak pendidikan ruhani. Di sinilah pendidikan akhlak adalah yang terpenting atau merupakan mahkota dari elemen-elemen lain ajaran Islam.

Setelah menelusuri isi buku ini, peresensi tidak menemukan kesalahan yang fatal baik dari sisi susunan kata, kesatuan antar-paragraph, dan lainya. Bahkan buku ini disajikan dengan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, dan harga yang sangat terjangkau.

Buku ini memiliki banyak keunggulan yang harus dibaca. Buku ini cocok untuk penyelenggara lembaga pendidikan, para guru, orang tua, dan pengambil kebijakan, bahkan menjadi solusi bagi kita dalam rangka menjalani itu semua. Semoga bermanfaat.

Data Buku

Judul Buku                : Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia
Penulis                      : Haidar Baqir
Penerbit                    : Mizan Pustaka
Cetakan                    : I, September 2019
Tebal Halaman         : 219 Halaman

Multi-Page

Tinggalkan Balasan