Melindungi Santri dari Kejahatan Seksual

725 kali dibaca

Pondok pesantren di Indonesia tidak henti-hentinya dirundung masalah. Belum tuntas urusan tentang bullying (perundungan fisik dan psikis), sekarang muncul isu tentang kekerasan seksual pada santri, yang ternyata dilakukan oleh pengasuh atau orang yang memiliki power di tempat itu.

Seperti pada isu dipertengahan tahun 2022, mencuat kasus pencabulan oleh putra kiai Pondok Pesantren As-Sidqiyah Jombang kepada lima santriwatinya (https://surabaya.liputan6.com, 8/7/2022). Tidak lama berselang muncul berita putusan pengadilan terhadap salah satu kiai pondok pesantren di Lumajang yang telah mengakui bahwa mencabuli tiga santrinya yang masih di bawah umur (https://surabaya.kompas.com, 5/10/2022). Dan, baru-baru ini, memasuki awal tahun 2023, juga mencuat berita tentang seorang pengasuh di salah satu pondok pesantren di Jember diduga melakukan pencabulan pada sejumlah santri dan saat ini sedang dalam proses penyidikan (https://radarjember.jawapos.com, 9/1/2023).

Advertisements

Miris bukan? Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama, yang selalu menekankan moral keagamaan, tempat mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, bahkan mangamalkan ajaran Islam menjadi tempat bersarangnya para predator seksual (orang yang melakukan tindak kejahatan seksual). Beberapa kasus yang terjadi dilakukan oleh orang-orang yang punya kuasa di lingkungan pondok pesantren.

Bukankah orang tua memiliki niat yang mulia untuk mengantarkan putra putrinya mengaji, memperdalam ilmu agama di pesantren? Bahkan orang tua memiliki pilihan terbaik dengan menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah umum yang berada dalam lingkungan pesantren. Mereka memiliki harapan tinggi, agar anaknya tidak hanya mendapatkan pengetahuan umum saja, namun juga diimbangi dengan pengetahuan agama sehingga kelak tampil sebagai pribadi dengan akhlak yang mulia. Namun nyatanya malah menjadi korban kejahatan para oknum. Sehingga muncul opini di lingkungan masyarakat, bahwa pesantren pun bukanlah tempat yang aman bagi santri.

Peristiwa yang menimpa pada para korban pelecehan dan tindakan kekerasan seksual tentu memiliki dampak yang besar. Korban, yang dalam hal ini santri, akan mengalami trauma mendalam bahkan kecemasan akan masa depannya. Bagaimana tidak? Kehidupan mereka akan selalu diselimuti oleh ketakutan, kekhawatiran, dan perasaan malu yang terus menerus.

Oleh karenanya, perlu upaya preventif untuk mencegah terjadinya kekerasan dan pelacehan di lingkungan pondok pesantren. Upaya pencegahan ini pun juga diharapkan dapat mengembalikan citra pesantren dalam mempertahankan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan agama yang konsisten mengajarkan dan mengembangkan kepribadian muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi seluruh umat.

Salah satu upaya preventif yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan seks kepada santri, baik santri putra maupun putri. Kapan pendidikan seks ini diberikan kepada santri serta siapa saja yang bertanggung jawab dalam melaksanakannya?

Penulis akan mengulasnya terlebih dahulu apa itu pendidikan seks (seks education). Pada dasarnya, santri terutama yang sudah beranjak remaja, memiliki perasaan ingin tahu seputar seksual apalagi di usia itu (11-18 tahun), ketika terjadi masa-masa transisi baik pada perkembangan fisik, mental, maupun emosionalnya. Hanya, para santri mungkin akan merasa tabu jika harus berbicara atau mendiskusikan panjang lebar seputar seksual. Mereka masih malu untuk menanyakan persoalan seksual yang sejatinya hal ini wajar.

Sumadi Surya Brata dalam bukunya Psikologi Pendidikan (2011), menjelaskan, bahwa pendidikan seks adalah pendidikan mengenai kesehatan alat reproduksi. Seseorang akan belajar mengenal tentang anatomi fisiologis seks manusia dan bahaya penyakit hingga pada pemahaman tentang perilaku yang sehat dan risiko-risiko yang terjadi akibat kekerasan atau pelecehan seksual.

Dengan demikian, pendidikan seks kepada santri akan berupaya untuk memberikan pengajaran dan pemahaman tentang masalah seksual. Santri diberikan pemahaman tentang arti, fungsi, dan tujuan seks sehingga nantinya mereka bisa menyalurkan seksual itu dengan baik dan benar. Pendidikan seks juga memberikan pengetahuan dasar bagi santri untuk bisa lebih menjaga kebersihan dan perlindungan diri dari bahaya yang ditimbulkan oleh perilaku seks.

Di lingkungan pondok pesantren, santri tidak hanya mereka yang sudah tumbuh beranjak remaja. Bahkan yang dewasa pun, ada juga santri yang masih berada pada fase kanak-kanak dengan rentang usia 6-12 tahun. Maka penting sekali pesantren, terutama yang memiliki sekolah formal untuk memasukkan unsur pendidikan seksual ke dalam kurikulum sekolah. Tujuannya adalah untuk melindungi mereka dari kejahatan seksual. Karena, di usia itu, mereka kerap tidak paham bahwa dirinya sedang dilecehkan.

Santri perlu diajarkan bagian tubuh mana yang perlu dijaga supaya tidak dipegang, dilihat, dan dipotret oleh orang lain. Sedangkan, pada santri yang menginjak usia remaja dan dewasa, pendidikan seks yang harus diberikan adalah tentang kesehatan reproduksi. Santri harus mengetahui topik-topik biologis, seperti pertumbuhan pada aspek fisik setelah mereka masuk pada masa pubertas, bahayanya organ reproduksi saat tidak siap dibuahi hingga pada bahaya kehamilan di bawah umur.

Lalu, siapa yang bertanggung jawab dalam melaksanakan pendidikan seksual? Semuanya perlu terlibat dalam memberikan pemahaman yang komprehensif kepada santri, mulai dari orang tua, satuan pendidikan (di lingkungan pesantren), lingkungan masyarakat yang lebih luas, hingga pada pemerintah selaku pemangku kebijakan.

Dari adanya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh segelintir orang yang memiliki superioritas di lingkungan pondok pesantren, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tetap berdiam diri membiarkan kasus-kasus lainnya muncul di permukaan. Kita punya tanggung jawab moril untuk menyelamatkan anak bangsa dari predator seksual, melalui intervensi pendidikan seks sejak dini. Cara ini diharapkan bisa menjadi upaya pencegahan kasus kekerasan dan kejahatan seksual di lingkungan pondok pesantren.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan