Mas’odi, TKI yang Menjadi Kiai

1,187 kali dibaca

Merantau ke Malaysia untuk berburu ringgit sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Mas’odi akhirnya malah dikenal sebagai salah satu ustaz di Pondok Pesantren Tahfidz Darul Ulum Al-Munawwarah Kampung Punggai, 81620 Pengerang Johor Malaysia. Kini, lelaki asal Poreh Kecamatan Lenteng, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur ini dikenal sebagai seorang kiai asal Indonesia.

Pondok pesantren ini merupakan pesantren baru yang didirikan oleh Kiai Zainuddin Bin Lahm dengan konsentrasi tanfiz Quran beserta pengajaran klasikal keagamaan. Para pengajarnya adalah oleh ustaz-ustaz ternama dari berbagai pesantren yang ada di Malaysia bahkan negara-negara jiran, seperti Vetnam, Philipina, Brunai Darussalam, dan Indonesia.

Advertisements

Perjalanan Mas’odi cukup panjang dan berliku untuk sampai pada posisinya sekarang ini. Mas’odi menamatkan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) MI-MTs Tanwirul Hija di Cangkreng, Kecamatan Lenteng, Sumenep dan lulus pada 1999. Kemudian Mas’odi melanjutkan pendidikannya di MAK Annuqayah dari 2001 sampai 2004. Setelah itu, Mas’odi melanjutkan studinya di perguruan tinggi STIKA Annuqayah dan mengambil jurusan Muamalat.

Setelah lulus pada 2008, Mas’odi sempat mengabdi menjadi guru di Madrasah Diniyah Annuqayah Lubangsa selama satu tahun. Namun, setahun kemudian Mas’odi mulai meninggalkan Madura. Pertama-tama ia mengabdi sebagai guru madrasah yang ditempatkan di Pesantren Abul Abbas Jember. Selama setahun di Jember, Mas’odi mengajar ilmu fikih dan saraf.

Sebenarnya, Mas’odi mengaku senang mengajar di sekolah di lingkungan Pesantren Abul Abbas Jember yang dididirikan oleh almarhum Kiai Tabrani itu. Namun, setahun berada di Jember, Mas’odi mulai merasa gelisah karena kepikiran dengan sosok ibu yang hanya hidup berdua dengan adiknya (Wildan). Ia akhirnya pamit pulang ke Madura. Namun, sesampai di tempat kelahirannya, Mas’odi justru mulai terbayang-bayang dengan sosok ayah yang sudah 7 tahun menjadi TKI di Malaysia. Setelah bermusawarah dengan sang ibu, Mas’odi akhirnya menyusul ayahnya ke Malaysia.

Pada 2011, Mas’odi berangkat ke Malaysia. Dibawa serta ibu dan adiknya agar satu keluarga berkumpul bersama-sama. Di Malaysia itu, keluarga Mas’odi mulai membangun kembali keluarga yang sebelumnya terpisah-pisah.

Di Malaysia itulah Mas’odi mulai menghadapi tantangan hidup. Sebab, selama menjadi santri, Mas’odi belum terbiasa dengan pekerjaan asing dan berat. Namun karena tuntutan keadaan,  Mas’odi memberanikan diri untuk bergabung dengan para TKI lain asal Indonesia. Ia tak peduli dengan komentar dan cemooh dari teman-temannya lantaran hasil pekerjaannya dianggap tak sesuai. Ia pun tersinggkir dari lingkungan kerja para TKI.

Mas’odi akhirnya mencari pekerjaan lain. Ia mendapatkan pekerjaan baru menjadi dengan tukang las. Namun tidak bertahan lama karena tidak sesuai dengan profil dirinya. Menurut pengakuannya melalui percakapan pribadi, jenis pekerjaan yang dijalani di Malaysia sekitar 11 macam, namun semuanya tidak mendapatkan respon baik dari lingkungan kerjanya.

Akhirnya, pada 2018 Mas’odi hamper menyerah dan berkeinginan untuk pulang ke Indonesia. Namun, saat itulah Mas’odi dipertemukan dengan tenaga kerja asal Filipina. Oleh orang Filipina ini, Mas’odi ditawari menjadi tukang masak di Pondok Pesantren Tahfidz Darul Ulum Punggai. Ia menerima tawaran itu. Dan di sinilah rupaya Mas’odi mulai merasakan suasana baru yang membuatnya kerasan.

Dengan ketekunan dan kesungguhannya sebagai juru masak pondok, nama Ma’odi mulai dikenal dan memperoleh tempat khusus di mata kiai pondok. Setelah mengenal siapa Ma’odi sebenarnya, kiai pondok akhirnya memberikan kepercayaan kepada Ma’odi untuk mengajar fikih dan tajwid. Tentu, kegiatan itu dilakukan di sela-sela waktu senggangnya sebagai juru masak.

Akhirnya, Mas’odi tak hanya dikenal sebagai tukang masak, tapi juga seorang ustaz. Menjalankan tugas ustaz bagi santri merupakan hal yang diidam-idamkan, begitu pula yang dirasakan Mas’odi. Apalagi, selain bisa mengamalkan ilmunya, dengan menjadi ustaz, Mas’odi juga memperoleh tambahan penghasilan.

Kini, di negeri jiran itu, sosok Mas’odi dikenal sebagai kiai karena berkah ilmu yang ia dapatkan selama ada di pesantren. Seakan mewakili santri-santri di Indonesia, Mas’odi kini mewarnai kehidupan pesantren di Malaysia. Semoga bermanfaat.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan