DARI GELAP MENJADI TERANG
entahlah semua yang telah menjadi saksinya berembun pada kening manis kita
serupa awan yang merembeti citra lestari di keluasan
di awal dimana pesta dimeriahkan menggelegar jantung yang sekali tak tersentuh: kita terjatuh
betapa namamu kala itu terpintal-pintal menjulang di dadaku yang terdalam
menjelma setangkai panah menancap jenggala di derai-derai aksa
tak hanya tak mampu ditafsirkan
pada kenyataannya mereka kayuh griya tanpa jejak di mata
“barangkali gatra cinta yang dini ini menemukan sendiri dalam dan tenggelam perlahan”
akhirnya aku mengayuh juga dalam tamasya yang penuh dengan sandiwara
aku menemukan yang sedini itu menyalang paraumu menjadi perempuan yang satu di dunia pitaloka
berselaput meriang dari kejang-kejang matamu
bedil dan badik monolog cinta yang satu-satunya di hadiahi tepuk tangan.
maka dari itu, tiada yang menuntutku monyet yang bercinta nihil pribahasa
sebab, wajah-wajah perjalananmu tiada henti mengeja-tafsiri yang mengembang
telisik aroma yang tertuang dari sepanjang cinta sinta dan rama
di takdir berakhir bahagia
: ia membuntutimu kemana pun akan pergi
ke permukaan gunung payudan dan di kedalaman laut mimpimu
ia tersenyum gagah yang paling disukai dari sepanjang wasilah
melantun berkali-kali bak murottal surah di surau-surau
yang kerap didengarkan, enggan diabaikan
di ceruk mata mereka yang remang sekalipun, bahwa
kehidupan akan menemukan jati dirinya sendiri
menikmati di setiap alunan ke alunan.
kekasih, mereka tidak menemukan yang padu
di tangis sedu dari segala sisi yang berdebu
acap kali melihat kegamangan penuh dengan tabir